Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 610 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
EVALUATION ON ERADICATION OF MALNUTRITION AMONG UNDER-FIVE CHIDLREN IN COMMUNITY HEALTH CENTERS (CHC) OF BELU DISTRIC, NTT PROVINCE (CHC CASE STUDY WITH HIGHEST CASE OF MALNUTRITION) Agustina A. Seran ABSTRACT Background : Nutrient deficiency is a nutritional problem that affects thousands of under-five children in Indonesia. Many factors cause nutrient deficiency; two of which are not exclusively breastfeed infections disease nutritional problems, was 84,3%out of 67,539 under-five children Province. In Belu District in NTT, under-five children who suffered from nutrient deficiency were 33% and from malnutrition were 6,4%. In fact, under-five children who have died due to malnutrition are four children. Objective : To evaluate the eradication of malnutrition among under-five children in posyandu (Integrated services) of CHCs with highest case of malnutrition. Method: This was a case-study, evaluation research with a cross-sectional research design and a quantitative approach, supported with a qualitative approach. The independent variables were exclusive breastfeeding and the symptom of infectious disease and the dependent variables was nutritional status. Subjects were 200 children in posyandu of CHCs with the highest case of malnutrition taken with non probability sampling. Data were analyzed using univariable, bivariable and multivariable analyses. Results : Of 200 under-five children in this research, good nutritional status was 32,5%, bad nutritional status was 41,5% and poor nutritional status was 26%. The coverage of malnutrition early detection was still under 80%. Based on the findings, children who received exclusive breastfeeding were 21,5% and children who experienced the symptom of a disease were 45,5%. The prevalence of under-five children who did not receive exclusive breastfeeding and infectious disease was likely to present a greater risk of nutrient deficiency (RP=4.6; CI 95%=2.12-10.21 and RP-2.2; CI 9%=1.13-4.30). Maternal education affected the incidence of nutrient deficiency (RP=1.2; CI 95%=0.05– 2.95). Variable of maternal knowledge was significant statistically and practically. Conclusion : Exclusive breastfeeding, infectious disease, maternal education and knowledge were influential toward the incident of nutrient deficiency or malnutrition. Keywords : evaluation, nutritional status, posyandu.
611 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
Pendahuluan
yang
Kurang gizi adalah salah satu
tidak
kurang
gizi.
Setiap
tahun kurang lebih 11 juta balita di
masalah gizi yang melanda ribuan
seluruh
balita di Indonesia. Kurang kalori
karena
dunia
meninggal
penyakit
*) Dosen Jurusan Kebidanan - Poltekkes Kemenkes Kupang energy protein (KEP) adalah infeksi
saluran
infeksi
oleh seperti
pernapasan
akut
masalah yang banyak diderita oleh
(ISPA), diare, malaria, campak dan
kelompok umur balita (Depkes RI,
lain-lain. Adapun kematian balita
2000).1 UNICEF (1990) membagi
yang
penyebab
masalah
masalah
menjadi
penyebab
kurang
gizi
langsung,
berkaitan
dengan
adanya
adalah
60%.5
gizi
Kematian
anak
di
Indonesia
oleh
sosial
ekonomi
penyebab tidak langsung, masalah
disebabkan
pokok
akar
antara lain karakteristik ibu (umur,
(2006)
paritas dan jarak kelahiran) yang
di
masyarakat
masalah.2
Breman
dan
mengatakan banyak factor yang
secara
menyebabkan
kematian
terjadinya
kurang
langsung
mempengaruhi
anak,
pencemaran
energi protein pada balita antara
lingkungan, kecelakaan, penyakit
lain penyakit infeksi seperti malaria
dan gizi (Mosley dan Chen, 1984).6
dan penyakit infeksi yang lain.3
Kejadian gizi buruk terhadap
Menurut WHO (2002), masalah
balita disebabkan banyak
gizi berdampak pada kesakitan dan
seperti
kematian
sosial
terutama
pada
balita.
