PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SLB B DAN C MITRA AMANDA TRAYU BANYUDONO BOYOLALI TAHUN 2015/2016
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Bidang Pendidikan Islam
Oleh: SRI LUMIATI NIM: 123111403
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA 2017
i
ii
iii
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahakan kepada: 1. Ibu dan bapak tercinta yang senantiasa mengiringkan doa-doanya di setiap langkah yang aku tempuh. 2. Kakakku tersayang yang selalu memberikan semangat 3. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu mendampingi dalam canda dan tawa 4. Almamater IAIN Surakarta
iv
MOTTO
ِوالْمؤِمنو َن والْمؤِمنات ب عضهم أَول ِ ض يأْمرو َن بِالْمعر ٍ وف َويَْن َه ْو َن َع ِن ع ب اء ي ُْ َ ْ ُُ َ َ ُ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ ُ ْ ُ َ ِ َّ الصالةَ َويُ ْؤتُو َن َّ يمو َن َ ِالزَكاةَ َويُ ِطيعُو َن اللَّ َه َوَر ُسولَهُ أُولَئ ُك َسيَ ْر ََحُ ُه ُم اللَّه ُ الْ ُمنْ َك ِر َويُق ِ ِ )١٧( يم ٌ إ َّن اللَّ َه َعزِ ٌيز َحك Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah; 71)
‘
v
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat. Hidayah dan karunianya yang telah diberikan kepada penulis dan sampai saat ini masih diberikan kekuatan, sehingga pada akhirnya dalam penulisan skripsi ini dapat terlaksana dan terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, tabi‟in dan orang-orang yang sampai saat ini tetap memperjuangkan agama Islam yang mulia ini. Alhamdulillah skripsi dengan judul Pembinaan Karakter Religius Pada Anak Tunaghrahita di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali tahun 2015 /2016 dapat terselesaikan merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi penulis. Penyusunan skripsi ini bukan merupakan tugas yang ringan. Penulis sadar banyak hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Sekalipun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya telah mendapatkan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan bimbingan kepada: 1. Dr. Mudhofir, S.Ag, M.Pd., selaku Rektor IAIN Surakarta 2. Dr. H. Giyoto, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta 3. Dr. Fauzi Muharom, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat berharga. 4. Ari Wibowo, M.Pd, M.Si selaku Wali Studi yang mendampingi proses studi dan memberikan masukan positif 5. Para Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta yang memberikan ilmu di bangku perkuliahan 6. Ibu Siti Marjannah S.Pd.I serta guru-guru dan anak-anak di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali yang telah membantu selama proses penelitian
vii
7. Ibu Whisnu Nur Utami, AMKL serta guru-guru di TK Islam Bintang Kecil yang telah memberi kesempatan dan memberikan dukungannya untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan berikutnya. Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususny adan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 30 Januari 2017
Penulis
Sri Lumiati NIM. 123111403
ABSTRAK
viii
Sri Lumiati, 2017, Pembinaan Karakter Religius Pada Anak Tunagrhita di SLB B dan C Mitra Amanda Tahun 2015/2016, Skripsi: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Surakarta. Pembimbing: Dr. Fauzi Maharom, M.Ag Kata Kunci : Pembinaan Karakter Religius, Tunagrahita SLB C Mitra Amanda selain memberikan pelayanan pendidikan bagi anak penyadang difabelitas tunagrahita, juga memberikan pembinaan karakter religius. Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak tunagrahita dalam keseharian di SLB B dan C Mitra Amanda, antara lain rendahnya kesadaran dalam melaksanakan sholat dhuhur berjamaah, tidak mau berdoa ketika hendak melakukan sesuatu, kurangnya sopan santun, kurangnya kemampuan BTQ dan hafalan juz amma, rendahnya pengetahuan agama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan karakter religius pada anak tunagrhahita. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SLB B dan C Mitra Amanda, pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2016. Subjek penelitian yakni guru PAI di SLB B dan C Mitra Amanda. Dan didukung informan yang terdiri dari kepala sekolah, guru kelas tunagrahit anak didik tunagrahita dan orang tua anak tunagrahita. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang sudah terkumpul diperiksa keabsahannya dengan menggunakan teknik triagulasi data, kemudian data dianalisis dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: pelaksanaan pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita mencakup dua aspek, pertama aspek Ilahiyah, yang diajarkan dalam kegiatan sholat jamaah di sekolah secara yang pelaksanaannya dilakukakan secara adaptif, mengajarkan anak-anak untuk senantiasa berdoa, memberikan anak-anak kultum rutin agar sennatiasa berbuat baik, mengikuti kegiatan BTQ dan hafalan akan semakin peningkatkan kualitas dan kemampuan anak-anak. Kedua aspek Insaniyah, yang dajarkan dalam kegiatan pembiasaan berperilaku baik dalam keseharian seperti mengucap salam dan berjabat tangan. Adapun metode yang digunakan selama proses pembinaan yaitu metode langsung maupun tidak langsung, terintegrasi ke dalam semua mapel, melalui kegiatan .luar pelajaran, keteladanan, nasehat dan reward punishment. Adapun faktor yang mendukung diantaranya terwujudnya lingkungan yang Islami, adanya kerjasama dengan orang tua dalam memantau anak-anak ketika di rumah dan juga keterlibatan semua warga sekolah dalam kegiatankegiatan pembinaaan. Sedangkan faktor yang menghambat proses pembinaan diantaranya adalah kondisi anak-anak yang ramai sendiri di beberapa kegiatan pembinaan sehingga sangat mengangggu konsentrasi. Keterbatasan waktu di sekolah sehingga kegiatan yang dilakukakan kurang maksimal. Adanya kemampuan anak tunagrhaita yang dibawah rata-rata.
ix
ABSTRACT
Sri Lumiati, 2017, The Religious Character Development in Children Tunagrhita in SLB B and C Partner Amanda Year 2015-2016, Thesis: Department of Islamic Religious Education, Faculty of MT and Teaching, IAIN Surakarta. Supervisor: Dr. Fauzi Maharom, M.Ag Keywords: Religious Character Development, Tunagrahita SLB C Partner Amanda addition to providing educational services to children penyadang difabelitas tunagrahita, also provide a religious character building. The number of irregularities committed by children retarded in everyday life in SLB B and C Partner Amanda, among others, low awareness in implementing dhuhur congregation, does not pray when they wanted to do something, the lack of manners, lack of ability BTQ and recitation juz amma, low religious knowledge. The purpose of this study is to investigate the implementation of a religious character building in children tunagrhahita. This research is a qualitative descriptive study. This research was conducted in SLB Amanda B and C Partners, in January to July 2016. The research subjects that teachers PAI in SLB B and C Partner Amanda. And supported informants consisting of principals, classroom teachers tunagrahit retarded pupils and parents of children with intellectual challenges. Data were collected by interview, observation and documentation. Data already collected its validity is checked using the techniques triagulasi the data, then the data were analyzed by using data reduction, data presentation and conclusion. The results of this study concluded the following: implementation of coaching religious character in children tunagrahita includes two aspects, the first aspect of the Divine, which is taught in the activities of prayers in the school whose implementation dilakukakan adaptively, to teach children to always pray, give kids Kultum sennatiasa regularly in order to do good, to follow the activities of BTQ and memorization will be enhancing the quality and ability of the children. Both aspects Insaniyah, which dajarkan in activities in daily habituation behaved like say hello and shake hands. The methods used during the coaching process, namely direct and indirect methods, integrated into all maple, through .luar lesson, exemplary, advice and reward punishment. The factors that support the realization of such an Islamic environment, their cooperation with parents in monitoring children when at home and also the involvement of all citizens in the activities of the school pembinaaan. While the factors that hinder the development process including the condition of children who crowded themselves in some training activities so it mengangggu concentration. Limitations of time in school and activities dilakukakan less than the maximum. Their ability tunagrhaita child who is below average
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii PERSEMBAHAN ................................................................................................ iv MOTTO ................................................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix ABSTRAK
....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 12 C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 12 D. Rumusan Masalah ............................................................................... 12 E. Tujuan Penelitian................................................................................. 13 F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ......................................................................................... 14 1.
Pembinaan Karakter Religius a. Pengertian Pembinaan Karkter Religius ............................... 14 b. Metode Pembinaan Karakter Religius ................................... 18 c. Faktor yang mempengaruhi pembinaan karakter religius .... 22
2. Anak Tunagrhita ............................................................................. 25 a. Pengertian Anak Tunagrhita................................................... 25 b. Karakteristik Anak Tungrahita............................................... 26 c. Penggolongan Anak Tunagrahita dalam Pendidikan atau Pembelajaran ........................................................................... 28 d. Faktor penyebab Ketunagrahitaan ......................................... 31 xi
3. Pembinaan Karakter Religius Pada Anak Tunagrhita ................. 34 B. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................... 39 C. Kerangka Berpikir ............................................................................... 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 44 B. Setting Penelitian................................................................................. 44 C. Subyek dan Informan .......................................................................... 45 D. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 45 E. Teknik Keabsahan Data ...................................................................... 47 F. Teknik Analisa Data............................................................................ 49 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Fakta Temuan Penelitian .................................................................... 52 1. Gamabran Umum SLB B dan C Mitra Amanda .......................... 52 a. Letak Geografis ....................................................................... 52 b. Sejarah berdiri ......................................................................... 53 c. Visi Misi .................................................................................. 54 d. Tujuan ...................................................................................... 54 e. Struktur Organisasi ................................................................. 56 f. Kondisi Guru dan Tenaga Kependidikan .............................. 56 g. Kondisi Peserta Didik ............................................................. 57 h. Sarana dan Prasarana .............................................................. 60 2.
Pembinaan Karakater Religius Pada Anak Tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda................................................... 61 a. Kegiatan Pembinaan Karakter Religius pada Anak.............. 61
B.
Interpretasi Hasil Penelitian ........................................................ 70
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan ......................................................................................... 80
B.
Saran
................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1
Model Analisis Interaktif oleh Miles dan Huberman.................50
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SLB B dan C Mitra Amanda ....................................................................................... 57
Tabel 2.
Daftar Peserta didik di SLB B dan C Mitra Amanda ............... 58
Tabel 3.
Data Sarana dan Prasarana SLB B dan C Mitra Amanda ........ 60
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pedoman Wawancara .................................................................. 77
Lampiran 2.
Field Note ..................................................................................... 83
Lampiran 3.
Dokumentasi ................................................................................ 90
Lampiran 4.
Profil Sekolah............................................................................... 95
Lampiran 5.
Data pendidik dan Tenaga Kependidikan .................................. 98
Lampiran 6.
Data Peserta Didik ....................................................................... 99
Lampiran 7.
Data Sarana Prasarana ................................................................. 101
Lampiran 8.
Jadwal Imam Sholat Jamaah ....................................................... 102
Lampiran 9.
