2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management)
merupakan
pendekatan untuk mengintegrasikan seluruh mata rantai pengadaan barang mulai dari hulu ke hilir, yang terlibat secara langsung dan
bersama-sama bekerja
mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk memproduksi dan mendistribusikan barang ke pemakai akhir. Pendekatan manajemen rantai pasok mengkordinasikan dan mengintegrasikan semua aktifitas proses dalam satu kesatuan, sehingga keseluruhan rantai bekerja bersama agar menjadi lebih kompetitif (Levi et al. 2003; Chopra dan Meindl, 2001; Vokura et al., 2002) Tujuan penerapan pendekatan manajemen rantai pasok menurut Levi et al. (2002) adalah pengelolaan sumber daya secara efisien yang mengintegrasikan suppliers, manufacturers, warehouses and store, sehingga barang dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada lokasi dan waktu yang tepat untuk meminimumkan biaya sistem secara keseluruhan (systemwide) dan memenuhi tingkat pelayanan (service level) yang diinginkan.
Penurunan
biaya diantaranya berupa biaya transportasi, biaya penyimpanan dan biaya karena terjadinya idle capacity. Sistem rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja dari hulu ke hilir mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk menciptakan dan mengantarkan produk ke tangan pemakai akhir.
Manajemen rantai pasok
merupakan
pendekatan terintegrasi dari upstream yaitu pemasok atau downstream yaitu konsumen. Aktifitas rantai pasok dibedakan ke dalam inbound logistic yaitu aliran material dan jasa dari pemasok ke produsen dan outbound logistic yaitu aliran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Kegiatan-kegiatan logistik masuk (in-bound logistics) diantaranya prakiraan kebutuhan dan pembelian, sedang bagian logistik ke luar (out bound logistics) berkaitan dengan
kegiatan
perencanaan distribusi dan transportasi (Blanchard, 2004 ; Rutner, 2007). Keberhasilan perusahaan besar dalam menerapkan SCM memungkinkan terjadinya kompetisi antar supply chain bukan lagi antar perusahaan, melainkan
8
antar jaringan.
Prinsip utama dalam SCM adalah saling berbagi (sharing)
terhadap aliran material, aliran informasi yang menggabungkan keseluruhan elemen dalam rantai pasok. Menurut Frazelle (2001) dan Croxton et.al (2001) manajemen rantai pasok mengacu pada berbagai trade-off dalam cara mengelola delapan proses bisnis kunci yaitu : 1. Pengelolaan hubungan dengan konsumen ( customer relationship management) 2. Pengeloaan layanan konsumen (customer service management) 3. Pengelolaan permintaan (demand management) 4. Pemenuhuan pesanan (order fulfilment) 5. Pengelolaan aliran manufaktur (manufacturing flow management) 6. Pengadaan ( procurement) 7. Komersialisasi
pengembangan
produk
(product
development
commercialization) 8. Pengembalian (return)
2.2 Pengkuran Kinerja Rantai Pasok Untuk membangun kinerja yang efektif diperlukan suatu sistem pengukuran dalam manajemen rantai pasok untuk mencapai perbaikan secara berkelanjutan.
Sistem pengukuran kinerja dibutuhkan untuk melakukan
pemantauan dan pengendalian, menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing.
Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk
penerapan manajemen rantai pasok, salah satu
pendekatan tersebut
adalah
Model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yang dikembangkan oleh kelompok perusahaan yang bergabung dalam Supply Chain Council (Pujawan, 2005 ; Aranyam et al., 2006 ; Bolstorff, 2007). SCOR adalah suatu kerangka untuk menggambarkan aktiftas bisnis antar komponen rantai pasok mulai dari hulu (suppliers) ke hilir (customers) untuk memenuhi permintaan pelanggan dan tujuan dari rantai pasok. Model ini terdiri atas 5 komponen utama dalam mengelola proses yaitu : perencanaan (plan), sumber daya (source), proses produksi (make), pengiriman (deliver) dan pengembalian (return) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Fungsi dari ke lima proses inti dalam model SCOR dijelaskan sebagai berikut :
9
1. Perencanaan (plan) yaitu proses merencana untuk mencapai keseimbangan antara permintaan dan pasokan yang terkait dengan kegiatan pengadaan (procurement), produksi dan distribusi. Perencanaan terdiri atas perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan material, perencanaan kapasitas, perencanaan kebutuhan distribusi, serta melakukan penyesuaian (aligment) antara supply chain plan dan financial plan. 2. Pengadaan sumber daya (source)
merupakan proses pengadaan barang
maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dan proses penerimaan dari pemasok, pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok.
memilih
Jenis proses berbeda tergantung
apakah barang yang dibeli termasuk stocked, make to order, atau engineer to order.
Gambar 1 Komponen utama proses manajemen dalam SCOR model (Bolstorf dan Rosenbaum, 2003)
3. Produksi (make) merupakan proses untuk mentransformasi bahan baku atau komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target persediaan sesuai dengan strategi produksi
make to stock, make to order atau engineer to order.
Kegiatan yang dilakukan antara lain penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi, pengendalian kualitas, mengelola persediaan.
10
4. Pengiriman (delivery) merupakan proses untuk memenuhi permintaan pelanggan, meliputi pengelolaan pesanan, transportasi dan distribusi. Proses yang terlibat diantaranya menangani pesanan pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman dan mengirim tagihan kepada pelanggan 5. Pengembalian (return) yaitu proses yang meliputi kegiatan menerima pengembalian produk dari pelanggan karena berbagai alasan, mengidentifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian produk, penjadwalan serta melakukan pengiriman kembali. Kerangka SCOR menyediakan berbagai variasi ukuran kinerja untuk mengevaluasi rantai pasok yang disusun dalam beberapa tingkatan metrik ukuran yang berasosiasi pada salah satu dari atribut kinerja yaitu 1) reliability berkaitan dengan keandalan dalam pemenuhan pesanan, 2) responsiveness berkaitan dengan kecepatan waktu respon dalam memenuhi pesanan, 3) flexibility berkaitan dengan fleksibilitas
dalam beradaptasi terhadap perubahan, 4) cost berkaitan dengan
biaya-biaya dalam pengelolaan proses rantai pasok 5) asset berkaitan dengan efektifitas dalam mengelola asset untuk mendukung kepuasan konsumen (Bolstorf dan Rosenbaum, 2003; Marimin et al. 2011). Salah satu ukuran yang dapat dikembangkan untuk mengukur kegiatan perencanaan yang mengacu pada metrik fleksibilitas dan realibilitas adalah bullwhip effect.