:
ekonomi, budaya,
pendidikan, pertanian,
Kejadian peningkatan gizi kurang
kesehatan
dan gizi buruk dengan gejala klinis
faktor yang mempengaruhi status
marasmus,
gizi
kwashiorkor
marasmus-kwashiorkor
dan selalu
anak
kurang
dan
faktor
lain-lain.
balita
gizi
dan
pada
Faktor-
penyebab balita
di
disertai dengan penyakit infeksi.4
masyarakat bahwa krisis ekonomi,
Menurut Soekirman (1999) balita
politik dan sosial merupakan akar
yang kurang gizi mempunyai resiko
permasalahan
meninggal
Penyebab
lebih
tinggi
dibandingkan dengan anak balita
kurang langsung
gizi. adalah
ketidakseimbangan antara asupan
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 612 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
makanan yang berkaitan dengan
tuberculosis (TBC), batuk pilek); g)
penyakit
kebersihan
infeksi.
Kekurangan
diri
dan
lingkungan
asupan makanan membuat daya
yang kotor, Direktorat Bina Gizi
tahan tubuh menjadi lemah yang
Masyarakat
memudahkan
(1999) mengungkapkan KEP adalah
terkena
penyakit
(2006).8
infeksi karena iklim tropis, sanitasi
bentuk
lingkungan buruk sehingga menjadi
disebabkan
kurang gizi. Penyebab secara tidak
terutama
langsung
tidak memenuhi kebutuhan anak
gizi
persediaan
buruk
pangan
di
yaitu rumah
tangga yang kurang, pola asuh anak
yang
kurang
akan
masalah
Soekirman
oleh factor
energi
gizi
yang
banyak
factor,
makanan
dan
protein
yang serta
akibat dari penyakit infeksi.9
memadai,
Program perbaikan gizi makro
sanitasi kesehatan lingkungan yang
terutama untuk mengatasi masalah
kurang baik dan akses pelayanan
KEP. Upaya dalam mengatasi KEP
kesehatan yang terbatas, UNICEF
yaitu
(1999).7
keadaan
Penyebab gizi buruk yang lain
:
1)
ASI
kualitas
mendapat
keluarga;
meningkatkan masyarakat;
atau
meningkatkan
gizi
adalah : a) balita tidak mendapat ekslusif
perlu
2)
partisipasi 3)
meningkatkan
pelayanan
gizi
di
makanan selain ASI sebelum umur
puskesmas,
6 bulan; b) balita yang disapih
rumah tangga; 4) meningkatkan
sebelum umur 2 tahun; c) balita
konsumsi energi dan protein pada
yang
balita gizi buruk. Penanggulangan
tidak
mendapat
makanan
balita
pada umur 6 bulan atau umur lebih;
sesuai standar prosedur yang telah
d) MP-ASI kurang atau tidak bergizi;
ditetapkan
e) setelah umur 6 bulan balita
diharapkan
jarang disusui; f) balita sakit dalam
prevalensi
lama
(diare,
campak,
buruk
di
maupun
pendamping air susu ibu (MP-ASI)
waktu
gizi
posyandu
baik
puskesmas
yang dapat gizi
nantinya menurunkan
buruk
dengan
613 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
mencegah munculnya gizi buruk
posyandu;
baru, Depkes RI (2005).10
penanggulangan balita gizi buruk di
Perkembangan
evaluasi
gizi
posyandu dan rumah tangga belum
Nusa
pernah dilakukan; 7) perlu evaluasi
Tenggara Timur (NTT) juga belum
penanggulangan balita gizi buruk di
menunjukkan perbaikan termasuk
posyandu dan rumah tangga di
Kabupaten Belu. Status gizi dan
puskesmas yang kasus gizi buruk
partisipasi
tertinggi.
masyarakat
di
keadaan
6)
Provinsi
masyarakat
pada
penimbangan balita di posyandu Kabupaten
Belu
dari
tahun
ke
Dengan mengacu pada uraian di
atas,
maka
peneliti
tahun sangat rendah (kurang dari
melakukan
target 80%). Jumlah balita yang
“evaluasi
datang di posyandu dan ditimbang
gizi buruk di posyandu dan rumah
77,5%,
tangga
jumlah
yang
naik
berat
penelitian
ingin tentang
penanggulangan di
Puskesmas
balita Nualain
badan 39,9%, gizi baik 60,7%, gizi
Kabupaten Belu NTT tahun 2006”.