Kartu Baca Iqra ............................................................................ 103
Lampiran 10. Buku Pendidikan Karakter Islami.............................................104 Lampiran 11. Surat Tugas Pembimbing ............................................................ 134 Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Penelitian ............................................... 135 Lampiran 13. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian.......................... 136 Lampiran 14. Daftar Riwayat Hidup .................................................................. 137
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa
“Bangsa
yang
besar
dapat
dilihat
dari
kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri” (Abdul Majid, Dian Andayani, 2012: 2) Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh
karakter yang
dimiliki oleh bangsa tersebut. Bangsa yang memiliki karakter kuat akan mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat. Sudah hampir 7 tahun (sejak tahun 2010) pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan budaya dan karakter bangsa yang diawali dengan dideklarasinya “Pendidikan budaya dan karakter bangsa”, sebagai gerakan nasional awal januari 2010. Pencanangan ini ditegaskan kembali dalam pidato presiden Susuilo Bambang Yudhoyono pada peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei 2010. Sejak inilah pendidikan karakter menjadi perbincangan di tingkat nasional hingga saat ini, terutama bagi yang peduli dengan masalah pendidikan (Fatcul Mu‟in, 2011: 11) Deklrasi nasional tersebut tidak dapat dipungkiri oleh sebab kondisi bangsa ini yang semakin menunjukkan perilaku antibudaya dan antikarakter yang mengalami krisis moral, seperti praktek korupsi, kolusi
1
2
dan nepotisme yang semakin marak pada lembaga pemerintah, perilaku seks bebas di generasi muda, penyalahgunaan narkoba, maraknya anarkis, ditambah lagi tawuran antar siswa di beberapa daerah. Bahkan belum lama ini kasus pencurian motor dilakukan oleh empat pelajar SMA di Kebayoran Baru. Dari tangan para tersangka, polisi mengamankan sebuah motor Honda Scoopy berwarna hitam-cokelat dengan nomor polisi yang telah diganti, dua pelat nomor B 3388 SII, sebuah helm warna biru, dan 4 buah ponsel. Atas perbuatannya tersebut, keempat tersangka dikenakan pasal 363 KUHP dengana ancaman hukuaman 7 tahun penjara.. (https://www.merdeka.com/peristiwa/memalukan-4-pelajar-ini-bukanukir-prestasi-tapi-merampas-motor.html) diakses 24 Maret 2016 16:15 Kasus diatas jelas menjadi kritikan tajam terutama dalam sistem pendidikan dan pola pembelajaran sekolah selama ini. Sistem pendidikan Indonesia saat ini dinilai lebih mementingkan pengetahuan saja dan abai pada emosi dan etika pergaulan dan lebih jauh lagi mematikan kreativitas dan inovasinya. Pendekatan yang tidak didasari pendekatan pedagogik yang kokoh untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri anak, malah menjerumuskan mereka pada perilaku kurang bermoral (Masnur Muslich, 2011: 50) Sedangkan menurut Marzuki (2015: 3) fakta yang ada sekarang adalah bahwa Indonesia dihadapkan berbagai masalah nasional yang kompleks dan tidak berujung selesai. Terjadinya krisis multidimensial pasca tumbangnya Rezim Orde Baru 1998 berdampak luas terhadap berbagai tatanan di masyarakat dan pemerintah. Dalam tatanan politik,
3
misalnya, terjadi kerancuan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, bertambahnya kelembagaan negara yang terkesan kurang efektif dan efisien, serta berkembangnya pragmatisme politik. Dalam tatanan ekonomi, muncul permasalahan seperti kurangnya pengamanan terhadap perbankan, sistem keuangan yang tidak memihak rakyat banyak, serta kebijakan perdagangan dan industri yang liberal. Selanjutnya, dalam tatanan sosial budaya, masalah yang terjadi saat ini adalah memudarnya rasa nasionalisme dan ikatan kebangsaan di kalangan besar pemuda, disorientasi nilai keagamaan yang berujung pada tindak kekerasan dan kriminal bahkan menjurus pada munculnya terorisme, serta memudarnya kohesi dann integritas sosial yang semakin menjadikan negara terkesan kurang berwibawa, dikalangan umat beragama di negeri ini bahkan sering muncul pertentangan dan perpecahan yang memicu sikap dan tindakan intoleransi sehingga berakhir dengan tindakan sangat merugikan kewibawaan negara dan bangsa yang sejak dulu dikenal dengan bangsa yang religius. Seharusnya sikap seperti itu tidak boleh terjadi jika ajaranajaran agama dapat diimplementasikan dalam sikap dan perilaku seharihari. Umat Islam di negara kita secara kuantitas menduduki posisi tertinggi. Tidak ada artinya jika kuantitas yang unggul tidak diiringi dengan kualitas yang baik pula. Disini pendidikan Islam memegang peran yang sangat penting dalam mewujudkan umat islam yang berkarakter. Ketika umat Islam
benar-benar memahami ajaran Islam dengan baik
4
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka terwujud tatanan kehidupan ditengah-tengah masyarakat yang berkarakter Realita pada tahun 2013 ketika para elite negeri terlibat dalam kasus kriminal. Mereka bukan orang yang tidak pandai, bahkan diantara mereka ada yang bergelar profesor, doctor, magister, sarjana , kiai atau ustadz. Disini terlihat jelas, bahwa ilmu dan agama yang dimiliki tidak serta merta menjamin karakter mereka. Masih banyak permasalahan karakter yang melanda sebagian besar bangsa Indonesia, bahkan semakin berkembang dan menjadi budaya ditengah-tengah masyarakat sehingga semakin memperparah problem bangsa. Oleh karena itu, beberapa tahun lalu tepatnya tahun 2010 Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama membangun kembali budaya dan karakter luhur bangsa Indonesia yang sudah memudar. Nilai-nilai karakter mulia yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia sejak abad-abad lalu yang sekarang mulai terkikis, harus dibangun kembali terutama melalui pendidikan (Marzuki, 2015: 3) Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggunjawab, berilmu, sehat, dan berakhlak (berkarater) mulia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menegaskan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
5
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (pasal 3) Dari rumusan tersebut terlihat bahwa pendidikan nasional mengemban misi yang tidak ringan yaitu membangun manusia yang utuh dan paripurna yang miliki nilai- nilai karakter yang agung disamping juga harus memiliki fondasi keimanan dan ketakwaan yang tangguh. Oleh karena itu pendidikan mejadi agent of change yang harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa. Pendidikan harus mampu mengemban misi pendidikan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan lulusan lembaga pendidikan dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia. Terkait dengan hal tersebut, pendidikan islam juga memiliki tujuan yang seiringan dengan tujuan pendidikan nasional. Secara umum, pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan manusia, yaitu menjadi jadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan- aturan yang digariskan Allah dan Rasulullah yang pada akhir akan terwujud manusia yang paripurna(insan kamil). Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali mereka yang menyandang kelainan, sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual maupun sosial berhak mendapat kebutuhan khusus. Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat
6
dijadikan sebagai dasar yang kuat terhadap pelaksanaan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak seperti halnya anak normal. Sehingga dengan demikian diharapkan tidak adanya diskriminasi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak yang normal. Maka dengan demikian akan menumbuhkan motivasi, baik bagi orang tua mereka maupun bagi mereka sendiri untuk mengembangkan segala kemampuan yang ada dalam diri mereka demi meraih kehidupan yang hakiki. Memiliki anak berkebutuhan khusus seharusnya tidak dianggap aib atau beban yang harus ditutupi apalagi disesali. Karena mereka juga mempunyai kemampuan yang tidak kalah dibandingkan dengan yang lain. Dan mereka juga tidak makhluk kelas kedua, mereka juga sejajar dengan anak normal serta memiliki hak yang sama. Mereka memerlukan bantuan untuk menggali serta mengembangkan kemampuan mereka. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 286 286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa
7
atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orangorang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." Berdasarkan ayat diatas, bahwasanya Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Hal ini juga berlaku pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Dalam sebuah keluarga anak berkebutuhan khusus mestinya senantiasa mendapatkan ketenangan dan kebahagian bukan penolakan akibat kelainan yang dimiliki. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak sehingga segala sesuatu yang terjadi di dalam keluarga akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Orang tua juga seharusnya senantiasa
memotivasi dan mengarahkan agar potensi anak bisa berkembang Heri Juhari Muchtar (2005: 12) Allah menciptakan manusia dengan berbagai potensi, diantaranya jasmani, akal, nafsu, hati nurani dan penentuan pilihan. Potensi yang dimiliki manusia memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam proses pendidikan karena pendidikan pada dasarnya adalah melatih, membina serta menumbuh kembangkan potensi jasmani, akal, nafsu, hati nurani dan penentuan pilihan ke arah yang benar Namun realitanya tidak semua manusia dikarunia potensi yang sama, seperti halnya dengan
anak berkebutuhan
khusus. Anak
berkebutahan khusus memiliki kelainan baik secara fisik maupun akal. Kelainan yang dimiliki berpengaruhi dalam proses pendidikan, sehingga membutuhkan pendidikan khusus yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
8
Anak berkebutuhan khusus juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya tersebut, salah satu upaya guru yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bagi mereka. Dengan tertanamnya nilai-nilai karakter pada diri mereka, maka segala potensi-potensi yang ada dalam diri mereka tersebut dapat digali dengan baik dan optimal. Maka sekolah-sekolah luar biasa memiliki peran sangat penting dan strategis. Adapun pendidikan karakter sudah menjadi sebuah perbincangan hangat di kalangan akademisi. Sebab, karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia, baik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, agama, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya, dan adat istiadat (Muhaimmatun Khasanah, 2015: 16) Gencarnya penerapan sistem pendidikan karakter saat ini sebagai upaya untuk mendidik generasi penerus bangsa yang berkarakter. Pendidikan karakter dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran yang ada di instansi pendidikan kepada peserta didik. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010) terdapat 18 nilai karakter yang ditanamkan dalam pendidikan karakter dan salah satunya adalah religius. Karakter religius sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter
9
religius sangat penting dibutuhkan oleh peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral dengan hal ini
peserta didik
diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketapan agama. Dewasa ini pembinaan karakter religius peserta didik sangat penting dilakukan. Sebab, karakter religius sangat erat kaitannya terhadap hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan dengan manusia, serta terhadap lingkungan. Sebagaimana karater religius mampu membekali peserta didik di masa mendatang ketika kelak sudah terjun dalam masyarakat. Dalam proses pembinaan karakter religius, peserta didik tidak langsung dengan sendirinya, akan tetapi proses tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Kerjasama seluruh warga sekolah untuk menciptakan kultur religius serta didukung dengan lingkungan keluarga dan masyarakat yang religius pula. Pembinaan karakter religius terhadap peserta didik kebutuhan khusus sekarang sedang marak dilaksanakan di beberapa sekolah luar biasa. Seperti halnya di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali, sekolah tersebut merupakan sekolah yang mendidik anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya penyandang disabilitas tunagrahita dan tunarungu, mulai tingkat TK-LB, SD-LB dan SMP-LB. Mendidik anak yang memiliki kelainan tidak semudah mendidik anak-anak normal, terutama dalam membentuk karakter karena mereka mempunyai ciri khusus yang sesuai dengan kelainannya. Sehingga guru memegang peran
10
penting dalam menentukan berhasil tidaknya pendidikan, pembinaan bahkan pembentukan karakter yang baik. Jadi guru sangat perlu memiliki kemampuan profesionalitas bidang tersebut, sebab apa yang dilakukan, dicontoh, dan diajarkan akan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku anak. Pembinaan karakter religius pada peserta juga dilakukan di SLB B dan C Mitra Amanda. Guru PAI selain menyampaikan pelajaran dalam kelas juga bertugas dalam membina karakter religius peserta didik. Tujuan adanya pembinaan karakter religius di SLB B dan C Mitra Amanda yaitu untuk membentengi dan membekali anak didik dengan karakter religius yang baik, walaupun secara fisik dan mental memiliki kelainan. (Wawancara Bu Siti, 4 April 2016) Selain itu melihat adanya perilaku beberapa peserta didik yang kurang mencerminkan karakter religiusnya, membuat guru PAI berperan aktif terhadap pembinaan karakter peserta didik. Meski sekolah tersebut tidak berbasis Islam namun berupaya menciptakan kultur dan nuansa religius. Seperti hal kegiatan sholat dhuhur berjamaah, hafalan surat sebelum pelajaran PAI, dan peserta didik perempuan hampir semua mengenakan kerudung. Namun meski demikian, masih banyak perilaku yang mencerminkan rendahnya karakter religius anak tunagrahita, diantaranya kurangnya kesadaran dalam menjalankan ibadah, masih ada beberapa anak yang mesti diperintah setiap kali pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah, dalam melaksanakan sholat ada beberapa yang tertawa-tawa bahkan ada juga yang sambil berbincang-bincang, tidak hafal bacaan
11
sholat, ketika jam istirahat memakan jajan sambil diri dan tanpa berdoa terlebih dahulu, belum bisa BTA, suka mengganggu adik kelas. (Observasi pada 18 Januari 2016) Hal ini terjadi karena kemampuan intelektualitas dan kemampuan adaptasi anak tunagrahita yang sangat terbatas. Selain itu, karakter religius anak tunagrahita tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekolah tetapi juga lingkungan keluarga serta masyarakat tempat tinggalnya. Pada dasarnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal senantiasa berupaya membina peserta didiknya untuk memiliki karakter religius yang baik. Untuk menwujudkan peserta didik dengan karakter religius yang baik maka membutuhkan dukungan keluarga dan masyarakat tempat tinggal, karena durasi waktu ketika di sekolah sangat terbatas dan mereka lebih banyak menghabiskan waktu berada di lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Banyaknya perilaku anak tunagrahita yang menggambarkan rendahnya karakter religiusnya ketika berada di sekolah menunjukkan kerumitan dalam mengajarkan dan membina karakter religius mereka. Namun demikian, guru PAI tidak pernah berhenti memerhatikan karakter religus anak didiknya. (Wawancara Bu Siti, 18 januari 2016) Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka menarik untuk diteliti lebih lanjut dilakukan penelitian dengan judul Pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita di SLB Bdan C Mitra Amanda Trayu, Banyudono Boyolali tahun 2015/2016
12
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar belakang masalah
diatas
penulis
dapat
mengidentifiksikan masalah sebagai berikut: 1.
Banyaknya
kasus
kriminalitas
yang
terjadi
di
Indonesia
menggambarkan rendahnya karakter 2.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki
3.
SLB B dan C Mitra Amanda merupakan sekolah luar biasa yang mengupayakan pembinaan karakter religius untuk mewujudkan peserta didik yang berkarakter
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini hanya dibatasi pada Pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali
D. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan persoalan yang perlu diteliti adalah bagaimana pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali tahun 2015/2016 ?
13
E. Tujuan Penelitian Sebagaimana rumusan masalah tersebut yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali tahun 2015/2016
F. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Manfaat secara teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca pada umumnya tentang wacana analisis isi pembinaan karakter religius. b. Dasar pijakan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pembinaan karakter religius anak tunagrahita di SLB 2. Manfaat secara praktis a. Bagi Guru Dapat digunakan untuk mengembangakan kemampuannya dalam meningkatkan pelaksanaan pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita. b. Bagi Sekolah Dapat digunakan sebagai masukan untuk senantiasa mengupayakan pembinaan karakter dalam rangka meningkatkan karakter religius anak tunagrahita.