2.3 Bullwhip Effect Menurut Pujawan (2005) dan Wang (2006) bullwhip effect atau efek cambuk adalah suatu keadaan yang terjadi dalam rantai pasok dimana pergerakan informasi
permintaan dari sisi hilir (pelanggan) mengalami distorsi dan
teramplifikasi sehingga terdapat variansi nilai yang cukup signifikan ketika informasi sampai pada rantai di sisi hulu. Distorsi informasi
tersebut
mengakibatkan serangkaian efek yang akan mengacaukan rantai pasok. Kekacauan ini disebabkan oleh terjadinya amplifikasi yang berakibat pada variabilitas permintaan dari hulu ke hilir. Diantara penyebab utama dari bullwhip effect adalah penyesuaian prakiraan permintaan (demand forecast updating) dan fluktuasi harga. Ilustrasi terjadinya distorsi informasi dalam rantai pasok dari hilir
11
ke hulu antara pengecer, distributor dan manufaktur pada suatu rantai pasok disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Distorsi informasi dari hilir ke hulu dalam rantai pasok. Sumber : Flansoo dan Wouters (2000)
Variansi yang terjadi antara pesanan dan realisasi permintaan menurut Flansoo dan Wooter (2000) adalah ukuran bullwhip effect. Pengukuran bullwhip effect membutuhkan beberapa ukuran statistik, antara lain rata – rata, standar deviasi, dan koefisien variansi. Secara matematis pengukuran bullwhip effect diformulasikan sebagai berikut :
dimana :
12
Keterangan : CV = Koefisien variansi σ = Standar deviasi µ = Rata – rata xi = Data ke – i n = jumlah data/sampel
Koefisien Bullwhip Effect (BE) yang lebih besar dari 1 (satu) mengisyaratkan bahwa terjadi amplifikasi permintaan untuk sebuah produk. Sedangkan untuk koefisien bullwhip effect yang kurang dari 1 ( satu ) mengisyaratkan
adanya
penghalusan
pola
pesanan
pada
produk
yang
bersangkutan. Menurut Pujawan (2005) terdapat dua tantangan langsung yang harus dihadapi dalam mengelola rantai pasok, yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan ketidakpastian. a. Kompleksitas struktur rantai pasok Sistem rantaipasok sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Kompleksitas suatu rantai pasok juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. b. Ketidakpastian (uncertainty) Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang telah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengamanan di sepanjang rantai pasok. Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada rantai pasok, yaitu : 1) ketidakpastian permintaan, 2) ketidakpastian pasokan, 3) ketidakpastian lingkungan internal. Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak – pihak pada rantai pasok. Beberapa pendekatan yang diyakini bisa mengurangi bullwhip effect adalah : 1) information
13
sharing, 2) memperpendek atau mengubah struktur rantai pasok, 3) pengurangan biaya tetap 4) menciptakan sabilitas harga, dan 5) pemendekan lead time
2.4 Perencanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan proses untuk merencanakan aliran bahan dari suatu sistem produksi sehingga permintaan dapat dipenuhi dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat dengan biaya produksi minimum. Perecanaan produksi dilakukan dengan maksud menentukan arah tindakan dalam berproduksi dengan cara mengatur, menganalisa, mengorganisasi dan koordinasi bahanm mesin, peralatan, tenaga kerja dan tindakan lain yang dibutuhkan. Salah satu model
perencanaan
produksi
yang
banyak
digunakan
adalah
model
Manufacturing Resources Planning (MRP II) yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Perencanaan Strategi dan Bisnis
Mengelola permintaan
Perencanaan Operasi dan Penjualan
Jadual Induk Produksi (MPS)
Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP)
Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP I)
Membuat
Tidak
Membeli
Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP)
Perencanaan kebutuhan pemasok (VRP)
Realistis
Realistis
Ya
Pengendalian Lantai Pabrik
Tidak
Ya
Perencanaan Pengendalian Pembelian
Gambar 3 Manufacturing Resources Planning, MRP II (Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002)
14
Teknik MRP II merupakan pengembangan dari teknik MRP I (Material Requirement Planning. Teknik MRP II merupakan metode perencanaan seluruh sumber daya yang dikembangkan pada industri manufaktur. Pendekatan yang digunakan adalah keterkaitan antara perencanaan pada 1) tingkat strategis yaitu perencanaan strategis dan bisnis,
2) perencanaan pada tingkat taktis yaitu
pengelolaan permintaan dan 3) perencanaan operasional yang terkait dengan keputusan rencana produksi dan perencanaan kebutuhan material. Hasil perencanaan produksi untuk diimplementasikan pada tahap produksi perlu disusun dalam bentuk rencana kebutuhan material. Pendekatan yang banyak digunakan adalah Material Requirements Planning (MRP I) merupakan pendekatan untuk menjamin agar produk dibuat tepat waktu dan tepat jumlah. Input utama MRP adalah jadwal induk produksi sedangkan output MRP adalah Planned Order Release (rencana pemenuhan pesanan). Masalah yang biasa ditemui dalam pengoperasian sistem MRP adanya overstated MPS, yaitu kondisi jadwal induk produksi yang memiliki kuantitas lebih besar daripada kapasitas yang dimiliki. Hal ini akan menyebabkan persediaan bahan baku dan jumlah persediaan dalam bentuk WIP (Work In Process) meningkat yang mengakibatkan penambahan biaya.
Kerangka yang
menunjukkan hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi pada MRP I yang banyak diterapkan pada industri manufaktur merupakan kegiatan perencanaan sumber daya, perencanana kapasitas hingga aktifitas pengendalian pada lantai produksi. Untuk memeriksa kelayakan hasil rencana produksi agar dapat dilanjutkan pada tahap keputusan memproduksi atau membeli, perlu dilakukan verifikasi kelayakan melalui proses validasi dengan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP).