kurang 32,9%, gizi buruk 6,4%,
Metode Penelitian
Dinkes Kabupaten Belu (2008).11
Jenis
Berdasarkan data dan fakta
kasus
penelitian
(case
study),
yang ada pada latar belakang di
evaluasi
atas dapat diidentifikasi beberapa
rancangan
cross
permasalahan
bertujuan
untuk
yang
terjadi
di
ini
dengan
adalah bersifat
menggunakan sectional
yang
mengevaluasi
Kabupaten Belu antara lain : 1)
pelaksanaan
kejadian balita gizi buruk terus
balita gizi buruk di posyandu. Studi
meningkat tiap tahun; 2) masih
kasus adalah upaya untuk mencari
tingginya angka kematian balita
jawaban
pertanyaan-pertanyaan
gizi buruk; 3) kinerja posyandu
penelitian
yang
belum
tingkat
sesuai dengan teori yang ada dan
pada
sesuai dengan bukti unik yang baru
partisipasi
optimal;
4)
masyarakat
penimbangan di posyandu rendah; 5) peran petugas kesehatan dan kader sangat menentukan kegiatan
penanggulangan
sangat
spesifik
dari kejadian tersebut.12 Penelitian
ini
dilakukan
posyandu pada Puskesmas Nualain
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 614 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
Kecamatan Lakmanen Kabupaten Belu
Provinsi
NTT.
Populasinya
Hasil dan Pembahasan Pada
tabel
1
ditunjukkan
adalah anak-anak balita yang ada
bahwa, anak balita mengalami gizi
di wilayah posyandu di Puskesmas
kurang lebih banyak 135 (67,5%)
Nualain.
dalam
dibandingkan dengan anak balita
penelitian ini sebesar 200 anak usia
yang gizi baik 65 (32,5). Mayoritas
6-59 tahun. Pengambilan sampel
anak balita tidak mendapat ASI
dengan menggunakan teknik non
ekslusif
probabilitas sampel dengan cara
dibandingkan
judgmental Sampel, Lemeshow at
mendapat ASI ekslusif. Sedangkan
al (1997).13 Variabel terikat yang
anak balita yang tidak mengalami
diukur adalah status gizi, variabel
gejala penyakit infeksi lebih rendah
bebas
adalah
(9%) dibanding mengalami gejala
pemberian ASI ekslusif dan gejala
penyakit infeksi. Anak balita yang
penyakit
luar
kurang gizi (gizi kurang dan gizi
dan
buruk) masih sangat tinggi dari
adalah
Besar
yang
sampel
dinilai
infeksi,
variabel
pengetahuan
ibu
lebih
tinggi
anak
(57%)
balita
yang
tingkat pendidikan ibu. anak yang berstatus gizi baik. Tabel 1. Karakteristik Anak dan Responden (Ibu Balita) Variabel Status gizi balita n (%) : Kurang Baik Pemberian ASI n (%) : Tidak ekslusif Ekslusif Penyakit infeksi n (%): Ya Tidak Pengetahuan ibu n (%) : Rendah Tinggi Tingkat Pendidikan n (%) : Rendah Tinggi
Jumlah Anak Balita (n=200) 135 (67,5) 65 (32,5) 157 (78,5) 43 (21,5) 91 (45,4) 109 (54,4) 147 (73,5) 53 (26,5) 169 (84,5) 31 (15,5)
Pada table 5 terlihat bahwa
penyakit infeksi (75,8%). Hasil uji
anak balita sebagian besar tidak
chi square yang dilakukan untuk
mendapat ASI eksusif (72,5%) dan
menilai antara pemberian ASI dan
anak
gejala
yang
mengalami
gejala
penyakit
infeksi
terhadap
615 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
gizi kurang, diperoleh gambaran
bahwa
bahwa statistik terhadap hubungan
tambahan diberikan kepada anak
yang
balita mulai umur 0-3 bulan (ASI
bemakna
RP=2,0;
CI
(nilai
p=0,000;
95%=1,31-2,78
dan
pemberian
makanan
ditambah pisang), 4-6 bulan (ASI, pisang).15
p=0,022; RP=1,2; CI 95%=1,03-
bubur,
1,51). Hal ini dapat diartikan bahwa
Sabarini (2008) mengatakan hanya
prevalensi anak
yang tidak ASI
7,2% anak yang mendapatkan ASI
ekslusif dan anak yang mengalami
ekslusif hingga 6 bulan di dunia
gejala penyakit infeksi lebih besar
pada tahun 2007
mengalami
kurang
Indonesia rata-rata mendapat ASI
dibandingkan dengan anak yang
kurang dari 2 bulan. Kematian anak
mendapat ASI ekslusif dan anak
balita di NTT pada Bulan Januari
yang
gejala
sampai dengan Juni 2008 yang
Analisis
berhubungan dengan kurang gizi
membuktikan pengetahuan ibu dan
sebanyak 31 anak.16 Peneltian lain
tingkat
yaitu
gizi
tidak
penyakit
mengalami infeksi.