14
15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Pembinaan Karakter Religius a.
Pengertian Pembinaan Karakter Religius Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan pedan akhiran –an yang berarti bangun atau membangun. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 152) pembinaan adalah suatu proses, cara, usaha, tindakan dan kegiatan, yang dilakukan secara efisen dan efektif untuk memperolah hasil yang lebih baik. Pengertian pembinaan
atau membina dalam
konteks
ini adalah
usaha
menwujudkan sesuatu yang tadinya belum terwujud dan akan mendapatkan hal-hal yang lebih baik bahkan menambah sempurna, atau memperbaiki adanya perubahan dalam rangka kebaikan perkembangan yang dilakukan secra efektif dan efisen. Menurut Majid Al Hilali (2004:138) pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarah hati lewat berbagai dzikir (mengingat Allah) serta memompa dan mengingat jiwa lewat introspeksi diri. Pendapat tersebut menekan bahwa pembinaan merupakan kegiatan membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun dalam keadaan bagaimanapun dengan tujuan membentuk suatu kepribadian yang baik dan kuat. 14
16
Dari kedua definisi yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan dalah suatu proses kegiatan yang dilakukan
secara
efektif
dan
efisien
untuk
membangun
mengembangkan potensi yang terdapat pada manusia dalam rangka membentuk pribadi yang baik dan kuat. Menurut Furqon Hidayatullah (2010: 12-14) menyimpulkan karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pakerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang mnjadi pendorong dan penggerak serta yang membedakan dengan individu lain. Menurut Muchlas Samani dan Hariyanto (2013: 237) karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh heriditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Abdul Majid dan Andiyana, (2012: 4) karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam, akhlak dalam pandangan Islam ialah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu (penegtahuan), sikap dan perilaku. Keperibadian utuh adalah jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang sama maka orang tersebut berkeperibadian utuh, akan tetapi jika anatra pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang berbeda maka orang tersebut berkeperibadian pecah.
17
Sedangkan menurut Heri Gunawan (2012: 3) karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan orang lain/ pengertisn karakter, watak dan
kepribadian
penggunaanya.
Oleh
memang sering tertukar-tukar dalam
karena
itu,
tidak
heran
jika
dalam
penggunaannya seseorang terkadang tertukar menyebutkan karakter, watak atau kepribadian. Hal ini karena ketiga istilah memang memiliki kesamaan yakni sesuatu asli yang ada dalam diri individu seseorang yang cenderung menetap secra permanen. Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbentuk secara berkesinambungan dalam proses kehidupan dengan sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap dan perilakunya. Karakter merupakan identitas yang melekat pada diri seseorang yang mendorong seseorang untuk berbuat dan bertindak atas dasar nilai-nilai luhur dan dapat berkontribusi positif dalam kehidupan yang kompleks. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 944) dinyatakan bahwa religius
berarti:
bersifat
religi
atau
keagamaan,
atau
yang
bersangkutpaut dengan religi (keagamaan). Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikan Islam di sekolah berarti penciptaan suasana atau
iklim
kehidupan
keagamaan
yang
dampaknya
ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai
18
oleh ajaran dan niali-nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta ketrampilan hidup oleh para warga sekolah. Dari beberapa pemaparan terkait karakter religus maka dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter religius merupakan watak, tabiat, akhlak atau keperibadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebijakan yang dilandaskan ajaran-ajaran agama. Sehingga pengertian pembinaan karakter religius adalah proses kegiatan
yang
dilakukan
secara
efektif
dan
efisien
dalam
mengembangkan identitas yang melekat pada diri yang dilandaskan ajaran-ajaran agama. Selain itu mengetahui, mengamati dan menganalisa tentang kondisi karakter religius siswa yang akan diteliti, maka dapat diambil lima dimensi keberagamaan Glock & Stark dalam Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, (1994: 77) diantaranya; a. Dimensi keyakinan (Ideologis). Dimensi ini berisi pengharapanpengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. b. Dimensi Praktik agama (Ritualistik). Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. c. Dimensi pengalaman (Eksprensial). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsindan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau di identifiaksi oleh suatu
19
kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil dalam suatu esansi ketuhanan yaitu Tuhan. d. Dimensi pengamalan (Konsekuensi). Dimensi ini berkaitan dengan sejauhmana perilaku individu dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. e. Dimensi pengetahuan agama (Intelektual). Dimensi ini berkaitan dengna sejauhmana individu mengetahui, memahami tentang ajaran agamanya, terutama yang ada dalam kitab suci. Alasan digunakannya kelima dimensi tersebut karena cukup relevan dan mewakili keterlibatan keagamaan pada setiap orang dan bisa diterapkan dalam sistem agama Islam untuk menyoroti lebih jauh kondisi keagamaan siswa muslim. Kelima dimensi tersebut merupakan kesatuan yang saling terkait satu sama lain dalam memahami relegiusitas (keyakinan),
atau
keagamaan
spiritual(praktek
dan
mengandung
keagamaan),
unsur
aqidah
ihsan(pengalaman),
ilmu(pengetahuan) dan amal (pengamalan). b. Metode Pembinaan Karakter Religius Dalam pelaksanaan pembinaan karakter religius juga terlepas dari penggunaan metode. Metode digunakan untuk mempermudah proses pembinaan yang sedang dilkasanakan. Mengenai metode membentuk manusia yang mulia, sangat identik seperti halnya antara guru dengan seorang dokter. Seorang dokter mengobati pasiennya sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
20
Tidak mungkin ia mengobati macam-macam penyakit dengan satu jenis obat, karena kalau demikian akan membunuh pasien. Begitu pula seorang guru, ia tidak kan berhasil dalam menghadapi permasalahan akhlak dan pelaksanaan pendidikan anak secara umum dengan hanya satu metode saja. Guru harus memilih metode pendidikan yang sesuai dengan usia dan tabiat anak, daya tangkap dan daya otaknya, sejalan dengan situasi kepribadian. Menurut Al Ghazali dalam Abidin Ibnu Rusn (2009: 99) menegaskan; “sebagaiamana dokter, jikalau semua orang sakit dengan satu macam obat, niscaya akan membunuh kebanyakan orang sakit, maka begitu pula guru. Jikalau menunjukkan jalan kepada murid dengan satu macam saja dari latihan, niscaya membinasakan dan mematikan hati mereka. Akan tetapi seyogyanyalah memperhatikan tentang penyakit murid. Tentang keadaan umurnya, sifat tubuhnya dan latihan apa yang disanggupinya. Dan dasar demikian, dibina latihan. Kalau guru melihat murid keras kepala, sombong dan congkak, maka ia disuruh ke pasar meminta-minta. Sesungguhnya sifat bangga diri dan egois itu tidak akan hancur selain dengan sifat hina diri. Dan tiada kehinaan yang lebih besar daripada kehinaan meminta-minta. Maka dipaksakan ia melakukan hal yang demikian beberapa lama sehingga hancurlah sifat sombong dan egois itu. Kalau guru melihat murid itu pemarah, hendaknya ia menyuruh supaya ia bersiakp sabar dan diam. Kemudian menyerahkannya kepada yang berperangai buruk agar mengabdi kepadanya, sehingga murid dapat melatih dirinya untuk bersabar.” Uraian Al Ghazali tentang metodik praktis dan metodik khusus membentuk akhlak mulia menunjukkan bahwa untuk mengadakan perubahan akhak tercela anak adalah dengan menyuruh melakukan perbuatan yang sebaliknya. Hal ini dapat dimengerti karena penyakit jiwa berupa akhlak tercela itu sebagaimana penyakit badan atau raga.
21
Jika badan menderita penyakit apapun, maka obatnya adalah membuang penyakit itu. Menurut Marzuki (2015: 110) metode dalam pembinaan karakter siswa di sekolah diantaranya: 1) Metode langsung dan tidak langsung Metode langsung berarti penyampaian pendidikan karakter (pendidikan akhlak) dilakukan secara angsung dengan memberikan mater-materi akhlak mulia dari sumbernya. Sementara itu, metode tidak langsung maksudnya adalah penanaman karakter melalui kisah-kisah yang mengandung niali karakter mulia dengan harapan dapat diambil hikmah oleh siswa. 2) Melalui pembelajaran tersendiri dan terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Melalui pelajaran tersendiri, seperti pendidikan Agama Islam dan
Pendidikan
kewarganegaraan
( PKn). Sementara itu,
terintergasi ke dalam semua mata pelajaran artinya melalui semua mata pelajaran yang ada. Nilai-nilai karakter mulia dapat diintergasikan dalam materi ajar atau melalui proses pembeljaran yang berlaku. 3) Melalui kegiatan diluar mata pelajaran, yaitu melalui pembiasaan atau pengembangan diri. Maksudnya adalah pembinaan karakter siswa melalui kegiatan di luar pembeljaran yang biasa disebut kegiatan-kegiatan ektrakulikuler yang berbentuk pembiasaan-pembiasaan niali-nilai
22
akhlak mulia yang ada di dalamnya, seperti melalui kegiatan IMTAQ, tadarus Al Qur‟an, dan Pramuka. 4) Metode keteladanan Metode yang sangat efektif untuk pembinaan melalui keteladanan. Keteladanan di sekolah diperankan oleh kepala sekolah, guru, dan karyawan sekolah. Keteladanan di rumah diperankan oleh kedua orang tua atau orang lain yang lebih tua usianya. Sementara itu, keteladanan di masyarakat diperankan oleh pemimpin masyarakat dari yang paling rendah hingga yang palaing tinggi. 5)
Melalui nasihat dan pemberian perhatian Para guru dan orang tua harus selalu memberikan nasihatnasihat dan perhatian khusus kepada para siswa atau anak mereka dalam rangka pembinaan karakter. Cara ini juga sangat membantu dalam memotivasi siswa untuk memiliki komitmen dengan aturanaturan atau nilai-nilai akhlak mulia yang harus diterapkan.
6) Metode reward dan punishment Metode
reward
adalah
pemberian
hadiah
sebagai
perangsang kepada siswa atau anak agar termotivasi berbuat baik atau berakhlak mulia sedangkan metode punishment adalah pemberian sanksi sebagai efek jera bagi siswa atau anak agar tidak berani berbuat jahat (akhlak buruk) atau melanggar peraturan yang berlaku.
23
Pemaparan dari pendapat diatas, menggambarkan bahwa metode membina akhlak anak yang dapat dilakukan diantaranya adalah metode keteladanan, pembiasaan, nasehat, perhatian , reward dan punishment. c.
Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Karakter Religius Pembinaan
karakter
religius
erat
kaitannya
dengan
pembentukan akhlak. Menurut Abuddin Nata (2012: 166-167) ada 3 faktor yang mempengaruhi , dianataranya: 1) Faktor bawaan dari alam yang bentukny adapat berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau cenderung kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Faktor pembawaan ini dinyatakan oleh aliran nativisme 2) Faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan
pendidikan
pembinaan yang
yang diberikan. Jika
pendidikan
dan
diberikan kepada anak itu baik itu. Dan
demikian jika sebaliknya. Faktor ini dinyatakan oleh aliran empiris. 3) Faktor internal, yakni pembawaan si anak, dan faktor luar yakni pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interkasi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode. Hal ini dinyatakan sebagai aliran konvergensi.
24
Sedang menurut Mustofa (2010: 82-109) aspek-aspek yang mempengaruhi diantaraya: 1) Insting Insting
adalah
sifat
jiwa
yang
pertama
yang
membentuk akhlak, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak dapat dilegahkan dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib dididik dan diasuh. Cara mendidik dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak
dan kadang-kadang pula
diteriamanya. 2) Pola dasar bawaan (Turunan) Siafat anak mewarisi dari sifat-sifat orang tua mereka, tetapi ia juga menjaga kepribadiaanya dengan beberapa sifatsifat yang tentu, tidak dicampuri oleh orang tuanya. 3) Lingkungan Lingkungan ada dua macam yaitu lingkungan alam dan lingkungan keluarga. Lingkungan kedua ini macamnya mempunyai pengaruh yang berlawanan, terkadang menguatkan hidup
manusia
dan
meninggikannya,
terkadang
melemahkannya atau mematikannya. Manusia apabila tumbuh dalam lingkungan yang baik, terdiri dari rumah yang teratur, sekolah yang maju dan kawan ynag sopan, mempunyai undang-undang yang adil dan beragam dengan agama yang benar, tentu akan menjadi orang baik. Sebaliknya tentu akan menjadi orang jahat. Banyak penyakit pergaulan akhlak yang
25
timbul karena lingkungan. Keburukan karakter adalah huah dari pendidikan yang rusak pada umumnya dan tumbuh dalam rumah yang tidak baik dan keburukan susunan pergaulan. 4) Kebiasaan Kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Orang yang berbuat atau buruk karena ada dua faktor dari kebiasaan yaitu: a) kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan, b)menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan perbuatan dan diulang-ulang terus menerus. 5) Kehendak Suatu perbuatan ada yang berdasarkan atas kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh yang berdasarkan kehendak adalah menulis, membaca, lain sebagainya. Adapun yang berdasarkan bukan kehendak adalah detik hati, nafas dan gerak mata. 6) Pendidikan Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Seperti, siswa diberi pelajaran “akhlak” maka memberitahu bagaimana seharusnya manusia itu bertingkah laku, bersikap terhadap sesama dan penciptanya. Lingkungan pendidikan sangat mempengaruhi jiwa anak didi.
