“AL-MUNĀSABAH” DAN URGENSINYA DALAM MEMAHAMI AL-QURAN Syamsu Nahar Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371 Email:
[email protected]
ت0<>@ آA ت0CDE3@ ا9 =>? :;.< 789 6 ھ-./0123 ا:ي آنIJ3م اL8E3ث اL;A @N :;A 6 ھ-./0123 ا.رهL/ @>Aآن وIJ3ا \N . وا[ﺪXWY 7
3 أنS3ن إL9س <ﺪ013 اbEA ر أن0W`@ إW2< ] ،-?IE23ه اRھ .7fاL23>@ اA -CD9 ك01ھ
Abstrak: Al-Munâsabah adalah ilmu tentang keterkaitan antara satu surah atau ayat dengan surah atau ayat lain. AlMunâsabah merupakan bagian dari "Ulum al-Qur'an" yang posisinya sangat penting untuk memahami seluruh ayat AlQur'an sebagai suatu kesatuan yang utuh (holistik). Dengan ilmu ini, dapat membantah anggapan sebagian orang yang mengklaim bahwa tema-tema Al-Qur’an tidak berhubungan antara satu dengan yang lain. Kata Kunci : Al-Munâsabah, Al-Quran. A. Pendahuluan
U
lum al-Qur’an sebagai metodologi tafsir sudah terumuskan secara mapan sejak abad ke 7-9 Hijriyah, yaitu saat munculnya dua kitab Ulum al-Qur’an yang sangat berpengaruh sampai kini, yakni al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, karya Badr al-Din alZarkasyi (w.794 H) dan al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, karya Jalal alDin al-Suyuthi (w. 911 H). Sejumlah pengamat Barat (Watt,1995:xi) memandang alQur’an sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya menimbulkan masalah khusus bagi mereka. Sekalipun bahasa Arab yang digunakan dapat dipahami, terdapat bagian-bagian di dalamnya yang sulit dipahami. (Luhat:
33
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
http://pemikiranislam.wordpress.com/2007/08/23/teori-munâsabahal-quran/- _ftn2). Tema-tema al-Quran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Secara sepintas jika diamati urutanurutan teks dalam al-Quran mengesankan bahwa al-Quran memberikan informasi yang tidak sistematis dan melompat-lompat. Satu sisi realitas teks ini menyulitkan pembacaan secara utuh dan memuaskan, akan tetapi teks ini menunjukkan “stalistika” (retorika bahasa) yang merupakan bagian dari I’jaz (kemukjizatan) al-Quran dari aspek kesusasteraan dan gaya bahasanya. Maka dalam konteks pembacaan secara holistik pesan spiritual al-Quran, salah satu instrumen teoritiknya adalah dengan ‘Ilmu Munâsabah. Tulisan ini akan membahas masalah munâsabah dari sisi pengertianya, macam-macam munâsabah dan contoh-contohnya serta urgensi munâsabah. B. Pengertian dan Landasan Teori Munâsabah Secara etimologis (al-Qaththan,tt:77) munâsabah berarti kedekatan, persamaan, persesuaian. Sedangkan secara terminologis munâsabah maksudnya pengetahuan tentang segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayat, atau hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam banyak ayat, atau hubungan antara satu surat dengan surat lainnya. Sebagian ulama lagi (Al-Zarkasyi,1998:61) mengemukakan definisi munâsabah sebagai berikut :
ﻝﹺﻮ ﹺﺑﺎﻟﻘﹶﺒـﻪﻠﹶﻘﱠـﺘﻝﹺ ﺗﻘﹸﻮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﹺﺽﺫﺍ ﻋﻝﹲ ﺍﻘﹸﻮﻌ ﻣﺮﺔﹸ ﺃﹶﻣﺒﺎﺳﺍﳌﹸﻨ Artinya: “Al-Munâsabah adalah satu urusan yang dapat dipahami, apabila ia dikemukakan kepada akal, niscaya akal akan menerimanya.” Al-Qaththan (1973:97) mengemukakan definisi Munâsabah sebagai berikut :
ﰱﻳﺔﺍﹾﻷ ﻭﻳﺔ ﺍﹾﻷﻦـﻴ ﺑ ﺃﹶﻭﺓﺪﺍﺣ ﺍﻟﹾﻮﻳﺔ ﰱ ﺍﹾﻷﻠﹶﺔﻤﺍﻟﹾﺠ ﻭﻠﹶﺔﻤ ﺍﻟﹾﺠﻦـﻴ ﺑﺎﻁﺒﺗ ﺍﻹﺭﻪﺟﻭ ﺭﹺﺓﻮ ﻭﺍﻟﺴﺓﺭﻮ ﺍﻟﺴﻦـﻴ ﺑ ﺃﹶﻭﺓﺩﺪﻌ ﺍﳌﹸﺘﺍﹾﻷﻳﺔ Artinya: “Munâsabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat (didalam al-Quran).”