Perencanaan kebutuhan kapasitas yang baik menjamin tersedianya
sumber daya pada saat dibutuhkan.
2.5 Kapasitas Produksi Rencana produksi pada umumnya disusun dalam bentuk Jadwal Induk Produksi Master Production Sheduling. MPS berfungsi untuk memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kebutuhan kapasitas
15
(MRP dan CRP), menjadwalkan pesanan produksi dan pembelian, memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas serta memberikan dasar untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada pelanggan. Kapasitas adalah suatu ukuran kemampuan produktif dari suatu fasilitas per unit waktu. Kekurangan maupun kelebihan kapasitas memberikan dampak yang merugikan, sehingga diperlukan
perencanaan kapasitas .
Perencanaan kapasitas yang efektif adalah perencanaan yang menyediakan kapasitas sesuai dengan kebutuhan pada waktu yang tepat. Keterkaitan aktifitas penting dalam proses perencanaan produksi ditunjukkan pada Gambar 4. (Fogarty 1991 ; Sheikh, 2002).
Demand Management
Production Planning
Resource Requirement Planning
Final Assembly Shedulling
Master Requirement Planning
Rough Cut Capacity Planning
Material Requirement Planning
Capacity Requirement Planning
Input/Output control Production Activity Control Operation Sequencing
Gambar 4. Hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi (Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002) Untuk memeriksa apakah rencana produksi sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki seperti tenaga kerja dan jam mesin maka dilakukan validasi
melalui penghitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP).
Perhitungan RCCP menentukan apakah sumber daya yang direncanakan cukup
16
untuk melaksanakan jadwal induk produksi.
RCCP merupakan langkah
menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu yang aktual. Jika proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS layak dilaksanakan maka MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan. Tahapan dalam melakukan RCCP dimulai dengan mengidentifikasi sumber daya utama, seperti work center, tenaga kerja atau material kritis, kemudian menentukan kebutuhan tiap sumber daya untuk memenuhi MPS setiap periode. Tahap selanjutnya perhitungan kapasitas nominal (Calculated Capacity) sumber data yang tersedia setiap periode lalu melakukan perbandingan terhadap beban sumber daya, apakah terjadi underload atau overload. Penyesuaian kapasitas atau jadwal MPS harus dilakukan ketika beban sumber daya overload. Langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time). 3. Menentukan bill of resources. 4. Menentukan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP. Hasil RCCP ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagai load profile untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam memenuhi jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan ketersediaan kapasitas untuk memenuhi jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses pengolahan data ini menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Menurut Fogarty (1991) dan Sheikh (2002) selain MPS, sumber daya yang terdapat dalam pabrik (jumlah tenaga kerja, mesin dan waktu yang tersedia) dalam melakukan RCCP dibutuhkan informasi-informasi lain, yaitu utilisasi dan efesiensi. Utilisasi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang diterapkan. Sedangkan efisiensi adalah pecahan yang menggambarkan persentase waktu yang tersedia dalam pusat kerja yang
17
secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Dapat dijelaskan dengan rumus sebagai berikut:
Utilisasi
jam yang digunakan untuk produksi jam yang tersedia menurut jadwal
Penerapan RCCP juga membutuhkan data-data jumlah mesin yang digunakan, jam kerja per hari, jumlah shift per hari, dan jumlah hari kerja perbulan. Data-data tersebut diperlukan untuk menentukan jumlah kapasitas yang tersedia di dalam pabrik menggunakan rumus berikut : AC = T * U * E T=M*S*H*W Keterangan : AC : Kapasitas yang tersedia (jam/bulan) T : Waktu yang tersedia (jam/bulan) M : Jumlah Mesin S : Jumlah shift per hari H : Jumlah jam kerja per hari W : Jumlah hari kerja per bulan U : Utilisasi E : Waktu Efektif (%) Pengujian kelayakan kapasitas dalam konsep MRP dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut : 1. Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF) CPOF merupakan perencanaan yang memerlukan input berupa MPS, waktu total pabrik untuk memproduksi satu item tertentu dan proporsi historis. Pendekatan ini membutuhkan data dan teknik perhitungan yang paling sedikit dibandingkan teknik lainnya, sehingga pendekatan ini paling mudah terpengaruh bila terjadi perubahan dalam volume produk maupun jumlah waktu
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan
suatu
produk.
Perhitungannya dengan mengalikan proporsi historis dengan total kuantitas MPS pada periode tertentu untuk masing-masing stasiun kerja. Dari hasil perhitungan ini nantinya diperoleh waktu total yang diperlukan, total waktu ini kemudian dirata-ratakan dan dibandingkan dengan waktu kapasitas.
18
Data yang dibutuhkan rencana produksi dan waktu proses (unit/satuan waktu) pada setiap stasiun kerja. Rumus yang digunakan untuk perhitungan proporsi historis adalah :
PH i
WPi WPT
Dimana : PHi : Proporsi Historis pada work center ke i WPi : Waktu proses pada work center ke i WPT : Total waktu proses. Perhitungan untuk masing-masing stasiun kerja adalah perkalian proporsi historis masing-masing stasiun kerja dengan kapasitas total yang dibutuhkan :
KBij
= PHT * KBj
Keterangan : KBij : Kebutuhan Kapasitas stasiun kerja i pada periode j PHT : Proporsi historis pada stasiun kerja i KBj : Kapasitas yang dibutuhkan pada periode j 2. Bill of Labor Approach (BOL) Bill of Labor Approach didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu item. BOL bukan merupakan routing, melainkan suatu alat untuk memperkirakan kebutuhan agar dapat digunakan item atau kelompok item-item yang yang telah terjadwal untuk menentukan kebutuhan kapasitas. Pendekatan dengan teknik ini menggunakan data yang rinci mengenai waktu baku setiap produk pada sumber-sumber utama dan masukan yang dibutuhkan adalah MPS. Pendekatan BOL membutuhkan data rencana produksi dan data waktu standar dalam masing-masing stasiun kerja dengan cara perhitungan sebagai berikut : Perhitungan kapasitas total pada tiap periode yaitu: KBj
= WPT * RPj
Perhitungan kebutuhan kapasitas untuk stasiun kerja i pada periode j yaitu: KBij
= WPi * RPj
19
3.