26
Dan akan diarahkan kemana anak didik dan perkembangan kepribadian Dari kedua pendapat diatas, maka disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembinaan ialah pembawaan, insting, kehendak lingkungan kebiasan dan pendidikan.
2. Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus. Pendidikan
secara khusus untuk penyandang tunagrhita
dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan
intelektual dibawah
rata-rata. Istilah
lain
untuk
tunagrahita ialah sebutan anak dengan penurunan kemampuan atau berkurangnya dalam segi kekuatan, nilai, kualitas dan kuantitas. Menurut Dinie Ratri Desiningrum (2016: 16) pengertian tungrahita adalah anak berkebutuhan khusus yang yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan maksimal. Anak tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah normal atau rata-rata ( Aqila Smart, 2010: 49)
27
Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arrti yang sama yang dijelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbelakang integensi dan keterbelakang integensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan
dirinya sukar untuk mengikuti
pendidikan sekolah biasa secara klasikal. Oleh karena itu, anak keterbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. b. Karakteristik Anak Tunagrahita Tunagrahita atau keterbelakang mental merupakan korelasi dimana perkembangkan kecerdasan mengalami hambatan sehingga tak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Menurut James D Page dalam Dinie Ratri Desiningrum (2016: 16) karakteristik anak tunagrahita
secara umum dicirikan dalam hal: kecerdasan, sosial,
fungsi mental, dorongan dan emosi serta kepribadian dan kemampuan organisasi. Berikut penjelasannya 1) Intelektual. Tingkat kecerdasan tunagrahita selalu dibawah anak yang berusia sama, perkemmbangan kecerdasannya juga sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai tingkat usian mental setingkat anak SD kelas IV atau kelas II bahkan ad ayang hanya mampu mencapai tin gkat usia mental anak pra sekolah. 2) Segi sosial. Kemampuan bidang sosial anak tunagrahita mengalami kelambatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan
28
anak tungrahita yang rendah dalam hal mengurus, memelihara dan memimpin diri sehingga tidak mampu bersosialisasi. 3) Ciri pada fungsi mental lainnya. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memusatkan peehatian jangkauan perhatiaanya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang mampu menghadapi tugas. 4) Curu dragon dan emosi. Perkembanagan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan ketunagrahitaannya masing-masing.
Anak
yang
berat
dan
sangat
berat
ketunagrahitaanya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak menun jukkan
tanda-tandanya,
ketika
mendapat
stimulus
yang
menyakitkan tidak mampu menjauhkan diri dari stimulus tersebut, kehidupan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi penghayatan terbatas pada perasaan senang, takut,m marah dan benci. 5) Ciri kemampuan dalam bahasa. Kemampuan bahasa anak tunagrhita sangar terbatas terutama pada perbendaharaan kata abstrak. Pada anak yang ketunagrahitaanya semakin berat bnayak yang mengalami gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi di pita suara dan rongga mulut. 6) Ciri kemampuan dalam bidang akademik. Anak tunagrahita sulit mencapai
bidang
akademis,
membaca
dan
kemampuan
29
menghitung yang problematis, tetapi dapat dilatih dalam kemampuan dasar menghitung umum. 7) Ciri kepribadaian dan kemampuan organisasi. Kepribadian anak tuangrahita umumnya tidak memiliki kepercayaandiri, tidak mampu mengontrol dan mengerakkan dirinya sehingga lebih bnayak bergantung pada pihak luar (external locus of control) Kemampuan anaka tungrahita ungtuk organisasikan dirinya sangat jelek, terutama pada anak tungrahita pada kategori berat. Hal ini
ditunjukkan
dengan
kurang
serasi,
pendengaran
dan
pengelihatannya seringkali tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap beberapa hal seperti perasaan sakit, bau yang tidak enak serta makanan yang tidak enak. Sedangkan menurut Aqila Smart (2010: 49) ada beberapa karakteristik umum tunagrahita yang dapat kita pelajari yaitu: 1) Keterbatasan Intelegensi Yang
dimaksud
keterbatasan
intelegensi
adalah
kemampuan belajar anak sangat kurang terutama yang bersifat abstrak seperti membaca, menulis, belajar dan menghitung snagat terbatas.
2) Keterbatasan Sosial Anak tuangrahita mengalami hambatan dalam mengurus dirinya di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bantuan. Anak tunagrhita cenderung berteman
30
dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan terhadap orang lain lebih besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana sehingga mereka selalu dibimbing dan diawasi, mereka juga mudah dipengaruhi dan melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibat. 3) Keterbatasan fungsi mental lainnya. Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lam dalam menyesuaikan reaksi pada situasi yang baru dikenal. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan konsisiten. Anak tungrhita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan dalam jangka waktu lama. Ia memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa, bukan mengalami kerusakan artikulasi, melainkan karena pusat pengolahan penginderaan katanya kurang berfungsi. c. Penggolongan Anak Tunagrahita Pendidikan atau Pembelajaran Menurut Dinie Ratri Desiningrum (2016: 17), penggolongan anak tunagrahita terkait dengan pendidiakn dan pembelajaran, diantaranya; 1) Anak tungrahita mampu didik (Debil) Pada kategori ini, memiliki IQ 50-75 anak tunagrahita mampu didik adalah anak tungrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampauan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasil tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik
31
anatara lain: (1) membaca, menulis, mengeja dan berhitung (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain (3)ketrampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Kesimpualnnya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan. 2) Anak tunagrahita mampu latih (Imbecile) Pada kategori ini, memiliki IQ 30-55 anak tunagrahita mampu latih adalah tungrahita yang memiliki kecerdasan intelektualitas rendah sehingga tidak mampu untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anaka tungrhita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan yaitu : (1) belajar mengurus diri sendiri, misal makan minum, pakaian, mandi, tidur (2) belajar menyesuaikan dengan lingkungan rumah sekitar. Kemampuann tunagrahita mampu latih berarti naka tunagrhita hanya dapat dilatih untuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui aktivitas kehidupan sehari-hari serta melakukan fungsi sosial masyarakat menurut kemampuan.
3) Anak tunagrahita mampu rawat (Idiot) Pada kategori ini, memiliki IQ dibawah 25-30 anak tunagrahita mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk kebutuhannya sendiri sangat membutuhkan orang lain,
32
anak tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain. d. Faktor Penyebab Anak Tunagrahita Menurut Dinie Ratri Desiningrum (2016: 19) penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang erasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan: 1) Faktor Keturunan Kelainan
kromosom dapat dilihat
dari bentuk dan
nomornya. Dilihat dari bentuk dapat berupa inversi atau kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gen karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis), yaitu salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan
kromosom
pada salah
satu
translokasi, yaitu adanya kromosom yang
sel
lainnya;
patah dan
patahannya menempel pada kromosom lain. Kelainan gen terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar namun tetap dalam tingkatan genotif. 2)
Gangguan Metabolisme dan Gizi Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat dalam perkembangan individu terutama perkembangan sel-sek otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan
33
kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. 3)
Infeksi dan keracunan Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakitpenyakit selamam janin berada di dalam kandungan. Penyakit
yang dimaksud
anatra
lain
rubella
yang
mengakibatakan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun. 4) Trauma dan zat Radioaktif Terjadi trauma terutama pada otak ketiak bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat meningkatkan ketunagrhitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sianr X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly
5)
Masalah pada kelahiran Masalah yang terdiri pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan napas pendek,
34
kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanisme trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit. 6)
Faktor Lingkungan Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketungrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan Patton & Polloway bhawa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksiu yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketungrahitaan. Latar belakang orang tua sering juga dihubungkan dengan masalah-maslah perkembngan.
Kurangnya
kesadran
orang
tua
akan
pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam
memberikan
rangsangan
positif
dalam
masa
perkembangan anak menjadi penyebab salah satu timbulnya gangguan.
3. Pembinaan Karakter Religius pada anak Tunagrahita Pembinaan karakter religius yang diprogramkan melalui pendidikan formal yaitu sekolah berupa kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik supaya
35
berperilaku baik. Pembinaan pada anak tunagrahita memerlukan beberapa aspek yang menjadi indikator keberhasilan dalam berperilaku. Pembinaan karakter religius erat kaitanya dengan nilai, menurut Zayadi dalam Abdul Majid dan Dian Andiyana (2011: 93-98) mengemukakan
bahwa
nilai-nilai
pranata
kehidupan
manusia
igolongkan menjadi dua macam, yaitu: f.
Nilai Ilahiyah Dalam bahasa Al Qur‟an, dimensi hidup ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah atau wujud nya atau subtansi jiwa ketuhanan itu, maka kita dapatkan nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat pentig yang harus ditanamkan kepada setiap peserta didik. Diantara nilainilai yang sangat mendasar adalah: 1) Iman, yaitu siakp batin yang penuh kepercayaan kepada Allah . Jadi tidak cukup hanya adanya Allah, melainkan harus mengingatkan menjadi sikap mempercayai kepadanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada Nya. 2) Islam, sebagai kelanjutan iman maka sikap pasrah kepadaNya dengan menyakini bahwa apapun yang dating dari Than tentu mengandung hikmah kebaikan yang idak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif 3) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan
36
bertndak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggungjawab, tidak setengah-tengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. 4) Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu diridhai Allah dengna mnjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai Allah. 5) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan semata-mata demi memperoleh ridha dan perkenan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin tertutup maupun terbuka. 6) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harap kepadaNya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian. 7) Syukur,
yaitu
sikap
penuh
rasa
terimakasih
dan
pengharapan dalam hal ini atas segala nikmat dan karuia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya siakp otomatis kepada Allah karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri.
37
8) Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala
kepahitan
hidup besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis keyakinan yang tak tergiyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. g.
Nilai Insaniyah Selain nilai-nilai ilahiyah, nilai-nilai insaniyah juga perlu diajarkan
kepada
anak.
Tentang
nilai-nilai
budi
luur
(Insaniyah), sesungguhnya kita dapat mengetahuinya secara akal sehat (common sense) mengikuti hati nurani kita. Adapun nilai-nilai insaniyah yang patut ditanamkan kepada peserta didik diantaranya adalah: 1) Shilaturrahmi, yaitu rasa cinta kasih antara sesame manusia, khususnya anatara saudara kerabat tetangga dan lain-lain. Siat utama tuhan adalah kasih( rahim, rahman)
sebagai
satu-satunya
sifat
Ilahi
yang
diwajibkan sendiri atas diriNya. Maka manusia ou harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya. 2) A-Ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut ukhwah islamiyah) 3) Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa semua manusia tanpa memandang jenis kebangsaan danlain-lain, adala sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya
38
manusia hanya dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya. 4) Al-„Adalah, yaitu wawasan ynag seimbang atau balance dalam memandang menili atau menyikapi sesuatu atau seseorang dan seterusnya. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Al Qur‟an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang Allah untuk menjadi golongan tengah (ummat wasathan) agar dapat menjadi saksi untuk umat manusia sebagai kekuatan penengah. 5) Husnu Al-dzan, yaitu berbaik sangka kepada sesame manusia berdasarkan ajaran agaman bahwa manusia itu pada asal dan hakikatnya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atasa fitrah kejadian asa yang suci. 6) At- Tawadhu‟, yaitu siakpa rendah hati, sebuah siakap yang
tumbuh
karena
keinsyafan
bahwa
segala
kemuliaan hanya milik Allah aka tidak sepantasnya manusia mengeklaim kemulian itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik yang itupun hanya Allah yang menilainya. 7) Al- Wafa, yaitu tepat janji. Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu mene[ati janaji bila membuat perjanjian.
39
8) Insyirah, sikap lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapatpendapat dan pandangan-pandangan seperti dituturkan dalam Al Quran mengenai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau. 9) Al-Amanah, dapat dipercaya sebagai salah satu konsekuensi iman ialah amanha atau penampilan siri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan khiyanah yang mat tercela. 10) Iffah atau ta‟affuf yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong jadi tetap rendah hati dan tidak mudah menujukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengumbar belas kashan orang lain dan mengharapkan pertolongannya. 11) Qawamiyah yaitu sikap tidak boros (isrof) dan tidak perlu kikir (qatr) dalam menggunaan harta, melainkan sedang (qawam) menggambarkan bahwa orang yang boros adalah teman setan yang meentang Tuhannya. 12) Al-Munfiqun, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesedian yang besar untuk menolong sesame manusia terutama mereka yang kurang berutung (fakir, miskin, dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya) dengan mendermakan sebagian harta benda yang dikaruniakan dan diamankan kepada mereka
40
sebab manusia tidak akan mendapatkan kebaikan sebelum mendermakan sebagian harta yang dicintainya itu.
B. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu Kajian
penelitian
yang
bersumber
dari
penelitian
terdahulu
menemukan tesis yang ditulis oleh Alhairi (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta, 2015) yang berjudul Penanaman Pendidikan Karakter Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus “Tunagrahita” di SMA-LB Negeri 1 Yogjakarta. Hasil dari penelitian tersebut adalah penanaman pendidikan karakter menggunakan metode diantaranya metode keteladanan, metode ikon dan afirmasi, metode pembelajaran kooperatif, metode pembiasaan dan metode reward. Relevansi dengan penelitian Alhairi dengan penelitian yang akan dikaji adalah berkaitan dengan pendidikan karakter bagi anak tunagrahita sedangkan perbedaannya adalah penelitian Alhairi mengkaji tentang penamaman karakter pada anak tunagrahita sedangkan penelitian yang akan dikaji adalah fokus pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita. Dalam penelitian lain adalah, “Ahmad Sadan Husaein (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta, 2013) Upaya Pembinaan Karakter Religius dan Disiplin Melalui Kegiatan Keagamaan di SMP N 2 Kalasan Sleman Yogjakarta”. Hasil dari penelitian tersebut adalah upaya pembinaan karakter religius dan disiplin melalui kegiatan keagamaan dengan perencanaan sekolah yang matang dan kerjasama dengan seluruh stake holder sekolah,
41
penambahan satu jam pelajaran PAI yang digunakan untuk praktik ibadah, pembiasaan dan kedisiplinan ibadah siswa melalui kegiatan keagamaan siswa, memberi ajaran dan nasihat serta reward dan punishment untuk memacu siswa dalam meningkatkan ibadah, peraturan yang tegas dan para guru juga menanamkan keteladanan pada siswa. Bentuk pembinaan karakter religius melalui kegiatan sholat dhuha, doa bersama, dzikir, BTA, sholat dhuhur berjamaah, jumat terpadu, pengajian bulanan ahad pagi, lomba-lomba keagamaan dan ektrakulikuler. Relevansinya penelitian Ahmad Sadan Husaein dengan penelitian yang akan dikaji adalah terkait dengan pembinaan karakter religius. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang akan dikaji yakni pada lokasi penelitian. Dalam penelitian lain adalah, Muhimmatun Khasanah (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2015) Pembentukan Karakter Religius Siswa Dalam Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti Pada Kelas VII SMPN 1 Imogiri Bantul Yogjakarta. Hasil dari penelitian tersebut yakni menguraikan strategi pembentukan karakter religius di dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti yakni meliputi berdoa bersama sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran, memberikan keteladanan, memberikan sanksi, penciptaan suasana religius yang bersangkutan dengan pertumbuhan anak. Relevansi peneitian Muhimmatun Khasanah dengan penelitian yang akan dikaji adalah terkait dengan karakter religius. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang akan dikaji mengenai obyek dan lokasi penelitian.
C. Kerangka Berfikir
42
Guru sebagai orang yang mempunyai tugas mengajar anak didik dan memiliki
tanggugjawab terhadap keberhasilan anak didik, serta memiliki
karakter dan kepribadian yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa guru memilki peran sekaligus fungsi yang sangat vital dalam pembentukan karakter peserta dan kepribadian peserta didik. Pada dasarnya pendidikan pendidikan agama Islam berusaha mengembangkan aspek dalam kehidupan manusia, disamping aspek spiritual juga intelektualnya baik secara individu maupun secara kelompok serta mendorong semua aspek tersebut ke arah perbaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup, baik hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia maupun manusia dengan alam sekitarnya. Disamping itu, melalui pendidikan agama Islam dapat diupayakan pembinaan karakter religius hingga tercipta pribadi muslim yang memiliki karakter religius yang kuat. Setiap anak dilahir dalam kemampuan dan bakat yang berbeda-beda. Apabila bakat tersebut bisa digali, kemudian dikembangkan maka akan memiliki kemampuan tersendiri. Keberadaan anak tunagrahita dengan berbagai potensi dan kelainan yang dimiliki membutuhkan bantuan orang lain untuk mengembangkan kemampuannya. Anak tunagrahita
mengalami
hambatan dalam fungsi kecerdasan, social, emosional, kepribadian, dan fungsi mental lainnya sekaligus anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Maka dibutuhkan suatu pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Pendidikan itu sama atau setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak membeda-bedakan anak kaya, miskin, normal
43
ataupun berkelainan semua berhak mendapat pendidikan. Apalagi pendidikan agama Islam yang dapat dijadikan fondasi dalam membentuk karakter anak. Jadi guru itu tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran dalam kelas tetapi juga harus bisa membina peserta didik untuk senantiasa bersikap dan berperilaku sesuai dengan ketetapan dan aturan agama Islam. Guru PAI harus mampu menjadikan model sekaligus tauladan yang baik bagi peserta didiknya. Disamping itu peran guru PAI sebagai pelaku Pembina dalam kegiatan pembinaan karakter religius juga semestiya mempunyai metode tertentu yang sesuai dengan kondisi peserta didiknya. Tidak ada salahnya anak tunagrahita diberi bekal pendidikan Agama Islam agar mereka juga bisa beribadah kepada kepada Allah, mensyukuri dengan apa yang sudah diberikan, dan berusaha untuk menerima dengan ikhlas kekurangan yang dimilikinya. Agar anak tersebut bisa mandiri dalam ibadah maupu hanya mempunyai bekal pendidikan Islam. Kebanyakan orang menganggap anak tunagrahita selalu identik tidak dapat melakukan apa-apa. Termasuk melaksanakan ibadah sholat. Mereka menganggap mereka selalu bergantung pada orang lain. Untuk hal sederhana seperti makan dan minum perlu bantuan orang lain, apalagi mampu menghafal bacaan sholat dan doa sehari-hari. Anggapan itu tidak benar, bahwa anak tunagrahita itu ada beberapa klasifikasi yaitu ringan, sedang dan berat. Kalau anak tunagrahita ringan dan sedang masih bisa untuk dididik, dilatih sehingga mereka bias mandiri bahkan dapat berprestasi seperti anak normal. Apabila anak tunagrahita itu disekolahkan maka tugas seorang guru itu bagaimana upaya menggali seluruh potensi, mendapat dan menumbuhkan
44
karakter yang baik pada anak. Sehingga anak dapat memiliki karakter yang baik serta tumbuhnya kesadaran dan kemandirian pada anak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mencerminkan karakter religius. Taat menjalankan segala perintah Allah SWT dan RasulNya. Apabila seorang guru mempunyai pengetahuan yang cukup memandai tentang bagaimana membina karakter religius pada anak tunagrahita, kemudian anak mengikuti mempraktikan bersama dengan guru-guru lain dalam suatu sistem yang terencana dengan baik. Maka anakpun akan terbiasa dengan bersikap religius. Sehingga dengan adanya kerjasama seluruh warga sekolah luar biasa dalam menciptakan akan kultur religius dengan berbagai kegiatan keagaman akan senatiasa berpengaruh pada proses pembinaan karakater religius anak.
45
BAB III METODOLOGI PENELITAN
A. Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskripstif
kualitattif.
Penelitian ini menekankan pada catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Dalam penelitian deskriptif kualitatif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap pelaku, penelitian deskriptif tidak dimaksud untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Suharsimi Arikunto, 1998:309) Tujuan
dari
penelitian
deskriptif
adalah
untuk
membuat
pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu. (Sumadi Suryabrata, 2002:18) Penentuan penggunaan pendekatan ini dengan mempertimbangkan bahwa penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menemukan data tentang pelaksanaan pembinaan karakter religius pada tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali.
B. Setting Penelitian 1. Waktu Penelitian Peneliti merencanakan (target) waktu penelitian mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap penyelesaian adalah mulai dari bulan Januari sampai bulan Juli 2016
44
46
2. Tempat penelitian Tempat penelitian di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah luar biasa yang mempunyai kegiatan-kegiatan pembinaan karakter religius yang bertujuan membentuk siswanya mempunyai karakter religius.
C. Subyek Informan Penelitian 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah benda, hal atau orang tempat data untuk variable penelitian yang dipermasalahkan melekat (Suharsimi Arikunto, 1998:116). Subyek dalam penelitian ini adalah guru PAI di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali 2. Informan Penelitian Adapun yang menjadi informan dalam penlitian ini adalah kepala sekolah SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali, guru kelas tunagrahita, orang tua peserta didik dan anak didik tunagrahita
D. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 1998:134). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
47
1. Wawancara (interview) Wawancara atau yang biasa disebut dengan interview atau kuesioner
lisan
adalah
sebuah
pewawancara untuk memperoleh
dialog
yang
dilakukan
oleh
informasi dari terwawancara
(Suharsimi Arikunto, 2002;132). Interview digunkan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang misalnya untuk mencari data variabel. Metode ini digunakana untuk mengetahui dan memperoleh data secara langsung dari objek penelitian tentang sejarah berdirinya, karakter religius anak tungrahita, metode pembinaan, kendala dan solusi dalam pembinaan karakter religius tungrahita. Sedang bentuk wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin dimana pewawancara menyiapkan beberapa unit butir pertanyaan pokok, wawancara ini diajukan kepada guru PAI, kepala sekolah, anak didik dan orang tua 2. Observasi Seringkali orang mengartikan observasi sebagai suatu aktivitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Didalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan mengguankan seluruh alat indra. Jadi observasi dapa dialkuakn melalui pengelihatan, penciuman, pedengaran dan pencecap. Apa yang dikatakn ini sebenarnya adalah pengamatan langsung (Suharsimi Arikunto, 2002: 170)
48
Jenis observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi sistematis. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan yang telah disusun untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang letak geografis, proses pelaksanaan pembinaan karakter religius pada tungrahita. 3.
Dokumentasi Tidak kalah penting dari metode-metode lain adalah metode dokumentasi yaitu mengenai hal-hal atau variabel berupa catatn, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2002:206) Adapun metode dokumentasi digunakan penulis untuk mengumpulkan dat-data tertulis yang sudah ada pada obyek penlitian seperti jadwal-jadwal program/kegiatan, profil, visi misi, daftar nama peserta didik, daftar nama guru, raport deskripsi anak didik serta dokumen-dokumen lain untuk melengkapi adat penilitian yang diperlukan.
E. Teknik Keabsahan Data Keabsahan data atau validitas data merupakan kebenaran dari hasil penelitian. Hal ini dilakukan peneliti dengan maksud supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena validitas data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpualn data dalam penelitian.
49
Data yang berhasil digali dan dikumpulkan dalam penelitian harus dijamin kebenaran dan keabsahannya. Sedangkan pengalaman sesorang itu subjektif setelah disepakati oleh beberapa atau orang banyak barulah dikatakan objektif. Dalam penelitian pemeriksaan data ini menggunakan teknik triangulasi sumber dan triagulasi metode. Menurut Patton dalam Lexy (2003:178) triagualsi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Dalam pemeriksaan data ini penelitian akan mempermudah dengan langkah: 1.
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2.
Membandingkan apa yanga diaktakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3.
Membandingkan apa yanag dikatakn orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjanag waktu.
4.
Membandingkan keadaan da prespektif seseorang berbagai pendapat dan pandanagan orang seperti rakyat baisa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
5.
Membandingkan hasil wawancara dengn isi dokumen berkaitan. Sedangkan menurut Andi Prastowo (2012:231) triagulasi metode
adalah teknik pengumpulan data ketika penelitian menggunakan tknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. Peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif,
50
seperti pengamatan partisipasif (observasi), wawancara, dan dokumentasi untuk sumber yang sama secara serempak.
F. Teknik Analisis Data Menurut N.K Maholtra dalam Etta dan Sopiah (2010:199) tahap analisi data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpualan data, reduksi dat, penyajian data dan penrikan kesimpulan atau verifikasi. Teknik analisi data adalah rangkaian kegiatan peneleaahan, pengelompokan, sistematis, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah (Etta, Sopiah, 2010:198). Analisis data pada penelitian ini merupakan analisi interaktif, yang terdiri dari tiga komponen, yakni reduksi data, penyajian data dan penrikan kesimpulan. Miles dan Huberman dalam Etta dan Sopiah (2010: 199) menjelaskan ketiga langkah analisis interaktif tersebut: 1. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai prsoes pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Dalam pelaksanaannya peneliti mengumpulakan semua data yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian data dipilih-pilih untuk diambil data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
51
2. Penyajian Data Yakni menyajikan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkianan
adanya
penarikan
kesimpulan
dan
pengambilan tindakan. 3. Penarikan Kesimpulan Sedangkan dalam proses penarikak kesimpulan atau verifikasi yakni pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama ia menulis suatu tinjauan ualang pada catatan lapangan. Model menganalsis data tersebut digambarkan oleh Miles dan Huberman (Andi Prastowo, 2012: 243) GB. 01 Model Analisis Interaktif oleh Miles dan Huberman
Data Collection Dispaly Data
Data Reduction
Conclusion Drawing
Penjelasan dari bagan tersebut adalah dalam bagan tersebut, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Model analisis interaktif ini diawali dengan proses
52
pengumpulan data dengan metode yang telah ditentukan seperti wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah data penelitian terkumpul, maka proses dilanjutkan dengan memilih data yang sesuai dengan fokus reduksi data, sehingga akan didapatkan sekelompok data yang sesuai dengan fokus penelitian. Data-data hasil reduksi dilihat secara keseluruhan. Dari tampilan data ini diambil kesimpulan tentang penelitian. Apabila ada penarikan kesimpulan ini masih ada kejanggalan, maka proses analisisa data akan kembali pada proses awal yakni proses pengumpulan data. Proses ini akan tersu menerus berejalan sampai didapat satu kesimpulan yang dapat menjawab rumusan masalah yang disampaikan.