34
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
Menurut Hadi Abu Bakar Ibnu Araby, munâsabah adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang mempunyai hubungan antara ayat yang satu dengan ayat lainnya, sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur. Jika ilmu tentang asbab al-nuzul mengaitkan satu ayat atau sejumlah ayat dengan konteks historisnya, maka ‘ilm munâsabah melampui kronologi historis dalam bagian-bagian teks untuk mencari sisi kaitan antar ayat dan surat menurut urutan teks, yaitu yang disebut dengan “urutan pembacaan” sebagai lawan dari “urutan turunnya ayat”.(Abu Zaid,2001:213). Munâsabah antar ayat dan antar surat dalam al-Quran didasarkan pada teori bahwa teks merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait, sehingga ilmu munâsabah dioperasionalkan untuk menemukan hubungan-hubungan tersebut yang mengaitkan antara satu ayat dengan ayat yang lain disatu pihak, dan antara satu surat dengan surat yang lain di lain pihak. Oleh sebab itu pengungkapan hubungan-hubungan itu harus mempunyai landasan pijak teoritik dan wawasan yang dalam dan luas mengenai teks. Keseluruhan teks dalam al-Qur’an merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait. Keseluruhan teks al-Qur’an menghasilkan pandangan dunia yang pasti. Dari sinilah umat Islam dapat memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab petunjuk (hudan) yang betul-betul mencerahkan (enlighten) dan mencerdaskan (educate). Akan tetapi Fazlur Rahman (1995:2-3) menengarai adanya kesalahan umum di kalangan umat Islam dalam memahami pokokpokok keterpaduan al-Qur’an, dan kesalahan ini terus dipelihara, sehingga dalam praksisnya umat Islam dengan kokohnya berpegang pada ayat-ayat secara terpisah-pisah. Fazlur Rahman mencatat, akibat pendekatan “atomistik” (sepotong-sepotong) ini adalah, seringkali umat terjebak pada penetapan hukum yang diambil atau didasarkan dari ayat-ayat yang tidak dimaksudkan sebagai hukum. Fazlur Rahman nampaknya dipengaruhi oleh al-Syatibi (w. 1388) seorang yuris Maliki yang terkenal, dalam bukunya almuwafiqat, tentang betapa mendesak dan masuk akalnya untuk
35
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
memahami al-Qur’an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif (Ma’arif, 1995:xi). Dari sisi ini, maka yang bernilai mutlak dalam al-Qur’an adalah “prinsip-prinsip umumnya” (ushul al-kulliyah) bukan bagian-bagiannya secara ad hoc. Bagian-bagian ad hoc al-Qur’an adalah respon spontanitas dari sebuah realitas historis yang tidak bisa langsung dijadikan sebagai problem solving atas masalahmasalah kekinian. Tetapi bagian-bagian itu harus direkonstruksi kembali dengan mempertautkan antara satu dengan yang lain, lalu diambil inti syar’inya (hikmah at-tasyri’) sebagai pedoman normatif (idea moral), dan idea moral al-Qur’an kemudian dikontektualisasikan untuk menjawab problem-problem kekinian. Untuk melakukan pembacaan holistik terhadap al-Qur’an tersebut membutuhkan metodologi dan pendekatan yang memadai. Metodologi dan pendekatan yang telah dipakai oleh para mufassir klasik menyisakan masalah penafsiran, yaitu belum dapat menyuguhkan pemahaman utuh, komprehensif, dan holistik. ‘Ilm munâsabah sebenarnya memberi langkah strategis untuk melakukan pembacaan dengan cara baru (al-qira’ah al-muashirah) asalkan metode yang digunakan untuk melakukan “perajutan” antar surat dan antar ayat adalah tepat. Untuk itu perlu dipikirkan penggunaan metode dan pendekatan hermeneutika dan antropologi filologis dalam ‘ilm munâsabah. Untuk memahami pengertian munâsabah dengan lebih mudah, dapat diperhatikan contoh-contoh berikut ini yang menampilkan macam-macam mnasabah. C. Macam-Macam Munâsabah 1. Munâsabah antar kata dengan kata dalam satu ayat. Dalam surat al-Hadid ayat 4 :
ﺝﺮﻳﻌ ﺎﻣﺎﺀِ ﻭﻤ ﺍﻟﺴﻦﺰﹺﻝﹸ ﻣﻳﻨ ﺎﻣﺎ ﻭﻬﻨ ﻣﺝﺮﻳﺨ ﺎﻣﺽﹺ ﻭﻲ ﺍﻷﺭ ﻓﺞﻳﻠ ﺎ ﻣﻠﹶﻢﻳﻌ…
… ﺎﻴﻬﻓ Artinya: “Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik padanya.”