Resources Profile Approach Teknik perhitungan resource profile hampir sama dengan dua metode
sebelumnya yang menggunakan pendekatan data waktu baku. Selain itu juga membutuhkan data lead time yang diperlukan pada stasiun-stasiun kerja tertentu. Pendekatan ini membutuhkan input due date untuk tiap-tiap stasiun kerja. Due date merupakan waktu dimana suatu pekerjaan harus selesai.
2.6 Prakiraan dan Pengelolaan Permintaan Berbagai definisi dan pemahaman tentang prakiraan (forecasting) telah dikembangkan, secara garis besar prakiraan adalah proses menganalisis data historis (masa lalu) yang diproyeksikan ke dalam sebuah model untuk meperkirakan keadaan di masa yang akan datang (Groover, 2001). Teknik prakiraan dikelompokkan atas ; 1) metode kualitatif dan 2) metode kuantitatif. Peramalan dengan metode kualitatif adalah peramalan dengan melibatkan pendapat pribadi dan pakar. Metode kuantitatif dibedakan menjadi dua kategori yaitu; 1) model deret waktu (time series) yang, dan 2) metode kausal yaitu didasarkan pada hubungan sebab akibat. Metode time series relatif banyak digunakan dalam melakukan prakiraan untuk menyusun rencana produksi, beberapa metode time series
adalah, 1)
metode pemulusan terdiri atas rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial, 2) metode ARIMA yaitu gabungan metode autoregresif dan rata-rata bergerak. 3) metode Fourier, dan 4) metode jaringan syaraf tiruan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan hasil prakiraan adalah nilai kesalahan peramalan dan jangka waktu (periode) prakiraan. Prakiran pasti mengandung kesalahan, besarnya nilai kesalahan dapat dihitung sebagai selisih antara nilai prakiraan dengan nilai sesungguhnya yang dikenal dengan istilah error (kesalahan). Menurut Groover (2001) dan Makridarkis et al. (1998), besarnya nilai error dapat digunakan untuk menganalisa ketepatan metode yang digunakan. Formula umum perhitungan nilai kesalahan prakiraan adalah :
et = xt - Ft
20
dimana :
et xt Ft
: kesalahan pada periode ke-i : nilai sesungguhnya pada periode ke-i : nilai hasil prakiraan pada periode ke-i Ukuran nilai kesalahan sebagai ukuran bias atau selisih tidak efektif untuk
menghitung jumlah kesalahan. Untuk menghindari kondisi saling menetralkan antara nilai kesalahan positif dan negatif sehingga ada kemungkinan nilai kesalahan menjadi nol, pada umunya digunakan perhitungan nilai kesalahan adalah Mean Square Error (MSE) dengan formula :
Nilai kesalahan hasil prakiraan menunjukkan kemampuan model prakiraan mengurangi ketidakpastian yang terjadi. Panjang periode prakiraan menentukan akurasi hasil peramalan, prakiraan untuk perioe yang lebih pendek lebih akurat karena faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan. Periode yang lebih panjang mengkibatkan semakin besarnya kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (Santoso, 2009). Terjadinya perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan, mengakibatkan hasil prakiraan memiliki bias yang tinggi, sehingga diperlukan penyesuaian pada hasil prakiraan sehingga adaptif terhadap perubahan. Menurut Hanna (2009) prakiraan adalah kunci untuk menyeimbangkan antara kelebihan atau kekurangan pada tingkat produksi atau pasokan. Pada umumnya perencanaan produksi disusun berdasarkan hasil prakiraan permintaan. Prakiraan permintaan merupakan bagian dari aktifitas pengelolaan permintaan (demand management). Pada dekade 30 tahun yang lalu prakiraan permintaan dianggap suatu aktifitas yang kurang penting. Era berkembangnya kekuatan bersaing melalui keberhasilan pengelolaan rantai pasok, demand management menjadi salah satu faktor penting untuk menciptakan keunggulan. Berbagai metode dikembangkan sehingga terjadi sinkronisasi dan kolaborasi antara sisi permintaan dan pasokan dalam sistem rantai pasok. Gambaran evolusi dari konsep demand management disajikan pada Gambar 5.
21
evolusi manajemen permintaan
Gambar 5 Evolusi manajemen permintaan (Crum dan Palmatier, 2003)
Pada konsep demand management hasil prakiraan permintaan yang dijadikan landasan dalam kegiatan produksi harus dapat beradaptasi dengan perubahan sehingga penyesuaian (demand updating) bisa dilakukan dalam horizon waktu yang lebih pendek. Proses mengelola permintaan dalam model demand mangement yang dikembangkan oleh Crum dan Palmatier (2003) yang ditunjukkan pada Gambar 6, meliputi ; 1) perencanaan permintaan, 2) komunikasi permintaan, 3) pengaruh permintaan dan 4) prioritas permintaan.
Gambar 6 Demand management process model (Crum dan Palmatier, 2003) Pemasok dan konsumen melakukan
komunikasi dalam rangka
berkolaborasi dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan rencana permintaan.
Hasil perencanaan dianalisis sehingga dapat diidentifikasi faktor
yang mempengaruhi tercapainya rencana. Tidak semua rencana permintaan dapat
22
direalisasi, namun diperlukan suatu proses penyesuaian berdasarkan skala tingkat kepentingan sehingga pengelolaan permintaan ini dapat mengurangi faktor-faktor ketidakpastian.
2.7 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu sebagai metodologi pemecahan masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin dalam suatu sistem. Ciri-ciri pendekatan sistem adalah memiliki suatu metodologi perencanaan dan pengelolaan, bersifat multidisiplin terorganisir, menggunakan model matematik, berpikir secara kualitatif serta dapat diaplikasikan dengan komputer. Menurut Eriyatno (1999) persyaratan suatu substansi yang dikaji melalui pendekatan sistem adalah : 1) kompleks yang menggambarkan interaksi antar elemen yang cukup rumit, 2) dinamis dalam arti terdapat faktor yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik yaitu diperlukan suatu fungsi peluang didalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau merupakan suatu gugus dari tujuan-tujuan. Tahapan pemecahan masalah dalam pendekatan sistem dimulai dengan analisis kebutuhan, identifikasi sistem dan
formulasi masalah
dari suatu sistem nyata. Pengkajian masalah menggunakan pendekatan sistem didasari alasan 1) memastikan bahwa pandangan menyeluruh telah dilakukan, 2) mencegah analis menyajikan secara dini definisi masalah yang spesifik, 3) mencegah analis menerapkan secara dini model tertentu, 4) memastikan lingkungan masalah didefinisikan secara luas sehingga berbagai kebutuhan yang relevan dapat dipenuhi (Simatupang 1995; Eriyatno, 1999).