53
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Fakta Temuan Penelitian 1. Gambaran Umum a. Letak Geografis SLB B dan C Mitra Amanda terletak ditengah-tengah perkampungan warga. Terletak di jalan Bangak-Simo tepatnya di dusun Sangrahan RT. 04 RW.02, desa Trayu, kecamatan Banyudono, kabupaten Boyolali. Adapun bangunan gedungnya menghadap ke selatan. SLB B dan C Mitra Amanda memiliki luas bangunan 600 m 2. Letak strategis sekolah tersebut memudahkan untuk dijangkau, banyak peserta didik yang berasal dari luar kecamatan Banyudono yang menggunakan transpotasi umum. (Obsevasi pada tanggal 8 Juni 2016) Sebagaimana terlihat ketika peneliti berkunjung ke SLB B dan C Mitra Amanda (Observasi tanggal 8 Juni 2016) bahwa berbatasan langsung dengan: Sebelah barat :
Dukuh Sangrahan RT 03
Sebelah timur :
Persawahan
Sebelah utara :
Jalan raya Banggak-Simo
Sebelah selatan:
Dukuh Sangrahan RT 05
52
54
b. Sejarah Berdiri SLB B dan C Mitra Amanda SLB B dan C Mitra Amanda didirikan pada tahun 2007, tepatnya 17 Juli 2007. SLB B dan C Mitra Amanda berdiri dibawah yayasan Mitra Amanda. Berdirinya sekolah tersebut dilatar belakangi oleh kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus di daerah Banyudono yang belum memperoleh pendidikan secara formal. Di awal berdirinya sekolah tersebut hanya mempunyai empat siswa dan menempati ruang yang serba minim. Tepat setelah keluarnya ijin sekolah, tepatnya pada tanggal 7 September 2009 SLB B dan C Mitra Amanda mengalami perkembangan pesat, mulai dari jumlah peserta didiknya yang semakin banyak, ketersediaan guru-guru dengan kompetensi yang sesuai serta didukung dengan perkembangan sarana dan prasarana yang semakin lengkap. SLB B dan C Mitra Amanda tidak hanya memiliki peserta didik dengan kelainan tunarunggu dan tunagrahita, tetapi ada anak autis. Sekolah memutuskan menerima anak autis bersekolah di SLB B dan C Mitra Amanda atas dasar sekolah berusaha untuk memberikan pelayanan anak yang berkelainan walaupun sekolah tersebut sebenarnya hanya fokus pada tunarunggu dan tunagrahita. Di samping itu, SLB B dan C Mitra juga merupakan salah satunya sekolah luar biasa yang ada di daerah Banyudono sehingga banyak orang tua yang lebih suka menyekolahkan anak di sekolah tersebut. Antusiasme orang tua dalam menyekolahkan anak membuat SLB
55
B dan C Mitra Amanda senantiasa berusaha memberikan pendidikan terbaik baik anak-anak berkelainan.(Wawancara, dengan Kepala Sekolah, Senin 6 Juni 2016) c. Visi dan Misi SLB BC Mitra Amanda 1) Visi Terwujud pelayanan pendidikan yang optimal bagi anak berkebutuhan khusus agar mandiri dapat berperan serta dalam kebutuhan bermasyarakat yang dilandasi iman dan taqwa. 2) Misi: a) Membentuk pribadi yang berbudi pakerti yang jujur b) Menjalankan syariat agama yang dianutnya c) Memberikan
pelayanan
pendidikan
bagi
anak
berkebutuahan khusus dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki secara optimal d) Memberikan pelatihan dan ketrampilan sebagai bekal hidup mandiri di tengah masyarakat (Dokumentasi, 6 Juli 2016) d. Tujuan SLB B dan C Mitra Amanda Tujuan Pendidikan SLB B dan C Mitra Amanda sebagai berikut. 1) Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia kepada peserta didik 2) Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua masyarakat dalam pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (PK dan PLK) secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-
56
ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual; 3) Ikut menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan 12 tahun secara efisien, bermutu, dan relevan. 4) Memperluas akses pendidikan nonformal melalui pendidikan layanan khusus (PLK) bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; 5) Meningkatkan daya saing dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan; 6) Meningkatkan kualitas pendidikan SLB Negeri Sragen dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; 7) Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakatdalam pembangunan pendidikan.
57
e. Struktur Organisasi SLB B dan C Mitra Amanda STRUKTUR ORGANISASI SLB B DAN C MITRA AMANDA 1) Ketua Yayasan
: Munardi
2) Kepala Sekolah
: Siti Marjannah, S.Pd.I
3) Komite Sekolah
: Agus Istanto
4) Sekretaris
:Aklis Wulandari
5) Bendahara
: M yassin
6) Seksi Kurikulum
: Setiyani, S.Pd
7) Seksi Kesehatan
: Nur Fiytriyani, S.Pd
8) Seksi Humas
: Tri Wansih, A.Md
9) Seksi Ketrampilan
: Ujiana Firmani, A.Md
10) Seksi Kesenian
: Suparmi, S.Pd
f. Kondisi Guru dan Tenaga Kependidikan SLB B dan C Mitra Amanda Guru merupakan komponen yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai tenaga profesional yang sangat menentukan kesuksesan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan. Guru dan tenaga kependidikan di SLB BC Mitra Amanda
berjumlah 12 orang
dengan kualifikasi pendidikan yang berbeda-beda tetapi ada beberapa yang belum sarjana. (wawancara dengan Ibu Siti, 6 Juni 2016)
58
Tabel Data pendidik dan tenaga kependidikan SLB BC Mitra Amanda Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Pendidikan
Jabatan
1
Siti Marjannah, S.Pd.I
S1
2
Nur Fitriyani, S.Pd
S1
Kepala sekolah/ Guru Mata Pelajaran Guru kelas
3
Noviani Laily Nurwahidah, S.Pd
S1
Guru kelas
4
Setiyani, S.Pd
S1
Guru kelas
5
Suparmi, S.Pd
S1
Guru kelas
6
Tri Wansih, A.Md
D2
Guru kelas
7
Ujiana Firmani, A.Md
D2
Guru kelas
8
S1
9
Hannalia Fatta Keksi Rahayu, S.Pd Agustina Nur C, A.Ma
D2
Guru Mata Pelajaran Guru kelas
10
Marwanto
MA
Guru kelas
11
Latifah Nurul Darojah, A.Md
D2
12
Didik Setiawan
SD/Sederaj at
Tenaga Administrasi Tenaga Administrasi
(Dokumentasi SLB BC Mitra Amanda, Senin 6 Juni 2016) g. Kondisi Peserta Didik di SLB B dan C Mitra Amanda Peserta didik di SLB B dan C Mitra Amanda adalah penyandang disabilitas tunarunggu dan tunagrahita yang berada di wilayah Banyudono. Namun ada beberapa penyandang autis yang bersekolah di SLB B dan C Mitra Amanda. Semua peserta didik di SLB B dan C Mitra Amanda beragama Islam. (Observasi, 6 Junii 2016)
59
Tabel data peserta didik di SLB BC Mitra Amanda Boyoyali No
Nama
Ketunaan
Rombel
1
Muhammad Akbar Perdana
Tunagrahita
1B
2
Nayaka Arya Sakha Guna
Autis
1B
3
Aqueena Putri
Tunagrahita
1B
4
Veninda Sukmasari
Tunagrahita
3
5
Aan Yulianti
Autis
3B
6
Irma Nanda Wulandari
Tunagrahita
3B
7
Ismail Cahyo Widodo
Tunagrahita
4B
8
Muhamad Ghifar
Autis
4B
9
Refan Ibnu Arbiyan
Autis
4B
10
Habib Mustaqim
Tunagrahita
4B
11
Ifa Khalimatul Hikmah
Tunagrahita
5B
Down syndrome
5B
Wahyu Agus Pratama 13
Adam W Nurhuda
Tunagrahita
5B
14
Gunawan
Tunagrahita
6B
15
Hafid Rozak Rais
Tunagrahita
6B
16
Leo Muh Yasin
Tunagrahita
6B
17
M. Taufik
Tunagrahita
6B
18
Aditiya Muh Dhuhri
Tunagrahita
6B
19
Bayu Wicaksono Aji Pambarep
Tunagrahita
7B
20
Elsa Yuliani
Tunagrahita
7B
21
Faiz Syahru Ramadhani
Tunagrahita
7B
22
Prasetyo Wiji Utomo
Tunagrahita
8B
23
Arif Dani Suryanto
Tunagrahita
8B
12
60
24
Asmi Hasanatul Ulya
Tunagrahita
8B
25
Desi Surasni
Tunagrahita
8B
26
Lanjar Muslimin
Tunagrahita
9B
27
Muhammad Lavy Ibrahim
Tunagrahita
9B
28
Rizka Novi Anggraini
Tunagrahita
9B
29
Arifin Herba Nur Wahid
Tunagrahita
9B
Down Syndrom
9B
Didik Setiawan 31
Linda Sholikah
Tunagrahita
9B
32
Novianto Joko Sutopo
Tunarunggu
3C
33
Pradikta Apriyanto Wibowo
Tunarunggu
3C
34
Rahayu Kirana Safitri
Tunarunggu
3C
35
Sahara Hanafi
Tunarunggu
4C
36
Muhammad Akbar Perdana
Tunarunggu
4C
37
Arkania Sarifa
Tunarunggu
5C
38
Yunus Andianto
Tunarunggu
5C
39
Fikri Shofiani
Tunarunggu
8C
40
Mudiatul Milasari
Tunarunggu
8C
30
(Dokumentasi SLB BC Mitra Amanda, 6 Juni 2016) Berdasarkan tabel diatas, diketahuai jumlah murid di SLB B dan C Mitra Amanda secara keseluruhan berjumlah 40 anak terdiri dari anak tunagrahita, Autis, down syndrome, dan tunarunggu. Secara rinci murid tuangrahita sebanyak 25 anak, autis sebanyak 4 anak, tunarunggu sebanyak 9 anak dan Down syndrome sebanyak 2 anak.