36
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
Dari ayat diatas terlihat bahwa kata ﺞﻳﻠ (masuk) dihubungkan dengan huruf’athaf waw dengan kata ﺝﺮﻳﺨ(keluar). Disini jelas adanya hubungan perlawanan (munâsabah attadhadat). Demikian juga kata ﺰﹺﻝﹸﻳﻨ (turun) dan kata ﺝﺮﻳﻌ (naik). 2. Munâsabah antar ayat dengan ayat dalam satu surat yang sama Misalnya dalam surat al-Fatihah ayat 6 :
ﻴﻢﻘﺘﺴﺍﻁﹶ ﺍﻟﹾﻤّﺮﺎ ﺍﻟﺼﻧﺪﺍﻫ Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. Ayat ini bermunâsabah dengan ayat berikutnya yakni ayat 7 surat al-Fatihah :
ّﲔﺎﻟﻻ ﺍﻟﻀ ﻭﻬﹺﻢﻠﹶﻴﻮﺏﹺ ﻋﻀﻐﺮﹺ ﺍﻟﹾﻤ ﻏﹶﻴﻬﹺﻢﻠﹶﻴ ﻋﺖﻤﻌ ﺃﹶﻧﻳﻦﺍﻁﹶ ﺍﻟﱠﺬﺮﺻ Artinya: “Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan yang dimurkai dan bukan pula jalan yang sesat.” Munâsabah yang dimaksud dalam kedua ayat diatas adalah bahwa ayat 6 itu sesuai dan berhubungan ( bermunâsabah) dengan ayat 7, karena ayat 7 itu sebagai penjelasan dari ayat 6, yakni ketika diminta tunjukilah jalan yang lurus pada ayat 6, maka dijawab oleh ayat 7 bahwa jalan yang lurus itu adalah jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat ……dst. 3. Munâsabah antar ayat dengan ayat pada surat yang berbeda : Contohnya adalah surat al-Fatihah ayat 6 dengan surat alBaqarah ayat 2 :
ﲔﻘﺘﻠﹾﻤﻯ ﻟﺪ ﻫﻴﻪ ﻓﻳﺐ ﻻ ﺭﺎﺏﺘ ﺍﻟﹾﻜﻚﺫﹶﻟ Al-Fatihah ayat 6 : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” dan alBaqarah ayat 2 : “Kitab (al-Quran) itu tidak ada keraguan padanya.” Menurut komentar para ulama: ”oleh karena manusia memohon hidayah (petunjuk) kepada Allah akan jalan yang lurus dan benar (surat al-Fatihah ayat 6), maka pada ayat 2 surat alBaqarah dijelaskan kepada mereka bahwa jalan yang lurus dan benar yang mereka minta itu ada dalam “kitab itu“ yakni kitab al-
37
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
Quran (Ash-Shiddiqy,1993:150). Inilah yang dimaksudkan dengan munâsabah antar ayat dengn ayat pada surat yang berbeda. Kajian tentang munâsabah antar ayat, sama seperti kajian tentang munâsabah antar surat, berusaha menjadikan teks al-Qur’an sebagai kesatuan umum yang mengacu kepada berbagai hubungan yang mempunyai corak dalam istilah yang dipakai Abu Zaid (2001:226) “interptretatif”. Abu Zaid dalam mengkaji munâsabah antar ayat tidak memasukkan unsur eksternal, dan tidak pula berdasarkan pada bukti-bukti di luar teks. Akan tetapi teks dalam ilmu ini merupakan bukti itu sendiri. Dalam memberi contoh munâsabah antar ayat, disini akan dikemukakan bagaimana pemaparan dan penjelasan Muhammad Syahrour dalam Anjar Nugroho (pemikiranislam.wordpress.com.) ketika menafsirkan dan mengaitkan satu ayat dengan ayat lain untuk menampilkan makna otentik, yang dalam hal ini dipilihkan tentang masalah poligami : Al-Qur’an surat an-Nisa’(4) ayat 3 adalah ayat yang menjadi rujukan fundamental (dan satu-satunya) dalam urusan poligami dalam ajaran Islam :
ﻰﺜﹾﻨﺎﺀِ ﻣ ﺍﻟﻨﹺّﺴﻦ ﻣ ﻟﹶﻜﹸﻢﺎ ﻃﹶﺎﺏﻮﺍ ﻣﺤﻜﻰ ﻓﹶﺎﻧﺎﻣﺘﻲ ﺍﻟﹾﻴﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﻓ ﺃﹶﻻ ﺗﻢﻔﹾﺘﺇﹺﻥﹾ ﺧﻭ ﻚ ﺫﹶﻟﻜﹸﻢﺎﻧﻳﻤ ﺃﹶﻠﹶﻜﹶﺖﺎ ﻣ ﻣﺓﹰ ﺃﹶﻭﺪﺍﺣﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻮﺪﻌ ﺃﹶﻻ ﺗﻢﻔﹾﺘ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺧﺎﻉﺑﺭﺛﹸﻼﺙﹶ ﻭﻭ ﻮﻟﹸﻮﺍﻌﻰ ﺃﹶﻻ ﺗﻧﺃﹶﺩ Artinya: “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budakbudak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS.An-Nisa’:3) Syahrur (1992) dalam al-Kitâb wa-al-Qur’ân : Qirâ’ah mu’âsyirah, menjelaskan kata berasal dari kata qasatha dan berasal dari kata ‘adala. Kata qasatha dalam lisân al-Arâb mempunyai dua pengertian yang kontradiktif; makna yang pertama adalah al-‘adlu (Q.S. alMâidah/5:42, al-Hujarât/49:9, al-Mumtahanah/60:8). Sedangkan makna yang kedua adalah al-Dzulm wa al-jŭr (Q.S. al-Jinn/72:14).