pendidikan
menunjukkan
ibu
dan
yang
dalam
anak
di
dilakukan
yang
oleh Supraptini et al (2003) yang
bermakna dengan gizi kurang (nilai
mengambil data studi kesehatan
p=0,000; RP=1,6; CI 95%=1,22-
ibu dan anak (SKIA) 2001, bayi
2,27
umur 6-7 bulan yang mendapat ASI
dan
hubungan
penelitian
Vincent
p=0,013;
RP=1,4;
CI
secara ekslusif 5,5%.17 Studi yang
95%=1,00-2,14). Hasil
al
ada menunjukkan pendidikan ibu
(2002) di Amerika Serikat yang
dapat menyebabkan kurang gizi,
meneliti
dimana tingkat pendidikan yang
ekslusif
penelitian
Ran
kecenderungan dari
tahun
ke
at
ASI tahun
menemukan proporsi ASI ekslusif 6 bulan
(2001)
sebesar
17,2%.14
Penelitian Tato (2003) di Jawa Barat
rendah
meningkatkan
resiko
terjadinya kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk), Suhardjo (1996).18
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 616 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
Tabel 2. Hubungan Pemberian ASI, Penyakit Infeksi, Pengetahuan ibu dan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Gizi Kurang di Kabupaten Belu NTT Status gizi Rp Variabel Kurang Baik X2 P (95%CI) N=135(%) N=65(%) Pemberian ASI Tidak ekslusif 118 (75,2) 39 (24,8) 19,5 0,00 2,0 (1,31Ekslusif 17 (39,5) 26 (24,8) 3 0 2,78) Penyakit infeksi 1 Ya 69 (75,8) 22 (24,2) Tidak 66 (60,5) 43 (39,5) 5,27 0,02 1,2 (1,03Pengetahuan ibu 2 1,51) Rendah 11 (75,5) 36 (39,5) 1 Tinggi 24 (45,4) 29 (39,5) 16,2 Tingkat 2 0,00 1,6 (1,22pendidikan 120 (71,0) 49 (29,0) 0 2,27) Rendah 15 (48,4) 16 (51,6) 1 Tinggi 6,11 0,01 1,4 (1,003 2,14) 1 2 : X Chi Square dengan derajat bebas 2 p : p value RP : Ratio Prevalensi Model
tiga
anak balita (lihat table 3). Hasil
menunjukkan pemberian ASI tidak
penelitian Sah di Nepal 92004), ada
ekslusif dan anak yang mengalami
hubungan yang bermakna antara
gejala penyakit infeksi mempunyai
pendidikan ibu dengan berat badan
hubungan yang bermakna secara
yang rendah (p=0,004) dan ada
praktis dan statistic dengan kurang
hubungan
gizi pada anak balita. Pengetahuan
menderita
ibu
gizi.19
dan
1
sampai
tingkat
mempunyai
pendidikan
hubungan
ibu yang
signifikan dengan kurang gizi pada
antara diare
Hasil
anak
yang
dengan
kurang
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Bangladesh
(1992)
Clemens dan
di
Gracey
617 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
(1995), membuktikan bahwa bayi
kronis) hingga 52% dibanding bayi
yang
yang tidak mendapatkan ASI atau
mendapat
mengalami
ASI
ekslusif
penurunan
risiko
shigellosis (infeksi bakteri saluran cerna
yang
menyebabkan
bayi
yang
mengkonsumsi
susu
formula.20
diare
Tabel 3. Analisis Regresi Logistik Hubungan Pemberian ASI, Penyakit Infeksi, Tingkat Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Ibu terhadap Gizi Kurang di Kabupaten Belu NTT Model 1 Model 2 Model 3 Variabel RP (95% CI) RP (95% CI) RP (95% CI) Pemberian ASI Tidak ekslusif *5,0 (2,38-10,30) *4,6 (2,12-10,21) *3,5 (1,58-8,13) Ekslusif 1 1 1 Penyakit Infeksi Ya *2,2 (1,17-4,35) *2,2 (1,13-4,30) *2,1 (1,00-4,06) Tidak 1 1 1 Pendidikan Ibu Rendah *1,2 (0,05-2,95) *3,1 (1,54-6,37) Tinggi 1 1 Pengetahuan Ibu Rendah *3,1 (1,54-6,37) Tinggi 1 Devian 227,53 227,35 217,44 X2 Perbedaan(df) 0,18 (1) 10,01 (2) P-value 0,6 0,06 2 R (%) 11% 11% 13% n 200 200 200 2 X : Chi Square dengan derajat bebas 2 P : P value df : Degree of Freedom RP : Ratio Prevalensi 95% CI : 95% Confidence Interval *: Signifikan