2.8 Sistem Manajemen Ahli Sistem Manajemen Ahli (SMA) merupakan integrasi dari Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dan Sistem Pakar (Turban, 2001). SPK didefinisikan sebagai
sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil
keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan
23
masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971 dalam Turban, 2001). Sedangkan sistem pakar adalah suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang tersimpan pada suatu komputer untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan keahlian pakar. Dalam proses pengambilan keputusan, banyak masalah tidak terstruktur dan bahkan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian yang dapat diberikan oleh suatu sistem pakar. Banyak SPK canggih yang dilengkapi dengan satu komponen yang disebut sub sistem manajemen berbasis pengetahuan. Komponen ini dapat menyediakan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan beberapa aspek masalah dan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan operasi komponen SPK yang lain (Turban, 2001). Selanjutnya Turban (2001) menyatakan integrasi sistem pakar dengan SPK dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen SPK atau dengan membuat sistem pakar sebagai komponen yang terpisah dari SPK. Nama lain untuk integrasi sistem pakar dengan SPK adalah SPK intelejen dan Sistem Manajemen Ahli. Konfigurasi model dasar dalam sistem manajemen ahli ditampilkan pada Gambar 7.
Data
Model
Pengetahuan
Sistem Manajemen Data
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan
Sistim Pengolahan Terpusat
Mekanisme Inferensi (rule-base skenario)
Sistem Manajemen Dialog
SPK
SMA Pengguna
Gambar 7 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli (Turban, 2001)
24
Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli. Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup (Marimin, 2005) : 1. Fasilitas akuisisi pengetahuan 2. Sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system) 3. Mesin inferensi (inference engine) 4. Fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi 5. Penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface) Fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan dan model yang diperlukan oleh sistem pakar dari berbagai sumber. Tahap akuisisi pengetahuan merupakan tahap penting, kritis dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang akan dikembangkan untuk pemecahan persoalan yang biasanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar. Sistem basis pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek-obyek tersebut. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem dan hal ini dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan. Basis pengetahuan dapat dilakukan dengan cara jaringan semantik, ekspresi logika, obyek-atribut-nilai, frame, script, kaidah produksi, jaringan neural, representasi fuzzy dan pattern invocked program. Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui pemilihan aturan –aturan yang ada pada basis pengetahuan yang dianggap sesuai dengan fakta yang dimasukkan oleh pengguna.
Mekanisme inferensi juga dapat memberikan
prioritas kepada setiap aturan yang dipilih dari basis pengethauan.Terdapat dua strategi dalam mesin inferensi yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian (Marimin, 2005). Fasilitas penjelasan merupakan bagian yang menerangkan penalaran, aksi ataupun rekomendasi yang dilakukan oleh sistem pakar. Interaksi manusia-mesin
25
merupakan bagian fisik dari hardware terutama yang berkaitan dengan kemudahan pengguna berkomunikasi dengan sistem masukan atau keluaran (Leary, 1985 dalam Marimin, 2005). Penghubung antara pengguna dengan sistem pakar (user inerface) merupakan tampilan sistem pakar, merupakan bagian dimana pengguna dan dan sistem pakar dapat saling berkomunikasi. Pembentukan sistem pakar secara garis besar adalah pembentukan basis pengetahuan yang diperoleh melalui akuisisi atau penyerapan pengetahuan pakar. Hasil akuisis pengetahuan disusun dalam representasi pengetahuan pada basis pengetahuan.
Basis
pengetahuan
merupakan
sumber
kecerdasan
yang
dimanfaatkan untuk pengambilan kesimpulan oleh mesin inferensi. Tahapan pembentukan sistem pakar secara lebih rinci disajikan pada Gambar 8.
Mulai
Iderntifikasi Masalah
Mencari Sumber Pengetahuan
Akuisisi Pengetahuan
Representasi Pengetahuan
Pengembangan Mesin Inferensi
Implementasi
Pengujian
Tidak
Mewakili Human Expert ? Ya
Selesai
Gambar 8 Tahap pembentukan sistem pakar (Marimin, 2005)
26
Sistem pakar akan menyimpan dan mengolah pengetahuan atau keahlian dari seorang pakar. Pakar adalah seseorang yang mempunyai keahliah khusus dalam suatu bidang tertentu. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh dari buku atau sumber tertulis lainnya, sehingga sistem pakar sering juga disebut sebagai sistem berbasis pengetahuan.
2.9 Sistem Kecerdasan Buatan Artificial Intelegence System atau sistem kecerdasan buatan merupakan bagian ilmu komputer yang membuat mesin (komputer)
dapat melakukan
pekerjaan seperti dan sebaik manusia, dengan meniru cara berpikir manusia. Sistem ini dikembangkan oleh John Mc Charty pada tahun 1956 dari Massachussets Institute of Technology.
Karakteristik sistem ini adalah
pemrograman yang cenderung bersifat simbolik ketimbang algoritmik, bisa mengakomodasi input yang tidak lengkap, dapat melakukan inferensi dan adanya pemisahan antara kontrol dan pengetahuan. Seiring dengan kemajuan teknologi maka sisem kecerdasan buatan dibangun dengan menggunakan soft computing. Definisi soft computing merupakan gabungan atau koleksi yang bertujuan untuk mengeksploitasi adanya toleransi terhadap ketidaktepatan, ketidak pastian dan kebenaran parsial untuk dapat diselenggarakan dengan mudah, robustness, dengan biaya penyelesaian yang murah (Kusumadewi, 2004). Soft computing merupakan inovasi sistem cerdas yang memiliki keahlian seperti manusia pada domain tertentu, mampu beradaptasi dan belajar agar dapat bekerja lebih baik jika terjadi perubahan pada lingkungan. Unsur-unsur pokok dalam soft computing adalah : 1. Sistem Fuzzy (mengakomodasi ketidaktepatan) 2. Jaringan syaraf (menggunakan pembelajaran) 3. Probabilistic Reasoning ( mengakomodasi ketidakpasian) 4. Evolutionary computing (optimasi) Keempat unsur dalam sistem kecerdasan buatan ini dapat melengkapi antara satu sama lain, dan digunakan secara sinergis yang menghasilkan solusi yang lebih baik, dibanding digunakan secara sendiri-sendiri.