38
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
Begitu pula kata al-‘adl, mempunyai dua arti yang berlainan, bisa berarti al-istiwa’ (baca sama, lurus) dan juga bisa berarti al-a’waj (bengkok). Di sisi lain ada berbedaan dua kalimat tersebut, al-qasth bisa dari satu sisi saja, sedang al-’adl harus dari dua sisi. Dari makna mufradat kata-kata kunci (key word) Q.S anNisa’/4:3 menurut buku al-Kitâb wa-al-Qur’ân : Qirâ’ah mu’âsyirah karya Syahrour, maka diterjemahkan dalam versi baru (baca : Syahrur) ayat itu sebagai berikut : Artinya: “Seandainya kamu khawatir untuk tidak bisa berbuat adil antara anak-anakmu dengan anak-anak yatim (dari istri-istri jandamu) maka jangan kamu kawini mereka. (namun jika kamu bisa berbuat adil, dengan memelihara anak-anak mereka yang yatim), maka kawinilah para janda tersebut dua, tiga atau empat. Dan jika kamu khawatir tidak kuasa memelihara anak-anak yatim mereka, maka cukuplah bagi kamu satu istri atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu akan lebih menjaga dari perbuatan zalim (karena tidak bisa memelihara anak-anak yatim)” Ayat di atas adalah kalimat ma’thufah (berantai) dari ayat ” yang merupakan kalimat bersyarat sebelumnya “… dalam kontek haqq al-yatâmâ, ayat selengkapnya adalah :
ﺇﹺﻟﹶﻰﻢﺍﻟﹶﻬﻮﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﺃﹶﻣﻻ ﺗﺒﹺﻴﺚﹶ ﺑﹺﺎﻟﻄﱠﻴﹺّﺐﹺ ﻭﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﺨﺪﺒﺘﻻ ﺗ ﻭﻢﺍﻟﹶﻬﻮﻰ ﺃﹶﻣﺎﻣﺘﻮﺍ ﺍﻟﹾﻴﺁﺗﻭ ﺍﺎ ﻛﹶﺒﹺﲑﻮﺑ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺣﻪ ﺇﹺﻧﻜﹸﻢﺍﻟﻮﺃﹶﻣ Artinya: “ Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, Jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakana (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar” (Q.S. an-Nisa’/4:2). Jika teori pembatasan (nazhariyah hududiyah) Syahrur diterapkan dalam menganalisis ayat itu, maka akan memunculkan dua macam al-hadd, yaitu hadd fi al-kamm (secara kuantitas) dan hadd fi al-kayf (secara kualitas). Pertama, hadd fi al-kamm. Ayat itu menjelaskan bahwa hadd al-adnâ atau jumlah minimal istri yang diperbolehkan syara’ adalah satu, karena tidak mungkin seorang beristri setengah. Adapun hadd al-a’la atau jumlah maksimum yang diperbolehkan adalah empat. Manakala seseorang beristri satu, dua, tiga atau empat orang, maka
39
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
dia tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah, tapi jikalau seseorang beristri lebih dari empat, maka dia telah melanggar hudŭd Allah. Pemahaman ini yang telah disepakati selama empat belas abad yang silam, tanpa memperhatikan konteks dan dalam kondisi bagaimana ayat tersebut memberikan batasan (hadd fi al-kayf). Kedua, hadd fi al-kayf. Yang dimaksud di sini adalah apakah istri tersebut masih dalam kondisi bikr (perawan) atau tsayyib/armalah (janda)?. Dengan kata lain, untuk istri pertama tidak disyaratkan adanya hadd fi al-kayf, maka diperbolehkan perawan atau janda, sedangkan pada istri kedua, ketiga dan keempat dipersyaratkan dari armalah/ tsayyib (janda yang mempunyi anak yatim). Maka seorang suami yang menghendaki istri lebih dari satu itu akan menanggung istri dan anak-anaknya yang yatim. Hal ini, menurut Syahrur, akan sesuai dengan pengertian ‘adl yang harus terdiri dari dua sisi, yaitu adil kepada anak-anaknya dari istri pertama dengan anak-anak yatim dari istri-istri berikutnya. Interpretasi seperti itu dikuatkan dengan kalimat penutup ayat: ִ Karena ya’ūlū berasal dari kata aul artinya katsratu al-iyâl (banyak anak yang ditanggung), maka yang menyebabkan terjadinya tindak kedzaliman atau ketidak-adilan terhadap mereka. Maka ditegaskan kembali oleh Syahrur, bahwa ajaran Islam tentang poligami, bukan sekedar hak atau keleluasaan seorang suami untuk beristri lebih dari satu, akan tetapi yang lebih esensial dari itu adalah pemeliharaan anak-anak yatim. Maka dalam konteks poligami di sini tidak dituntut adâlah (keadilan) antar istri-istrinya karena dijamin tidak akan dapat berbuat adil (lihat firman Allah Q.S. al-Nisa’/4:129) :
ﻞﹺﻴﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤﻤ ﻓﹶﻼ ﺗﻢﺘﺻﺮ ﺣﻟﹶﻮﺎﺀِ ﻭ ﺍﻟﻨﹺّﺴﻦﻴﻟﹸﻮﺍ ﺑﺪﻌﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻴﻌﻄﺘﺴ ﺗﻟﹶﻦﻭ ﺎﻴﻤﺣﺍ ﺭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﺗﻮﺍ ﻭﺤﻠﺼﺇﹺﻥﹾ ﺗ ﻭﻠﱠﻘﹶﺔﻌﺎ ﻛﹶﺎﻟﹾﻤﻭﻫﺬﹶﺭﻓﹶﺘ Artinya: “ dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
40
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Bentuk lain munâsabah antar ayat adalah tampak dalam hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Contoh dalam masalah ini misalnya dalam surat alMu’minun, ayat pertama yang berbunyi “qad aflaha al-mu’minun” lalu di bagian akhir surat tersebut berbunyi “innahu la yuflihu alkafirun”. Ayat pertama menginformasikan keberuntungan orangorang mu’min, sedangkan ayat kedua tentang ketidak beruntungan orang-orang kafir. Munâsabah antar surat ini juga dijumpai dalam contoh misalnya kata muttaqin dalam surat al-Baqarah : 2, dijelaskan oleh ayat berikutnya yang memberi informasi tentang ciri-ciri orangorang yang bertaqwa (muttaqun). 4. Munâsabah antar ayat pada akhir surat dengan awal surat berikutnya Ayat berikut yaitu akhir surat al-Waqi’ah ayat 96 ditutup dengan tasbih :
(٩٦) ﻴﻢﹺﻈ ﺍﻟﹾﻌﺑﹺّﻚﻢﹺ ﺭ ﺑﹺﺎﺳﺒﹺّﺢﻓﹶﺴ Jika diperhatikan, maka akan dijumpai munâsabah dengan awal surat berikutnya, meskipun tidak mudah untuk mencarinya. Umpamanya pada permulaan surat al-Hadid ayat 1 dimulai dengan tasbih:
(١) ﻴﻢﻜ ﺍﻟﹾﺤﺰﹺﻳﺰ ﺍﻟﹾﻌﻮﻫﺽﹺ ﻭﺍﻷﺭ ﻭﺍﺕﺎﻭﻤﻲ ﺍﻟﺴﺎ ﻓ ﻣﻠﱠﻪ ﻟﺢﺒﺳ Artinya: “Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah….” “Maka bertasbilah dengan (menyebut) nama Tuhan mu Yang Maha Besar” Atau pada contoh lain yaitu akhir surat al-Fatihah ayat 7:
(٧) ّﲔﺎﻟﻻ ﺍﻟﻀ ﻭﻬﹺﻢﻠﹶﻴﻮﺏﹺ ﻋﻀﻐﺮﹺ ﺍﻟﹾﻤ ﻏﹶﻴﻬﹺﻢﻠﹶﻴ ﻋﺖﻤﻌ ﺃﹶﻧﻳﻦﺍﻁﹶ ﺍﻟﱠﺬﺮﺻ Artinya: ”(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Ayat ini bermunâsabah dengan awal surat berikutnya :
41
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
ִ &'( #$% 23 4 /)0 1 . )*+, # &@( 89 : ;<=☺4) ? 56 7 Artinya: ”Alif Lam Mim. Kitab ( Al-Quran ) itu tidak ada keaguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang taqwa.” ( QS. AlBaqarah :2). Munâsabah ayat tersebut terletak pada adanya jawaban atas pernyataan “jalan yang telah diberi nikmat…dst. itu adanya hanya pada kitab Al-Quran. 5. Munâsabah antara nama surat dengan tujuan turunnya Nama surat al-Quran selalu menjadi tema pembicaraan dari isi kandungannya (Az-Zarqani,tt:351). Umpamanya nama surat alBaqarah (sapi betina) sangat jelas tercermin dari isi kandungannya khususnya pada ayat ke 67-71 :
ﺍﻭﺰﺎ ﻫﺬﹸﻧﺨﺘﺓﹰ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶﺗﻘﹶﺮﻮﺍ ﺑﺤﺬﹾﺑ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻛﹸﻢﺮﻳﺄﹾﻣ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﻪﻣﻘﹶﻮﻰ ﻟﻮﺳﺇﹺﺫﹾ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣﻭ ﺎﺎ ﻣ ﻟﹶﻨﻴﹺّﻦﻳﺒ ﻚﺑﺎ ﺭ ﻟﹶﻨﻉ( ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺍﺩ٦٧) ﲔﻠﺎﻫ ﺍﻟﹾﺠﻦ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻛﹸﻮﻥﹶ ﻣﻮﺫﹸ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﻋ ﺎﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﻓﹶﺎﻓﹾﻌﻚ ﺫﹶﻟﻦﻴﺍﻥﹲ ﺑﻮ ﻋﻻ ﺑﹺﻜﹾﺮﺽ ﻭ ﺓﹲ ﻻ ﻓﹶﺎﺭﹺﻘﹶﺮﺎ ﺑﻬﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺇﹺﻧ ﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇﹺﻧﻲﻫ ﺓﹲﻘﹶﺮﺎ ﺑﻬﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺇﹺﻧ ﻪﺎ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇﹺﻧﻬﻧﺎ ﻟﹶﻮﺎ ﻣ ﻟﹶﻨﻴﹺّﻦﻳﺒ ﻚﺑﺎ ﺭ ﻟﹶﻨﻉ( ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺍﺩ٦٨) ﻭﻥﹶﺮﻣﺆﺗ ﺇﹺﻥﱠﻲﺎ ﻫﺎ ﻣ ﻟﹶﻨﻴﹺّﻦﻳﺒ ﻚﺑﺎ ﺭ ﻟﹶﻨﻉ( ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺍﺩ٦٩) ﺮﹺﻳﻦﺎﻇ ﺍﻟﻨﺮﺴﺎ ﺗﻬﻧ ﻟﹶﻮﻊﺍﺀُ ﻓﹶﺎﻗﻔﹾﺮﺻ ﺓﹲ ﻻﻘﹶﺮﺎ ﺑﻬﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺇﹺﻧ ﻪ( ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇﹺﻧ٧٠) ﻭﻥﹶﺪﺘﻬ ﻟﹶﻤﺎﺀَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎ ﺇﹺﻥﹾ ﺷﺇﹺﻧﺎ ﻭﻨﻠﹶﻴ ﻋﻪﺎﺑﺸ ﺗﻘﹶﺮﺍﻟﹾﺒ ﺎ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺍﻵﻥﹶ ﺟﹺﺌﹾﺖﻴﻬﺔﹶ ﻓﻴﺔﹲ ﻻ ﺷﻠﱠﻤﺴﺙﹶ ﻣﺮﻲ ﺍﻟﹾﺤﻘﺴﻻ ﺗ ﻭﺽ ﺍﻷﺭﲑﺜﺫﹶﻟﹸﻮﻝﹲ ﺗ (٧١) ﻠﹸﻮﻥﹶﻳﻔﹾﻌ ﻭﺍﺎ ﻛﹶﺎﺩﻣﺎ ﻭﻮﻫﺤﻖﹺّ ﻓﹶﺬﹶﺑﺑﹺﺎﻟﹾﺤ Artinya: “ Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan
42
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” Munâsabah pada ayat tersebut adalah adanya hubungan antara judul surat al-Baqarah (sapi betina) dengan adanya perintah Allah kepada kaum Nabi Musa untuk menyembelih “sapi betina” sebagaimana tercermin pada ayat ke 67 diatas dan ayat berikutnya. Disamping itu dalam surat al-Baqarah ini juga mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian. 6. Munâsabah antara awal surat dengan akhir surat yang sama Munâsabah yang semacam ini terdapat dalam surat alQashshah yang diawali dengan penjelasan perjuangan Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan dari Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir setelah mengalami berbagai tekanan. Dalam awal surat ini juga dijelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang yang kafir. Pada akhir surat ini Allah menyampaikan kabar gembira kepada nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya sebagaimana yang pernah terjadi pada nabi Musa dahulu. Munâsabahnya disini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
43
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
7. Munâsabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya Dalam surat al-Baqarah ayat 1 sampai 5 umpamanya Allah memulai penjelasan Nya tentang kebenaran dan fungsi al-Quran bagi orang-orang yang bertaqwa serta ciri-ciri nya. Inilah kelompok ayat tesebut :
ﹺﻴﻮﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﹾﻐﻨﻣﻳﺆ ﻳﻦ( ﺍﻟﱠﺬ٢) ﲔﻘﺘﻠﹾﻤﻯ ﻟﺪ ﻫﻴﻪ ﻓﻳﺐ ﻻ ﺭﺎﺏﺘ ﺍﻟﹾﻜﻚ( ﹶﺫﻟ١) ﺍﱂ ﺐ ﻚﺰﹺﻝﹶ ﺇﹺﻟﹶﻴﺎ ﺃﹸﻧﻮﻥﹶ ﺑﹺﻤﻨﻣﻳﺆ ﻳﻦﺍﻟﱠﺬ( ﻭ٣) ﻘﹸﻮﻥﹶﻔﻳﻨ ﻢﺎﻫﻗﹾﻨﺯﺎ ﺭﻤﻣﻼﺓﹶ ﻭﻮﻥﹶ ﺍﻟﺼﻴﻤﻳﻘﻭ ﺑﹺّﻬﹺﻢ ﺭﻦﻯ ﻣﺪﻠﹶﻰ ﻫ ﻋﻚ( ﺃﹸﻭﹶﻟﺌ٤) ﻮﻥﹶﻨﻮﻗ ﻳﻢ ﻫﺓﺮﺑﹺﺎﻵﺧ ﻭﻚﻠ ﻗﹶﺒﻦﺰﹺﻝﹶ ﻣﺎ ﹸﺃﻧﻣﻭ (٥) ﻮﻥﹶﺤﻔﹾﻠ ﺍﻟﹾﻤﻢ ﻫﻚﺃﹸﻭﻟﹶﺌﻭ Artinya:” Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqw, (yaitu) mereka yang berim kepada yang ghai, yang mendirikan shalat,dan menafkahkan sebahagian( rizki ) yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS.AlBaqarah:1-5) Pada kelompok ayat berikutnya yakni pada ayat 6 dan 7 setelah menjelaskan tentang kondisi dan cirri-ciri orang taqwa, maka Allah Swt. menggambarkan tentang keadaan orang kafir serta sifat-sifatnya. Berikut ini ayatnya :
ﻢ ﺘ( ﺧ٦) ﻮﻥﹶﻨﻣﻳﺆ ﻻﻢﻫﺭﺬﻨ ﺗ ﻟﹶﻢ ﺃﹶﻡﻢﻬﺗﺬﹶﺭ ﺀَﹶﺃﻧﻬﹺﻢﻠﹶﻴﺍﺀٌ ﻋﻮﻭﺍ ﺳ ﻛﹶﻔﹶﺮﻳﻦﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬ ﻴﻢﻈ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﻋﻢﻟﹶﻬﺓﹲ ﻭﺎﻭﺸ ﻏﻢﺎﺭﹺﻫﺼﻠﹶﻰ ﺃﹶﺑﻋ ﻭﻬﹺﻢﻌﻤﻠﹶﻰ ﺳﻋ ﻭﻠﹶﻰ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﹺﻬﹺﻢ ﻋﺍﻟﻠﱠﻪ (٧) Artinya :”Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah Telah menutup (menguncimati) hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup,dan bagi mereka siksa yang amat berat.”