Jumlah orang
kader
dalam
sedangkan
jumlah
sebanyak 6
30
posyandu, balita
yang
diambil berjumlah
dalam 200
penelitian orang
ini
dengan
perincian sebagai berikut umur 6-
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 618 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
11 bulan 30 orang (15%), umur 12-
Tingkat pendidikan kader dengan
35 bulan 93 orang (46,5%) dan
pengelompokkan
umur 36-59 bulan 77 orang (38,5%). SMA-PT 4 orang (13,3%). Lama
tamat SMP 26 orang (86,6%), tamat
menjadi kader adalah saat sejak kader
dipilih/tunjuk
menjadi
kader/pelaksana program gizi di posyandu
sampai
dilakukan
penelitian masih aktif. Gambaran tentang
lamanya
kader
menjadi
pelaksana pada pelayanan program gizi
khususnya
penanggulangan
gizi buruk di posyandu terdapat 27 orang (90%) yang telah menjadi kader >2 tahun dan sebanyak 3 orang (10%) menjadi kader < 2 tahun.
tidak
sekolah-
619 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
Ketersediaan
perlengkapan
posyandu masih kurang dari yang diharapkan
serta
dana
pelaksanaan
penanggulangan
balita gizi buruk tidak ada.
untuk
Tabel 3. Karakteristik Kader (Posyandu) dan Balita di Kabupaten Belu NTT No I A 1 2 3
Karakteristik
Jumlah n (%)
Posyandu Kader Jumlah kader 5 orang (6 posy) 30 (100) Kader yang hadir saat penimbangan tiap posy 4 (66,6) > 5 (6 posy) Tingkat Pendidikan 26 (86,7) a. > 2 tahun 4 (13,3) 4 b. < 2 tahun Lamanya menjadi kader 27 (90,0) a. > 2 tahun 3 (10,0) 5 b. < 2 tahun Pelatihan pencegahan dan penanggulangan 0 gizi buruk 30 (100) B a. Pernah 1 b. Belum 6 (100) 2 Sarana 5 (83) 3 Ketersediaan dacin/alat timbang 0 4 Ketersediaan alat ukur tinggi badan 0 5 Ketersediaan KMS/Buku KIA 0 6 Ketersediaan panduan mengenal balita gizi 6 (100) C buruk bagi kader 1 Ketersediaan media KIE gizi * II Ketersediaan buku pendaftaran dan pencatatan 30 (15,0) Dana 93 (46,5) Biaya operasional PMTP & MP-ASI 77 (38,5) Balita 43 (21,5) a. 6-11 bulan b. 12-35 bulan c. 36-59 bulan ASI ekslusif * = Tidak ada biaya operasional untuk PMT pemulihan dan MP-ASI dari pemerintah pada tahun 2006-2008
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 620 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
Tabel 4. Cakupan Deteksi Dini Balita Gizi Buruk Melalui Kajian Data SKDN dan Status Gizi Balita di Kabupaten Belu NTT Jumlah No Uraian Indikator n=200 (%) A. Cakupan deteksi dini (SKDN) 1. Jumlah balita (S) 200 2. K/S 41 (20,5) 80% 3. D/S 169 (84,5) 80% 4. N/S 151 (75,5) 80% 5. N/D 151 (89,3) 80% B. Status gizi 1. Gizi baik 65 (32,5) 2. Gizi kurang 83 (41,5) 20% 3. Gizi buruk 52 (26,0) 5% 4. ASI ekslusif 43 (21,5) Keterangan S= Semua balita yang ada di wilayah posyandu K= Semua balita yang mempunyai kartu menuju sehat/KIA D= Semua balita yang kunjung di posyandu dan ditimbang N= Semua balita yang ditimbang Cakupan
20,5%
tempat penelitian bahwa anak yang
tingkat partisipasi masyarakat dan
mengalami gizi kurang lebih besar
kelangsungan penimbangan (D/S)
dibandingkan anak yang gizi baik.
84,5%, cakupan hasil penimbangan
Anak balita yang memiliki KMS dan
(N/S) 75,5% dan N/D 89,3%. Hasil
datang di posyandu berdasarkan
penelitian ini menunjukkan bahwa
laporan atau profil puskesmas dan
cakupan progam deteksi dini balita
Dinas
gizi buruk belum mencapai target
mencapai 100%, sedangkan dalam
(80%). Berdasarkan hasil penelitian
penelitian balita yang memiliki KMS
sampel sebesar 200 orang anak
di bawah target dan yang datang di
yang
posyandu hanya 84%.
ada
program
di
(K/S)
wilayah
posyandu
Kesehatan
Kabupaten
621 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
Penimbangan
balita
bahwa
status
merupakan pemantauan status gizi
dirawat
balita
sekitar 14%.22
yang
dilaksanakan
posyandu
dengan
pemberdayaan
di
masyarakat.
penanggulangan
dilihat
dari
adalah
satu
indicator
penurunan
gizi
gizi
rumah
yang
sakit
hanya
Kesimpulan Prevalensi anak yang tidak ASI
buruk
ekslusif lebih besar mengalami gizi
indicator
kurang dibandingkan dengan anak
diantaranya
balita yang mendapat ASI ekslusif.
beberapa
keberhasilan,
buruk
basis
Keberhasilan program pencegahan dan
di
gizi
output kurang
yaitu menjadi
Prevalensi
anak
yang
dengan
gejala penyakit infeksi lebih besar
sekurang-kurangnya 20% dan gizi
mengalami
buruk
5%
dibandingkan dengan anak balita
Cakupan
yang tidak dengan gejala penyakit
sekurang-kurangnya
(Depkes
2005).21
RI,
program
pencegahan
dan
gizi
kurang
infeksi.
penangggulangan gizi buruk pada
Input : jumlah kader sudah
anak balita di posyandu berupa
sesuai dengan kebutuhan dalam
presentase gizi kurang, gizi buruk
melaksanakan pelayanan posyandu
masih tinggi.
khususnya pelayanan gizi, namun
Tujuan
intervensi
kesehatan
gizi
adalah
memberikan
pelayanan
dan
pemahaman tentang gizi buruk dan
untuk
ASI ekslusif masih rendah. Tingkat
langsung
ketersediaan
sarana
secara
kepada balita. Idealnya penderita
keseluruhan pada posyandu masih
gizi buruk dirawat di rumah sakit.
sangat
Namun hasil penelitian ini tidak ada
dengan
balita
mau
Kegiatan PMT pemulihan dan MP-
dirawat di rumah sakit atau panti
ASI dalam penanganan balita gizi
gizi. Keadaan ini sama dengan hasil
buruk tidak dilakukan karena tidak
penelitian
tersedia
dengan
yang
gizi
buruk
dilakukan
oleh
Suwarti at al (2007) di Klinik Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor
kurang
dibandingkan
kebutuhan
dana
semestinya.
operasional
pemerintah daerah.
dari
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 622 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
Output :
kurang gizi (gizi
ditunjukkan kepada pihat terkait
kurang dan gizi buruk) pada anak
dalam hal ini Dinas Kesehatan dan
balita di Puskesmas Nualain sangat
instansi
tinggi. Deteksi dini gizi anak balita
peningkatan
melalui kajian data SKDN pada
pengetahuan
umumnya belum mencapai target
mengupayakan
(80%) yang ditentukan. Hambatan
pengetahuan ibu balita dan kader
progam penanggulangan gizi buruk
posyandu
di Puskesmas Nualain khususnya
ekslusif, manfaat ASI bagi anak.