61
h. Sarana dan prasarana Saran dan prasarana adalah hal penting bagi pendidikan. Karena dengan adanya sarana dan prasarana yang menunjang akan sangat membantu proses belajar mengajar. Sebagian sarana dan prasarana di SLB BC Mitra Amanda sudah terfasilitasi, namun ada yang sebagian belum memandai. Saran dan prasarana yang ada di SLB BC Mitra Amanda sebagai berikut Tabel data prasarana di SLB B dan C Mitra Amanda No
Nama Prasarana
Kondisi
1
Ruang Guru
Baik
2
Ruang kelas 1C
Baik
3
Ruang kelas 1B
Baik
4
Ruang kelas 2C
Baik
5
Ruang kelas 3B
Baik
6
Ruang kelas 3C
Baik
7
Ruang kelas 3B
Baik
8
Ruang kelas 4
Baik
9
Ruang kelas 5
Baik
10
Ruang kelas 6 C
Baik
11
Ruang kelas 1 SMPLB C
Baik
12
Ruang kelas 1 SMPLB B
Baik
13
Ruang kelas 2 SMPLB C
Baik
14
Ruang kelas 2 SMPLB B
Baik
15
Ruang kelas 3 SMPLB C
Baik
16
Ruang kelas 3 SMPLB B
Baik
17
Ruang kepala sekolah
Baik
18
Ruang TU
Baik
19
Mushola
Baik
20
Lapangan
Baik
62
21
Parkiran
Baik
22
Kantin
Baik
23
Ruang Ketrampilan menjahit
Baik
Tabel sarana di SLB B dan C Mitra Amanda No
Jenis Sarana
Jumlah
Kondisi
1
Rak hasil karya peserta didik
1
Baik
2
Kursi siswa
45
Baik
3
Meja siswa
40
Baik
4
Meja dan kursi guru
10
Baik
5
Papan tulis
18
Baik
6
Almari
11
Baik
7
Jam dinding
16
Baik
8
Bell
1
Baik
9
Kipas angin
15
Baik
10
Printer
1
Baik
11
Komputer
1
Baik
2. Pembinaan Karakter Religius pada Anak Tunagrahita di SLB C Mitra Amanda a. Pelakasanaan Pembinaaan Karakter Religius pada Anak Tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda Pada bagian ini akan dipaparkan temuan hasil penelitian selama penelitian berlangsung, khususnya yang berkaitan dengan pembinaan karakter religius pada anak tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda. Hasil penelitian tersebut diperoleh secara observasi
63
langsung kegiatan pembinaan karakter religius anak tunagrahita di SLB B dan C Mitra Amanda, wawancara dengan berbagai pihak yang terkait, serta pengumpulan dokumen-dokumen yang tersedia. Beberapa bentuk upaya kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembinaan karakter religius melalui: 1) Sholat Berjamaah Sholat yang dilaksanakan secara berjamaah bersama anak-anak tunagrahita di SLB BC Mitra Amanda yakni hanya sholat dhuhur, karena waktu sholat dhuhur anak-anak masih berada di lingkungan sekolah. Dan setelah melaksanakan sholat dhuhur anak-anak masih melanjutkan kegiatan sekolah. Sebelum sholat dhuhur berjamaah dimulai anak-anak berdiri rapi mengantri berwudhu. Satu persatu-satu mengantri giliran berwudhu dan didampingi oleh guru PAI atau oleh guru yang lain jika guru PAI sedang berhalangan ada acara. Dalam berwudhu masih ada beberapa anak tunagrahita yang masih memerlukan bimbingan, seperti halnya rukun wudhu yang tidak urut. Guru yang mendampingi langsung memberi bimbingan dan pengarahan tata cara berwudhu yang baik dan benar. Setelah semuanya selesai berwudhu mereka langsung menuju ke tempat sholat. sarana sholat sekolah ini sangat sederhana sekali. Keterbatasan sarana prasarana ibadah dengan memanfaatkan ruang kosong kemudian digelar tikar dan digulung lagi setelahnya. Sholat dhuhur berjamaah tidak hanya dilakukan oleh
64
anak-anak tunagrahita, tetapi juga diikuti anak-anak tunarunggu dan beberapa anak autis sehingga sholat dhuhur berjamaah diikuti oleh semua murid tanpa terkecuali. Dalam pelaksanaan sholat jamaah yang menjadi iman sholat setiap hari bergantian sesuai dengan jadwal yang teah ditentukan, sehingga semua anak laki-laki berkesempatan merasakan menjadi iamam sholat. Sholat berjamaah yang dilakukan di SLB B dan C Mitra Amanda dilaksanakan secara adaptif, yakni bacaan sholat semua dijahrkan mulai dari takbiratulikhram sampai salam bahkan berdoa. Hal ini bertujuan memudahkan anak-anak tunagrahita untuk menghafal dan mengikuti. (Obsevasi, 8 Juni 2016) Pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah sudah menjadi kegiatan wajib setiap hari. Ketika sudah memasuki waktu sholat anak-anak tunagrahita disegerakan untuk bergegas untuk melaksanakan sholat dhuhur berjamaah. Harapannya agar anak terbiasa untuk terlatih kedisiplinan dan tanggungjawab dengan berbagai hal terutama terhadap kewajibannya sebagai muslim melaksanakan sholat (Wawancara dengan bu Siti, 3 Juni 2016) Selain ikut melaksanakan sholat di sekolah anak-anak juga aktif sholat ketika di rumah masing-masing. Tanpa perlu dipaksa ataupun diingatkan oleh orang tua. Bahkan ketika mendengar suara adzan pun kadang langsung bergegas ke masjid dekat rumah. (wawancara dengan bu Lilik, 2 Juni 2016)
65
Ketika ada anak yang tidak mau mengikuti kegiatan sholat dhuhur berjamaah, langsung diberi pengarahan tentang kewajiban sholat serta keberadaan neraka yang menakutkan. Dan guru juga menjelaskan adanya kehidupan di akhirat (Wawancara dengan Riska, 8 Juni 2016) Dalam pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah ini hal-hal yang menjadi penghambat adalah setiap menjelang waktu dhuhur masih ada beberapa anak yang perlu untuk diingatkan jadi kesadaran yang miliki masih kurang. Selain itu ketika berlangsung sholat berjamaah ada beberapa anak yang masih ramai, berbincang dengan teman samping kanan dan kirinya, dan keterbatasan intelektual yang dimiliki anak tunagrahita nampak ketika melafalkan bacaan sholat ada beberapa anak yang belum hafal dan hanya diam. Selain adanya hal-hal sebagai penghambat, di sini ada beberapa hal pendukung ialah guru PAI yang selalu sabar dalam berbagi hal, terutama dalam membina peserta
didiknya.
Tidak
merasa
jenuh
untuk
selalu
mengingatkan karena menghadapi anak tunagrahita bukan perkara yang mudah. Mayoritas anak tuangrahita beragama Islam, merupakan peluang guru PAI dalam membina karakter religiusnya. (Observasi, 7 Juni 2016) 2) BTQ dan Hafalan Kegiatan pembelajaran
BTQ
pendidikan
dilakasanakan
sebelum
memulai
Agama Islam. Pelakasanaannya
66
dibimbing langsung oleh guru PAI. Mayoritas anak-anak tunagrahita di SLB BC Mitra Amanda tingkatannya masih pada jilid Iqra‟. Tapi beberapa guru juga menerapkan BTQ dan hafalan sebelum pembeljaran dimulai kebanyakan guru yang mengampu di jam pertama (Observasi, 1 Juni 2016) Ketika BTQ biasanya anak-anak satu persatu membaca iqra‟disimak langsung oleh guru. Setiap anak memiliki kartu baca dan wajib dibawa dan isi oleh guru setiap selesai membaca. Tujuannya untuk memantau kemampuan anak, disamping itu juga untuk mengatisipasi jika anak tunagrahita lupa batas bacanya, karena anak tunagrahita daya ingatnya juga sangat terbatas. (Wawancara dengan Bu Siti, 8 Juni 2016) Guru yang mengajarkan membaca Iqra‟ sangat sabar dalam menghadapi anak-anak tunagrhita. Tingkah laku anak yang dipengaruhi oleh rendahkan kemampuan intelektual yang dimiliki. Guru yang mengajarkan membaca iqro‟ lebih sering mengulang-ulang pelafalan itupun beberapa anak masih ada yang kesulitan. (Observasi, 2 Juni 2016) Sesudah membaca iqra‟ dilanjutkan dengan setoran hafalan surat pendek, yang hafalannya bagus guru memberikan uang seribu. Sedangakn yang belum hafal diminta melafalkan lagi berulang-ulang dipandu oleh guru. (Wawancara dengan Linda, 9 Juni 2016)
67
Walaupun kebanyakan anak-anak tunagrhita baru sampai jilid Iqra‟namun ada beberapa anak ada yang sudah mampu membaca Al Qur‟an meskipun belum lancar. Mereka yang sudah mampu
membaca Al Qur‟an adalah mereka anak
tunagrahita yang kategori ringan. (Wawancara, dengan Bu Siti 9 Juni 2016) Arif tidak hanya rajin mengaji di sekolah, tetapi ketika di rumah ia selalu mengikuti kegiatan TPA bersama anak-anak walaupun usia sudah tidak anak-anak. Tidak heran kalau ia sudah bisa membaca Al Qur‟an selain ini ketika di rumah juga sering membacanya disimaki oleh kakaknya. (Wawancara dengan bu Yanik, 9 Juni 2016) Dalam pelaksanaan BTQ dan Hafalan ini hal-hal yang menjadi penghambat adalah ketika anak diminta membaca bergiliran beberapa anak terlihat bermain sendiri dengan temannya. Selain itu beberapa anak juga terlihat di kartu bacanya telah mengulang berkali-kali namun tetap belum lancar juga. Ketika setoran hafalan juga anak yang lupa-lupa ingat sehingga guru mesti membantu dengan beberapa kata. Selain adanya penghambat disini juga ada hal pendukung yakni guru tidak langsung memarahi ketika anak mengalami kesulitan membaca dan menghafal, guru berusaha memotivasi anak agar semakin bersemangat belajar Al qur‟an. Ketika menyimak guru sangat telaten menyimak bacaan anak yang sebagian masih ada
68
yang terbata-bata. Jumlah buku Iqra‟yang mendukung sehingga anak memiliki sendiri-sendiri tanpa harus mengantri meminjam ketika akan membaca. (Observasi, 1 Juni 2016) 3) Kultum Rutin Sebelum pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah dimulai guru PAI memberikan kultum. Kegiatan ini diikuti oleh semua anak SLB BC Mitra Amanda tidak hanya anak tunagrahita tetapi juga
diikuti
anak
tunarunggu
dan
autis.
Guru
PAI
menyampaikan kultumnya dengan lantang dan ikuti dengan bahasa isyarat, ini
untuk menyesuaikan dengan kemampuan
anak tunarunggu. Materi yang disampaikan sangat ringan, lebih banyak menampilkan contoh dan menggunakan media gambar. Sehingga anak-anak tunagrahita lebih mudah menangkap. Anakanak antusias memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. (Observasi, 7 Juni 2016) Kultum sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari sebelum sholat dhuhur berjamaah. Hal ini juga untuk mengantisipasi agar tidak ada yang tertinggal sholat jamaah, karena setelah selasai kultum langsung sholat sehingga tidak ada makmum masbuq. Dalam memberikan kultum bu Siti sering mengambil materi dari buku pendidikan karakter Islami ( Wawancara dengan Bu Siti, 7 Juni 2016) Materinya kultum juga bermacam-macam, misalnya materi tentang bulan ramadhan tentang amalan-amalan baik
69
yang bisa dilakukan selama ramadhan. (wawancara dengan Arif, 10 Juni 2016) Dalam pelaksanaan kultum ini hal-hal yang menjadi penghambat adalah ketika semua anak berkumpul ada beberapa yang bermain sendiri dengan teman sampingnya. Namun hal tersebut dapat dikondisikan dengan adanya guru-guru yang mendampingi di setiap sudut. (Observasi, 7 Juni 2016) 4) Membiasakan Berdoa Untuk mengawali pembelajaran guru mengajak anak didik untuk berdoa bersama-sama, setelah itu dilanjutkan dengan membaca juz „amma satu surat sebelum pembelajaran di mulai.(Observasi, 1 Juni 2016) Guru
di
SLB
BC
Mitra
Amanda
seanantiasa
mengajarkan anak didik tentang doa-doa, diantaranya doa sebelum belajar, setelah belajar, kafaratul majelis dan doa-doa setelah sholat yaitu doa kepada kedua orang tua dan kebahagiaan dunia akhirat dan doa-doa lainnya. Hal ini dibiasakan oleh guru agar anak terbiasa jika akan memulai kegiatan apapun hendaknya berdoa terlebih dahulu. (Wawancara dengan Bu Siti, 2 Juni 2013) Ibu ana menambahkan bahwa ketika anak berdoa guru tidak hanya memperhatikan lafal bacaan doa, benar atau tidaknya. Akan tetapi juga memperhatikan siakp anak dalam berdoa terkadang ada anak yang berdoa sambil tengak-tengok.
70
Guru selalu menegur apabila ada anak didik yang sikapnya kurang baik ketika berdoa kareana berdoa adalah memohon atau meminta kepada Allah, sehingga harus dengan siakp yang baik. Orang yang minta-minta saja harus baik dengan yang dimintai, kalu tidak maka ia tidak akan mendapatkan apa yang diinginkan. Apalagi kita meminta kepada Allah SWT. (Wawancara dengan Bu Setiyani, 1 Juni 2016) 5) Membiasakan mengucap salam dan berjabat tangan Setiap hari pagi anak-anak selalu mengucapkan salam dan mencium tangan guru ketika baru datang dan akan pulang sekolah. Berjabat tangan dan mengucapkan salam juga dialkukan dengan sesama teman. Anak-anak tunagrahita berbicara sopan terhahap guru, bahkan ketika bercanda dengan teman juga berbahasa sopan. (Observasi, 8 Juni 2016) Anak-anak sudah dibiasakan untuk saling berjabat tangan dan mengucap salam tiap bertemu, agar mengajarkan anak-anak saling menjaga kerukunan. Biasanya juga sebelum pulang
semua
bersalam-salaman
saling
memaafkan.