44
… Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami
Pada kelompok ayat berikutnya yakni kelompok ayat 8 -20 Allah menjelaskan pula keadaan dan sifat-sifat orang munafik secara panjang lebar :
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱﹺ ﻣﻦ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺁﻣﻨﺎ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪ ﻭﺑﹺﺎﻟﹾﻴﻮﻡﹺ ﺍﻵﺧﺮﹺ ﻭﻣﺎ ﻫﻢ ﺑﹺﻤﺆﻣﻨﹺﲔ(٨) ﻳﺨﺎﺩﻋﻮﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺍﻟﱠﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﻣﺎ ﻳﺨﺪﻋﻮﻥﹶ ﺇﹺﻻ ﺃﹶﻧﻔﹸﺴﻬﻢ ﻭﻣﺎ ﻳﺸﻌﺮﻭﻥﹶ ) (٩ﻓﻲ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﹺﻬﹺﻢ ﻣﺮﺽ ﻓﹶﺰﺍﺩﻫﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺮﺿﺎ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﺃﹶﻟﻴﻢ ﺑﹺﻤﺎ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻳﻜﹾﺬﺑﻮﻥﹶ )(١٠ ﻭﺇﹺﺫﹶﺍ ﻗﻴﻞﹶ ﻟﹶﻬﻢ ﻻ ﺗﻔﹾﺴِﺪﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽﹺ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺇﹺﻧﻤﺎ ﻧﺤﻦ ﻣﺼﻠﺤﻮﻥﹶ ) (١١ﺃﹶﻻ ﺇﹺﻧﻬﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﹾﻤﻔﹾﺴِﺪﻭﻥﹶ ﻭﻟﹶﻜﻦ ﻻ ﻳﺸﻌﺮﻭﻥﹶ ) (١٢ﻭﺇﹺﺫﹶﺍ ﻗﻴﻞﹶ ﻟﹶﻬﻢ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻛﹶﻤﺎ ﺁﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶﻧﺆﻣﻦ ﻛﹶﻤﺎ ﺁﻣﻦ ﺍﻟﺴﻔﹶﻬﺎﺀُ ﺃﹶﻻ ﺇﹺﻧﻬﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﺴﻔﹶﻬﺎﺀُ ﻭﻟﹶﻜﻦ ﻻ ﻳﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ) (١٣ﻭﺇﹺﺫﹶﺍ ﻟﹶﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﱠﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺁﻣﻨﺎ ﻭﺇﹺﺫﹶﺍ ﺧﻠﹶﻮﺍ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺷﻴﺎﻃﻴﻨﹺﻬﹺﻢ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺇﹺﻧﺎ ﻣﻌﻜﹸﻢ ﺇﹺﻧﻤﺎ ﻧﺤﻦ ﻣﺴﺘﻬﺰﹺﺋﹸﻮﻥﹶ ) (١٤ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻳﺴﺘﻬﺰﹺﺉ ﹺﺑﻬﹺﻢ ﻭﻳﻤﺪﻫﻢ ﻓﻲ ﻃﹸﻐﻴﺎﻧﹺﻬﹺﻢ ﻳﻌﻤﻬﻮﻥﹶ ) (١٥ﺃﹸﻭﻟﹶﺌﻚ ﺍﻟﱠﺬﻳﻦ ﺍﺷﺘﺮﻭﺍ ﺍﻟﻀﻼﻟﹶﺔﹶ ﺑﹺﺎﻟﹾﻬﺪﻯ ﻓﹶﻤﺎ ﺭﺑﹺﺤﺖ ﺗﺠﺎﺭﺗﻬﻢ ﻭﻣﺎ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻣﻬﺘﺪﻳﻦ (١٦) ﻣﺜﹶﻠﹸﻬﻢ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞﹺ ﺍﻟﱠﺬﻱ ﺍﺳﺘﻮﻗﹶﺪ ﻧﺎﺭﺍ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﺃﹶﺿﺎﺀَﺕ ﻣﺎ ﺣﻮﻟﹶﻪ ﺫﹶﻫﺐ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑﹺﻨﻮﺭﹺﻫﻢ ﻭﺗﺮﻛﹶﻬﻢ ﻓﻲ ﻇﹸﻠﹸﻤﺎﺕ ﻻ ﻳﺒﺼﺮﻭﻥﹶ ) (١٧ﺻﻢ ﺑﻜﹾﻢ ﻋﻤﻲ ﻓﹶﻬﻢ ﻻ ﻳﺮﺟﹺﻌﻮﻥﹶ ) (١٨ﺃﹶﻭ ﻛﹶﺼﻴﹺّﺐﹴ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀِ ﻓﻴﻪ ﻇﹸﻠﹸﻤﺎﺕ ﻭﺭﻋﺪ ﻭﺑﺮﻕ ﻳﺠﻌﻠﹸﻮﻥﹶ ﺃﹶﺻﺎﺑﹺﻌﻬﻢ ﻓﻲ ﺁﺫﹶﺍﻧﹺﻬﹺﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻮﺍﻋﻖﹺ ﺣﺬﹶﺭ ﺍﻟﹾﻤﻮﺕ ﻭﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺤﻴﻂﹲ ﺑﹺﺎﻟﹾﻜﹶﺎﻓﺮﹺﻳﻦ (١٩) ﻳﻜﹶﺎﺩ ﺍﻟﹾﺒﺮﻕ ﻳﺨﻄﹶﻒ ﺃﹶﺑﺼﺎﺭﻫﻢ ﻛﹸﻠﱠﻤﺎ ﺃﹶﺿﺎﺀَ ﻟﹶﻬﻢ ﻣﺸﻮﺍ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﹺﺫﹶﺍ ﺃﹶﻇﹾﻠﹶﻢ ﻋﻠﹶﻴﻬﹺﻢ ﻗﹶﺎﻣﻮﺍ ﻭﻟﹶﻮ ﺷﺎﺀَ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﺬﹶ ﻫﺐ ﺑﹺﺴﻤﻌﻬﹺﻢ ﻭﺃﹶﺑﺼﺎﺭﹺﻫﻢ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﹺّ ﺷﻲﺀٍ ﻗﹶﺪﻳﺮ(٢٠) Artinya:”Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan
45
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." Allah akan (membalas) olokolokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat.Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS.Al-Baqarah:8-20) Jadi jelaslah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya secara berurutan terdapat munâsabah tentang 3 macam tipe kualitas manusia yakni orang taqwa, orang kafir dan orang munafik. D. Urgensi Dan Kegunaan Mempelajari Munâsabah Selain asbab al-nuzul, munâsabah juga sangat berperan dalam memahami al-Quran. Al-Quran yang turun selama lebih dari 22
46
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