27
2.9.1 Sistem Fuzzy Logic Sistem fuzzy merupakan sistem yang dikembangkan dengan menggunakan suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika Bolean yang digunakan untuk mengekspresikan derajat kebenaran dari suatu informasi yang
mengandung unsur ambiguity , yang dinyatakan alam suatu
ukuran verbal dan lnguistik. Menurut Kusumadewi (2003), gugus fuzzy dikembangkan oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun 1965 dari Barkeley, gugus fuzzy merupakan pengembangan dari gugus biasa. Beberapa hal yang perlu dipahami berkaitan dengan sistem fuzzy yaitu : 1. Variabel fuzzy Variabel fuzzy merupakan variabel yang dibahas dalam sistem fuzzy. 2. Himpunan fuzzy Merupakan kelompok yang mewakili suatu kondisi tertentu dari variabel fuzzy. 3. Semesta Pembicaraan Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam variabel fuzzy. 4. Domain Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses , yaitu penentuan gugus fuzzy , penerapan aturan if-then dan proses inferensi fuzzy.
Gugus atau himpunan fuzzy
merupakan gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [ 0, 1]. Teori gugus fuzzy mendefinisikan derajat dimana elemen x dari gugus universal X berada dalam suatu gugus fuzzy A. Fungsi yang memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus disebut fungsi keanggotaan ( µ = derajat keanggotaan). Nilai atau derajat keanggotaan pada interval [0, 1] sering dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : μA (x1) = 1, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x1 pada gugus fuzzy A bernilai 1.
28
Fungsi keanggotaan (membership function)
adalah suatu kurva yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (derajat keanggotaan ) yang memiliki interval 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan dalah dengan menggunakan pendekatan fungsi. Beberapa fungsi yang digunakan diantaranya
representasi
linier, kurva segitiga, kurva trapezium, kurva S (sigmoid), kurva bentuk lonceng (bell curve). Bentuk fungsi keanggotaan dengan menggunakan garis lurus adalah triangular membership function (trifm) dan trapezoid yang disingkat (trapmf ) disajikan pada Gambar 9.
1 derajat keanggotaan u[x]
0
a
b
c
(a) Triangular Fuzzy Number
1 derajat keanggotaan u[x]
0
a
b
c
d
domain
(b) Trapezoidal Fuzzy Number
Gambar 9 Fungsi keanggotaan fuzzy berbentuk segitiga (a) dan trapesium (b) (Kusumadewi, 2003) Kurva berbentuk segitiga , pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis linier dengan perhitungan untuk derajat keanggotaan sebagai berikut :
[ x]
0; (x - a)/(b - a); (b - x)/(c - b);
x a b
a atau x x b x c
c
29
Sedangkan kurva berbentuk trapesium, merupakan pengembangan kurva segitiga hanya pada beberapa titik mempunyai nilai keanggotaan 1.
Fungsi
keanggotaan untuk kurva trapesium sebagai berikut :
[ x]
0; (x - a)/(b - a); 1; (d - x)/(d - c);
x a b x
a atau x x b x c d
d
Sejak ilmu logika samar (fuzzy logic) dikembangkan telah banyak penelitian-penelitian mengenai aplikasi dari logika samar ini ke berbagai bidang, misalnya proses pengambilan keputusan yang melibatkan adanya informasi yang samar (vagueness) atau tidak tepat (imprecision). Sistem logika samar juga memungkinkan untuk menggunakan informasi dan data-data yang diperoleh dari pakar berdasarkan pengetahuan pakar tersebut.
Pada perencanaan produksi
dalam industri, biasanya melibatkan proses pengambilan keputusan yang kompleks dan tidak pasti serta operasinya biasanya bergantung kepada pengetahuan dan keahlian manajer dan operator produksi. Aplikasi dari metode fuzzy sesuai untuk digunakan pada perencanaan produksi. Pengembangan logika fuzzy diantaranya adalah Fuzzy Inference System yang dikenal sistem logika fuzzy if then rule yang dikembangkan oleh Mamdani dan Sugeno. Dalam pengolahannya terdiri atas 3 komponen : fuzifikasi, mesin inferensi berdasarkan basis data serta sistem defuzifikasi. Sistem fuzifikasi mengkonversi nilai-nilai tegas (crisp value) dari semua variabel masukan menjadi nilai-nilai samar (fuzzy) yang sesuai (Gambar 10).