(Wawancara, Bu Siti 1 Juni 2016) Hana menambahkan biasanya ketika bertemu dengan guru dimanapun juga selalu berjabatan mencium tangan mengucap salam. Dan ketika bertemu dengan teman juga mengucap salam dan berjabat tangan.( Wawancara, Hana 8 Juni 2016)
71
B. Interpretasi Hasil Penelitian Keberhasilan pembinaan karakter religius di SLB BC Mitra Amanda merupakan suatu kebanggaan. Karena mereka sadar bahwa mereka dalah makhluk Allah SWT, sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang senantiasa beribadah kepadanya. Adapun pembinaan karakter religius yang dilakukan di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali diukur pada dua dimensi yaitu : 1. Ilahiyah,
Dimensi
hidup
ketuhanan
yang
disebut
juaga
jiwa
rabbaniyah.dan jika mencoba merinci apa saja wujudnya atau subtansi jiwa ketuhanan itu, maka didapatakan nilai-nilai keagamaan pribadi yang penting ditanamkan pada peserta didik. Kegiatan menanamkan itulah yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Kemudian setelah tertanam maka perlu adanya pembinaan. Dalam hal ini nilai yang sangat mendasar diantaranya: Iman, Islam, Ihsan, taqwa, Ikhlas, Tawakal, Syukur, dan Sabar. Kegiatan pembinaan karakter religius di SLB B dan C Mitra Amanda yang termasuk dalam kategori ilahiyah diantaranya a. Pelaksaan sholat jama‟ah, Sholat merupakan salah bentuk perintah Allah yang tercantum dalam Al Qur‟an. Sholat merupakan ibadah yang paling pertama dihisab. Jadi mengajarkan sholat pada anak adalah suatu kewajiban termasuk pada anak tungrahita. Praktek sholat jamaah yang dilakukan di SLB B dan C Mitra Amanda pelaksanaan diadaptifkan, yakni bacaan sholat semua dijahrkan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah anak-anak dalam
72
menghafal bacaan sholat serta mempermudah juga bagi anak-anak tunarunggu dan autis dalam mengikuti karena sholat jamaah diwajibkan bagi seluruh peserta didik tanpa terkecuali. Dalam sholat jamaah terkandung nilai Islam, Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah . Jadi tidak cukup hanya adanya Allah, melainkan harus mengingatkan menjadi sikap mempercayai kepadanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada Nya. Islam, sebagai kelanjutan iman maka sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa apapun yang dating dari Tuhan tentu mengandung hikmah kebaikan yang idak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa
Allah senantiasa hadir atau berada
bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertndak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggungjawab, tidak setengah-tengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu diridhai Allah dengna mnjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai Allah. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan semata-mata demi memperoleh ridha dan perkenan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin tertutup maupun terbuka. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah
73
dengan penuh harap kepadaNya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan pengharapan dalam hal ini atas segala nikmat dan karuia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya siakp otomatis kepada Allah karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri. Keberhasilan dari pembinaan sholat jamaah yakni kesadaran anak-anak akan kewajiban ibadah sholat, mereka tidak hanya melakukan sholat di sekolah tetapi juga di rumah. Mereka yang pada mula belum bisa sholat pada akhirnya bisa sholat. serta mereka yang awalnya tidak hafal serta sikapnya kurang ketika sholat sekarang sudah dan sholat baik. b. Pembiasaan Berdoa, Pembiasaan berdoa diajarkan pada semua anak yang ada di SLB B dan C Mitra Amanda. pembiasaan berdoa tersebut dilakukan pada beberapa hal seperti ketika mengawali dan mengakhiri pembelajaran di kelas dengan dipimpin langsung oleh guru, setelah selesai sholat dhuhur berjamaah anak-anak juga berdoa dan berdzikir walaupun sebentar. Tujuannya pembiasaan berdoa yakni agar anak-anak tungrahita semakian beriman kepada Allah. Membiasakan anak-anak tunagrahita untuk senantiasa berdoa bukan perkara mudah. Guru menggunakan metode yang
74
sesuai dengan kondisi serta kebutuhan peserta didik. Terlebih anak tunagrhita tentu sangat berbeda dengan anak normal, keterbatasan intelektual yang dimiliki anak-anak tungrahita dalam beberapa Dalam hal ini guru menggunakan guru memadukan beberapa metode diantaranya metode langsung, terintergrsi dengan semua pelajaran, serta pembiasaan. Namun dalam proses pembinaan juga ditemukan faktor yang menghambat proses pembinaan diantaranya kemampuan intelektual anak. Walaupun ditemui hambatan pembinaan memberikan perubahan yang positif dari yang tidak baik menjadi baik. Nilai ilahiyah yang terkandung dalam pembiasaan berdoa diantaranya, Iman, yaitu siakp batin yang penuh kepercayaan kepada Allah . Jadi tidak cukup hanya adanya Allah, melainkan harus mengingatkan menjadi sikap mempercayai kepadanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada Nya. Islam, sebagai kelanjutan iman maka sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa apapun yang dating dari Than tentu mengandung hikmah kebaikan yang idak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalamdalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertndak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggungjawab, tidak setengah-tengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Taqwa,
75
yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu diridhai Allah dengna mnjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai Allah. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan semata-mata
demi memperoleh ridha dan perkenan Allah dan
bebas dari pamrih lahir dan batin tertutup maupun terbuka. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harap kepadaNya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan pengharapan dalam hal ini atas segala nikmat dan karuia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya siakp otomatis kepada Allah
karena
itu
sikap
bersyukur
kepada
Allah
adalah
sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri. Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis keyakinan yang tak tergiyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Keberhasilan dalam pembinaan ini dapat dilihat pada sikap anak-anak tungrahita dalam berdoa, yang awalnya mengucap doa sambil bercanda serta posisi duduk yang kurang baik dan beberapa tidak hafal sekarang mereka hafal bacaan doa dan senantiasa bersikap baik ketika berdoa.
76
c. Kegiatan kultum, kegiatan kultum rutin yang mana anak-anak di SLB B dan C Mitra Amanda diwajibkan mengikuti kultum rutin. Kultum sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari sebelum sholat dhuhur berjamaah. Hal ini juga untuk mengantisipasi agar tidak ada yang tertinggal sholat jamaah, karena setelah selasai kultum langsung sholat sehingga tidak ada makmum masbuq. Setiap selalu ada guru yang
mengisi dan
memberikan kultum. Anak-anak
diberikan nasihat-nasihat dan masukan yang mengarahkan mereka berbuat baik. Karena anak-anak di SLB dengan beranekaragam karakter
bawaan
masing-masing
kadangkala
juga
terjadi
perselisihan, berucap kotor atau tidak baik bahkan melukai diri sendiri. Keterbatasan ynag dimiliki anak-anak tunagrhita membuat sering menggulang-ulang bahasan kultum karena kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dengan diadakan kegiatan ini merupakan salah satu upaya membentengi anak-anak agar selalu berperilaku terpuji. Nilai ilahiyah yang terkandung dalam kegiatan ini dinataranya; ihsan adalah bagaimana berbuat baik kepada manusia dan menghindari daripada melakukan perbuatan yang buruk dan jahat. kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertndak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggungjawab, tidak setengahtengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu
77
yang tidak diridhai-Nya. Keberhasilan kegiatan ini yakni dengan bertambahnya pengetahuan anak-anak tungrahita terkait dengan pengetahuan keagamaan. Mulai dari akidah, akhlak muamalah dan lain-lain. d. Kegiatan BTQ, kegiatan BTQ dan Hafalan. Kegiatan BTQ dilakasanakan sebelum memulai pembelajaran pendidikan Agama Islam. Pelakasanaannya dibimbing langsung oleh guru PAI. Mayoritas anak-anak tunagrahita di SLB BC Mitra Amanda tingkatannya masih pada jilid Iqra‟. Ketika BTQ biasanya anakanak satu persatu membaca iqra‟disimak langsung oleh guru. Setiap anak memiliki kartu baca dan wajib dibawa dan isi oleh guru setiap selesai membaca. Tujuannya untuk memantau kemampuan anak, disamping itu juga untuk mengatisipasi jika anak tunagrahita lupa batas bacanya, karena anak tunagrahita daya ingatnya juga sangat terbatas. dengan kegiatan ini melatih dan meningkatkan kualitas membaca al Qur‟an. Aspek ilahiyah yang terkandung dalam kegiatan ini diantaranya; Iman, yaitu siakp batin yang penuh kepercayaan kepada Allah . Jadi tidak cukup hanya adanya Allah, melainkan harus mengingatkan menjadi sikap mempercayai kepadanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada Nya. Islam, sebagai kelanjutan iman maka sikap pasrah kepadaNya dengan menyakini bahwa apapun yang dating dari Tuhan tentu mengandung hikmah kebaikan yang idak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif. Ihsan, yaitu kesadaran yang
78
sedalam-dalamnya bahwa
Allah senantiasa hadir atau berada
bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertndak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggungjawab, tidak setengah-tengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu diridhai Allah dengna mnjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai Allah. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan semata-mata demi memperoleh ridha dan perkenan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin tertutup maupun terbuka. Keberhasilan dari kegiatan ini yakni tingkat kemampuan anak dalam membaca Iqra‟ ataupun Al Qur‟an mengalami peningkatan. Hal tersebut dibuktikan dengan Pantauan kartu baca. 2. Insaniyah, nilai-nilai insaniyah juga perlu diajarkan kepada anak. Tentang nilai-nilai budi luur (Insaniyah), sesungguhnya kita dapat mengetahuinya secara akal sehat (common sense) mengikuti hati nurani kita. Adapun nilai-nilai insaniyah yang patut ditanamkan kepada peserta didik dan kemudian perlua adanya pembinaan diantaranya silaturahmi, al-ukhwah, al-musawah, al-„adalah, husnu al-dzan, al-tawadhu,al-wafa, insyirah, alamanah, iffah dan ta‟affuf, qawamiyah,al-munfiqun. termasuk dalam dimensi insaniyah yaitu:
Kegiatan yang
79
a. Pembiasaan saling mengucap salam dan berjabat tangan, berkaitan dengan sejauh mana perilaku individu dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Dimensi ini sama halnya aspek amal dapat diwujudkan dalam tingkahlaku dalam kehidupan kehari-hari. Kegiatan yang merupakan aspek amal yakni pembiasaan berjabat tangan dan mengucap salam. Anak-anak setiap hari dibiasakan untuk bersalaman untuk mengucapkan salam ketika pertama kali bertemu guru atau teman. Terhadap sesama teman anakanak juga diajarkan untuk saling memaafkan berjabat tangan sebelum pulang sekolah. Dengan kegiatan semacam ini akan tampak kerukunan dan hubungan anatara guru dengan murid ataupun murid dengan murid tampak harmonis. Niali insaniyah yang terkandung dalam kegiatan ini diantaranya Shilaturrahmi, yaitu rasa cinta kasih antara sesame manusia, khususnya anatara saudara kerabat tetangga dan lain-lain. Siat utama tuhan adalah kasih( rahim, rahman) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diriNya. Maka manusia harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya. A-Ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut ukhwah islamiyah). AlMusawah, yaitu pandangan bahwa semua manusia tanpa memandang jenis kebangsaan danlain-lain, adala sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusia hanya dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya. Al-„Adalah, yaitu wawasan ynag seimbang atau balance dalam memandang menili atau menyikapi
80
sesuatu atau seseorang dan seterusnya. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Al Qur‟an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang Allah untuk menjadi golongan tengah (ummat wasathan) agar dapat menjadi saksi untuk umat manusia sebagai kekuatan penengah. Husnu Al-dzan, yaitu berbaik sangka kepada sesame manusia berdasarkan ajaran agaman bahwa manusia itu pada asal dan hakikatnya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atasa fitrah kejadian asa yang suci. At- Tawadhu‟, yaitu siakpa rendah hati, sebuah siakap yang tumbuh karena keinsyafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah aka tidak sepantasnya manusia mengeklaim kemulian itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik yang itupun hanya Allah yang menilainya. Insyirah, sikap lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangan seperti dituturkan dalam Al Quran mengenai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau.
81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Pembinaan Karakter Religius Pada Anak Tunagrahita Di SLB B dan C Mitra Amanda Trayu Banyudono Boyolali, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelakasanaan pembinaan karakter religius di SLB B dan C Mitra Amanda terintegrasi dalam beberapa kegiatan diantaranya shalat berjamaah, hafalan dan BTQ, kultum rutin, pembiasaan berdoa, pembiasaan mengucap salam dan berjabat tangan. Materi yang diajarkan guru PAI dalam pembinaan meliputi: a. Ilahiyah, yang diajarkan dalam kegiatan sholat jamaah di sekolah secara yang pelaksanaannya dilakukakan secara adaptif, mengajarkan anak-anak untuk senantiasa berdoa, memberikan anak-anak kultum rutin agar sennatiasa berbuat baik, mengikuti kegiatan BTQ dan hafalan akan semakin peningkatkan kualitas dan kemampuan anakanak. b. Insaniyah, yang dajarkan dalam kegiatan pembiasaan berperilaku baik dalam keseharian seperti mengucap salam dan berjabat tangan.
2. Metode yang digunakan selama proses kegitan pembinaan karakter religius diantaranya metode langsung maupun tidak langsung, terintegrasi ke
80
82
dalam semua mapel, melalui kegiatan .luar pelajaran, keteladanan, nasehat dan reward punishment. 3. Dalam pembinaan karakter religius ada faktor yang mendukung diantaranya terwujudnya lingkungan yang Islami, adanya keuletan yang dimiliki oleh guru PAI, adanya kerjasama dengan orang tua dalam memantau anak-anak ketika di rumah dan juga keterlibatan semua warga sekolah dalam kegiatan-kegiatan pembinaaan. Ada juga faktor yang menghambat proses pembinaan karakter religius di SLB B dan C Mitra Amanda diantaranya adalah kondisi anak-anak yang ramai sendiri di beberapa kegiatan pembinaan sehingga sangat mengangggu konsentrasi. Disamping itu karena keterbatasan waktu di sekolah sehingga kegiatan yang dilakukakan kurang maksimal. Adanya kemampuan anak tunagrhaita yang dibawah rata-rata.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis menyampaikan saran-saran yang dapat digunakan sebagai pembinaan karakter religius di SLB B dan C Mitra Amanda: 1. Untuk Anak Tunagrahita lebih tenang dan tidak gaduh dalam mengikuti kegiatan, karena nampak dibeberapa kegiatan beberapa ada yang lebih asyik bermain dengan teman kanan kirinya. 2. Untuk Guru PAI
83
Hendaknya mencari metode-metode yang lebih menarik lagi dalam membina karakter religius. Menjalin kerjasama dengan wali murid dalam proses pembinaan.