tahun lamanya yang mengandung bermacam-macam hukum dan dengan berbagai sebab turun yang berbeda pula, ternyata jika diteliti secara cermat ia memiliki ayat-ayat yang berhubungan erat (munâsabah). Dengan mempelajari munâsabah terdapat beberapa manfaat antara lain : 1. Terbantahlah anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa tema-tema al-Quran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang lainnya, karena ternyata rangkaian ayatayatnya memiliki keterkaitan yang menakjubkan. Artinya: “ mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS.AlBaqarah:189) Membaca ayat ini orang akan bertanya-tanya “apakah korelasi antara pembicaraan bulan sabit dengan mendatangi rumah?. Ketika menjelaskan munâsabah kedua ayat ini AzZarkasyi (1957:41) mengatakan:” Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas dan kemaslahatan bagi hamba-hamba Nya, maka tinggalkan pertanyaan tentang hal itu, dan perhatikan sesuatu yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan merupakan sebuah kebaikan.” 2. Dapat menolak pandangan akan adanya kekacauan dalam penyusunan al-Quran, misalnya : mengapa surat al-Fatihah diletakkan pada awal surat dan bukan surat al-‘Alaq, padahal secara historis awal surat inilah yang terlebih dahulu diturunkan. Sebaliknya mengapa surat an-Naas diletakkan pada akhir surat, bukan surat al-Maidah ayat 3, padahal secara historis surat inilah yang terakhir diturunkan. 3. Dapat memudahkan pemahaman al-Quran, baik antara ayat dengan ayat maupun surat dengan surat dalam al-Quran. 4. Dapat menggantikan sebab nuzulnya apabila sebab-sebab tersebut tidak disebutkan dalam bentuk nyata. Hal ini
47
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
dikarenakan keterpautan antara satu ayat dengan ayat dapat menggambarkan sesuatu yang kita maksudkan dan tidak perlu lagi mengetahui sejarah nuzulnya satu persatu. 5. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an ) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri. E. Penutup Keseluruhan teks dalam al-Qur’an merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait. Keseluruhan teks al-Qur’an menghasilkan pandangan dunia yang pasti. Dari sinilah umat Islam dapat memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab petunjuk (hudan) yang betul-betul mencerahkan (enlighten) dan mencerdaskan (educate). Sungguh sangat masuk akal untuk melakukan pembacaan holistik terhadap al-Qur’an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif tersebut membutuhkan metodologi dan pendekatan yang memadai. Ilmu Asbab al-Nuzul, Makkiyah dan Madaniya, Nasikh Mansukh dan lainnya adalah diantara ilmu yang dapat membantu memahami/menafsirkan al-Quran tersebut. Metodologi dan pendekatan yang telah dipakai oleh para mufassir klasik menyisakan masalah penafsiran, yaitu belum dapat menyuguhkan pemahaman yang utuh, komprehensif, dan holistik. Dengan ditemukannya ‘Ilm al-munâsabah al-Quran telah memberi langkah strategis untuk melakukan pembacaan dengan cara baru asalkan metode yang digunakan untuk melakukan “perajutan” antar ayat dengan ayat atau surat dengan surat yang lain adalah tepat sehingga diharapkan dapat menghasilkan pemahaman al-Quran yang komprehensif. KEPUSTAKAAN Al-Hishny, Muhammad bin Alwy al-Maliky, Mutiara Ilmu-Ilmu AlQuran, Terj : Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 1999). Al-Qaththan, Manna’, Mabahis fi Ulum al-Quran, (Mansyurat alAshr al-Hadis : 1973)
48
Syamsu Nahar : “Al-Munāsabah” Dan Urgensinya Dalam Memahami …
Al-Zarqani, Muhammad, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Quran, Isa al-Babi al-Halabi, Anwar, Rosihon, Ulumul Quran (Bandung: Putaka Setia, 2000). Ash-Shiddiqy, Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, 1993. _________________, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, 1994 As-Suyuti, Jalal ad-Din, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut, Dar alFikr, Jilid I: tt). Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Kata Pengantar dalam buku Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, penterjemah: Ahsin Mohammad (Bandung : Penerbit Pustaka, 1995) Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, penterjemah: Ahsin Mohammad (Bandung : Penerbit Pustaka, 1995) Syahrour, Muhammad, Al-Kitâb wa al-Qur’an : Qira’ah Mu’ashirah (Kairo : Sina Publisher, cet. I, 1992). Watt, Montgomery, Pengantar Study al-Quran, Terj. Taufiq Adnan Amal (Jakarta: Rajawali Press, 1991). Zaid, Nasr Hamid Abu, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : LkiS, 2001) Zarkasyi, al-Burhan fi ulum al-Quran, (Beirut, Libanon: Dar alFikr, 1998).
49