Basis data
Input
Fuzzifikasi
Mesin inferensi
Output
Defuzzifikasi
Gambar 10 Sistem inferensi logika fuzzy (Fuzzy Inference System) (www.mathworks.com, 2009, diolah)
30
Inti dari sistem logika ini adala mesin inferensinya dengan basis kaidah (rule base) yang mendefinisikan hubungan antara variabel input dengan output. Kaidah yang paling banyak digunakan ialah kaidah “if - then” Langkah terakhir ialah menterjemahkan himpunan nilai keluaran yang bersifat samar menjadi nilainilai yang tegas Beberapa metode dapat didigunakan dalam proses defuzifikasi, salah satu metode yang umum dipakai adalah metode centroid (center of area). Metode ini menggambarkan pusat area dari fungsi keanggotaan. 2.9.2 Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan, JST) menurut ( Faucett, 1994; Kahforoushan, 2010) adalah sistem pengolahan informasi yang memiliki kinerja dan proses pembelajaran seperti jaringan syaraf pada otak manusia. Pengembangan JST digunakan dalam rangka melakukan generalisasi pemodelan matematika dari cara bekerja jaringan syaraf tiruan dengan asumsi : 1. Terdapat sejumlah sel syaraf (neuron) yang melakukan proses pengolahan informasi. 2. Melalui sambungan penghubung, terjadi pergerakan sinyal dari satu neuron ke neuron lainnya. Setiap sambungan penghubung mempunyai bobot yang memiliki kemampuan memperkuat sinyal yang ditransmisikan. 3. Neuron menggunakan fungsi aktivasi untuk melakukan proses transformasi dari input untuk menentukan sinyal output. Menurut Faucett (2004), Siang (2005) jaringan syaraf terdiri dari beberapa neuron, yang mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju neuron yang lain. Pada jaringan syaraf , hubungan ini dikenal dengan bobot, sehingga informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Neuron tiruan mempunyai karakteristik bahwa setiap neuron tiruan menerima satu set input. Setiap input di kalikan dengan bobot yang analog dengan kekuatan sinaptik-nya (synaptic strength) Jumlah dari semua input yang diberi bobot tersebut, menunjukkan derajat pelepasan sinyal yang disebut tingkat pengaktifan (activation level). Sinyal input kemudian di proses oleh suatu fungsi aktivasi untuk menghasilkan sinyal output. Jika output tersebut tidak sama dengan nol, akan
31
ditranmisikan. Fungsi pengkatifan dapat berupa suatu fungsi batas (threshold) atau suatu fungsi lainnya seperti fungsi sigmoid atau fungsi tangen hyporbolik. Jaringan syaraf tiruan digambarkan oleh suatu set simpul (node) dan tanda arah (panah). Simpul berkaitan dengan neuron sedangkan tanda arah menyatakan arah aliran
sinyal
diantara
neuron
dalam
model
matematis,
suatu
neuron
mereprensentasikan suatu elemen pemroses (processing element). Elemen pemroses
menangani
fungsi
dasar
seperti
mengevaluasi
sinyal
input,
menjumlahkan sinyal dan membandingkannya dengan suatu nilai batas (threshold) untuk menentukan nilai ouputnya. Setiap elemen pemroses dapat menerima banyak sinyal input secara simultan, tetapi hanya terdapat satu sinyal output yang tergantung kepada sinyal input, bobot dana nilai batas untuk elemen pemroses tersebut. Beberapa model jaringan mempunyai suatu input ekstra yang disebut sebagai bias, yang merupakan pengaruh dari luar jaringan.Jaringan syaraf tiruan terdiri dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang menyerupai neuron dan sejumlah penghubung diantara elemen-elemen neuron. Setiap penghubung, menghubungkan satu simpul ke simpul yang lainnya dan dikaitkan dengan uatu bobot. Bobot dari penghubung menggambarkan pengetahuan dari suatu jaringan. Dasar-dasar komputasi jaringan syaraf tiruan menurut Faucett (1994) dan Siang (2005) mulai dari jaringan, input, hidden layer, output, bobot, fungsi penjumlahan sampai dengan fungsi aktivasi, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Jaringan Suatu JST terdiri atas kumpulan neuron yang terhubung, dan dikelompokkan dalam lapisan-lapisan (layers). Struktur jaringan dalam JST dibedakan atas dua struktur dasar yaitu (1) Struktur dua lapisan yang terdiri atas input dan output (2) Struktur tiga lapisan yang terdiri atas input, intermediate (hidden) dan ouput. 2. Input Jaringan dapat dirancang untuk menerima sekumpulan nilai input yang berupa nilai biner atau kontinyu. Jika masalah bersifat kualitatif dan berupa grafik, maka informasi harus dirubah kedalam suatu nilai numerik yang ekivalen sebelum dapat diinterpretasikan oleh Jaringan Syaraf Tiruan.
32
3. Output Tujuan dari suatu jaringan adalah menghitung nilai output sebagai solusi dari masalah. Dalam JST supervised, output awal dari jaringan biasanya tidak tepat dan jaringan harus disesuaikan sampai diperoleh output yang benar. 4. Hidden layer Pada arsitektur multi layered, hidden layers tidak berinteraksi secara langsung dengan dunia luar, tetapi menambah tingkat kompleksitas dalam JST. Hidden layer menambah sebuah representasi internal dari masalah, sehingga menjadikan jaringan mampu memecahkan masalah yang kompleks dan non linier. 5. Bobot (weight) Bobot menunjukkan kekuatan relatif (nilai matematis) dari berbagai koneksiyang mentransfer data dari lapisan ke lapisan.
Bobot merupakan
kepentingan relatif dari setiap input ke dalam elemenproses (neuron). Bobot sangat penting dalam JST karena dengan bobot ini jaringan disesuaikan secara berulang untuk menghasilkan output yang diinginkan. 6. Fungsi penjumlahan Fungsi penjumlahan (summation function) menghitung rata-rata bobot dari suatu elemen input , dimana summation input (Xj ) dengan bobot (W ij) dijumlahkan untuk mendapatkan weigted sum (Si), dengan formula :
Si
X iWi i 1
7. Fungsi Transfer (Aktivasi) Fungsi transfer/aktivasi yang dipakai dalam metode belajar backpropagation , harus memiliki sifat kontinyu dan dapat diturunkan. Pemakaian fungsi aktivasi ditentukan oleh aplikasi yang dirancang, hal yang paling penting adalah fungsi transfer yang digunakan mudah dihitung turunannya sehingga dapat menggunakan algoritma backpropagation.
Menurut Krose (1996), Siang (2005) pendekatan belajar dalam JST dibedakan atas supervised learning (terawasi) dan unsupervised learning (tidak terawasi). Supervised learning menggunakan sekumpulan input dengan output
33
yang telah diketahui.
Perbedaan output aktual dan output yang diinginkan
digunakan untuk menghitung nilai koreksi pada bobot jaringan syaraf. Dalam unsupervised learning, jaringan syaraf mengorganisasikan dirinya untuk menghasilkan kategori dimana kumpulan iput akan termasuk kedalamnya. Metode backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan sel syaraf yang ada pada lapisan tersembunyi (Patuelli, 2006). Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, sel-sel syaraf diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi Sigmoid Biner atau fungsi aktivasi Sigmoid Bipolar. Metode backpropagation adalah metode turunan gardien (gradient descent method) untuk meminimalkan total squared error dari output yang dihasilkan jaringan.