dan
Program revitalisasi posyandu perlu
Kabupaten
Belu
umumnya
terkait
yaitu masih ada budaya/perilaku
ditingkatkan
dan
melengkapi
pemahaman
yang
kurang
tentang gizi buruk dan ASI ekslusif,
posyandu.
yang
kesehatan,
sangat
tidak
mendukung
adalah
:
perlu
pemahaman
dan kader,
peningkatan
mengenai
gizi,
kembali sarana
ASI
untuk pelayanan
Keterlibatan petugas
tenaga LKMD,
kesehatan ibu dan anak antara lain :
pengurus PKK, PLKB dan instansi
pemberian makanan dan minuman
terkait
lain selain ASI sebelum bayi usia 6
program
bulan,
penanggulangan gizi buruk.
anak
disebabkan tuanya
kelihatan
turunan dan
memeriksakan
dari
tidak anak
kurus
sarana
kesehatan kalau penyakit belum begitu
parah.
Belum
adanya
koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk. Saran-saran disampaikan berdasarkan
yang oleh hasil
diperlukan
pencegahan
dalam dan
orang mau
ke
sangat
dapat penulis penulisan
Daftar Pustaka 1. Depkes RI. Pedoman tatalaksana kurang energy protein pada anak di Puskesmas dan rumah tangga. Edisi Revisi. Depkes RI. Jakarta;2000 2. UNICEF. Strategy for improved nutrition of children and women in developing countries. New York.UNICEF;1990. 3. Breman J. Malaria the perii and the promise. Fogarty International Center National Institutes of Health. Paper
623 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 12, NOMOR 1, JUNI 2014
presented at the meeting of directors Joint Consultative Committee, Arusha, Tanzania;2006. 4. WHO. Report of the expert consulttan on the optimal duration of exclusive breastfeeding, Geneva : WHO;2002. Ilmu gizi dan 5. Soekirman aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta;1999. 6. Mosley HW, Chen CL. Child survival: research and policy in Child survival : strategy for research. London : Cambridge University Press; 1984. 7. UNICEF. Strategy for improved nutrition of children and women in developing countries. New York : UNICEF;1999. 8. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes RI, Buku Bagan tatalaksana anak gizi buruk buku I. Jakarta;2006. 9. Depkes RI. Rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan gizi buruk 2005-2009. Jakarta;2005. 10. Dinas Kesehatan Kabupaten Belu. Profil kesehatan Kabupaten Belu Tahun 2006. Belu;2007. 11. Yin RK. Studi kasus desain dan metodelogi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada;2005. 12. Lemeshow S. Hosmer Jr DW, Klar J, Lwanga SK. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Terjemahan Pramono D. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;1997.
13. Ryan AS, Wenjun Z, Acosta A. Breastfeeding continues to increase into the new millennium. Pediatrics.2002;110;1103-1109. 14. Tato AD. Studi penanggulangan gizi dan kesehatan anak balita lahir BBLR oleh keluarga di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat;2003. 15. Sabarini P. Malnutririon in RI linked to decline in breastfesding. The Jakarta Post. Jakarta;2008 [diakses tanggal 11 November 2008). 16. Supraptini, Lubis A, Irianto J. Cakupan imunisasi balita dan ASI ekslusif di Indonesia, hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) 2001. Jurnal Ekologi Kesehatan.2003;2(2): 249-254. 17. Surharjo. Berbagai cara pendidikan gizi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara;1996. 18. San N. Determinants of child malnutririon in Nepal: A Case Analysis from Dhanusha, Central Terai of Nepal. Journal of Nepal Health Research Council.2004;(2). 19. Clemens JD, Sack DA, Harris JR, Khan MR, Chakraborty J, Stanton BF, Yunus MD, Holmgreen J. Breast feeding and the risk of severe cholera in rural Bangladesh. American Journal of Epidemiology. 1992;131(3); 400-411. 20. Suwarti S. Arnelia, Mulyati S, Heryudarini, Sihadi. Efektifitas pemberian campuran mineral selama 3 bulan terhadap perbaikan status gizi pada balita di Klinik Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor.
Agustina A. Seran, Siswanto Agus Wilopo, Toto Sudargo, Evaluation on 624 Eradication of Malnutrition Among Under-Five Children in Community Health Centers (CHC) of Belu Distric, NTT Province (CHC Case Study with Highest Case of Malnutrition)
Puslitbang Makanan;2007.
Gizi
dan