Fungsi kinerja yang sering digunakan adalah mean square error.
Karakteristk dari jaringan backpropagation dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang melibatkan pemetaan suatu input terhadap output tertentu (supervised learning). Arsitektur jaringan Backpropagation diperlihatkan pada Gambar 11
Gambar 11 Arsitektur jaringan syaraf tiruan Backpropagation (http://fbim.fh-regensburg.de, 2010)
34
Menurut Munakata (2008) penggunaan JST dalam memecahkan masalah memiliki kekurangan dan kelebihan. Diantara kelebihannya adalah : 1. Memiliki kemampuan belajar, melalui penyesuaian bobot dalam struktur jaringan untuk setiap proses pembelajarannya. 2. Memiliki kemampuan generalisasi sehingga mampu mempelajari pola baru mengacu pada pola pembelajaran yang dberikan. 3. Mampu menyelesaikan masalah nonlinier yang sulit diselesaikan dengan model matematis, selama jaringan mampu mempelajari pola non linier yang dilatihkan. 4. Memiliki kehandalan dalam menangani sejumlah noise pada input, bahkan jika terjadi kerusakan dalam arsitektur jaringan, JST masih dapat melakukan tugasnya dalam batas tertentu. Selain keunggulan, menurut Munakata (2008 jaringan syaraf tiruan juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut : 1. Secara menyeluruh jaringan belum benar-benar dapat meniru cara kerja jaringan syaraf manusia sehingga masih perlu kajian dan pengembangan lebih lanjut. 2. Bobot sebagai hasil proses pelatihan jaringan dalam pengenalan pola belum menyajikan informasi yang jelas. 3. Iterasi sebagai proses penghitungan berulang untuk mempelajari pola sering memakan waktu yang lama, namun jika jaringan sudah terlatih dengan mudah dapat digunakan untuk memperkirakan suatu pola berdasrkan pola yang telah dipelajari. 4. Jika dilakukan peningkatan skala (scale-up) dengan meningkatkan jumlah neuron yang sudah terlatih, maka perlu dilakukan proses pelatihan dari awal.
Penerapan JST dalam melakukan prakiraan menurut Rurkhamet (1998) memiliki beberapa kelebihan diantaranya ; 1) kemampuan memproses banyak variabel, 2) kemampuan mempelajari perilaku data tanpa mengidentifikasi sebagai masukan, 3) hasil cenderung lebih akurat dan 4) mampu beradaptasi pada saat parameter atau data dirubah.
35
Kemampuan JST dalam melakukan prakiraan (forecasting) telah banyak diterapkan dalam penelitian. Kamaruzzaman dan Sarker (2003) melakukan perbandingan kemampuan antara metode Jaringan Syaraf Tiruan dan ARIMA dalam memprediksi harga di pasar mata uang asing di Australia. Penelitian menunjukkan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode pembobotan standard backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi. Kinerja prediksi diukur dengan membandingkan nilai normalized mean square error (NMSE), mean absolute error (MAE) dan directions symetry (DS) antara nilai prediksi dan nilai aktual. Hasil penelitian Zhang (2003) menunjukkan penerapan neural network sebagai metode baru dalam menangani masalah prakiraan kebutuhan dan pemilihan pemasok. Penerapan JST dengan propagasi balik lapisan tunggal (single layer backpropagation) dalam bidang agroindustri minyak atsiri digunakan untuk memprediksi harga dan permintaan berdasarkan data masa lalu oleh Indrawanto (2007). Kemampuan JST dengan metode propagasi balik lapisan jamak (multiple layer backpropagation) digunakan dalam memprediksi harga tapioka dan prediksi pasokan bahan baku pada agroindustri tapioka (Astuti, 2010).
2.10 Posisi Penelitian Tinjauan penelitian terdahulu dikelompokkan kedalam tiga kajian,
yang terkait dalam penelitian ini yaitu
penelitian; 1) pengembangan
agroindustri karet spesifikasi teknis, 2) manajemen rantai pasok yang berkaitan dengan perencanaan produksi dan, 3) penerapan kecerdasan buatan dalam merancangbangun sistem manajemen ahli. Penelitian yang berkaitan dengan
pengembangan agroindustri
spesifikasi teknis dilakukan oleh Utomo (2008).
karet
Hasil penelitian berupa
rancangbangun proses produksi karet spesifikasi teknis berbasis produksi bersih, yang berkaitan dengan pemenuhan standar mutu bahan olah karet sehingga menghasilkan penghematan penggunaan air. Kajian ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan proses produksi karet spesifikasi teknis. Penelitian Haris (2006), menghasilkan suatu rancangbangun model aliansi strategis sistem agroindustri karet spesifikasi teknis. Model ini menghasilkan
36
suatu
rancangan
bentuk
kelembagaan
kerjasama
jangka
panjang
yang
menempatkan petani karet dan pengusaha agroindustri sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani. Model kelembagaan ini menjadi pendorong terciptanya akses petani terhadap simpul pengolahan dan pemasaran produk karet spesifikasi teknis sehingga menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Hasil penelitian ini digunakan untuk kajian pengelolaan rantai pasok dan bentuk kelembagaan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri.
Penelitian
yang berkaitan dengan prakiraan produksi karet alam di India dilakukan oleh Chawla dan Jha (2009). Penggunaan beberapa metode prakiraan time series menunjukkan bahwa metode Winters lebih baik dalam melakukan prakiraan produksi karet alam di India dibanding metode ARIMA, metode trends dan metode Holts. Berkaitan dengan perancangan sistem keputusan dan sistem manajemen ahli dalam pengelolaan produksi rantai pasok agroindustri diantaranya dilakukan oleh Hadiguna (2009), untuk mengelola rantai pasok minyak sawit kasar. Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk pemilihan metode dan integrasi model perencanaan produksi ke dalam sistem manajemen ahli.
Wang dan Yeh
(2009) mengembangkan suatu sistem pengambilan keputusan yang terintegrasi dalam menyusun prakiraan. Galasso et al. (2006) membangun sistem pendukung keputusan dalam menyusun perencanaan produksi dengan mempertimbangkan fleksibilitas permintaan berdasarkan pola permintaan masa lalu namun belum dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi permintaan. Kusters (2006) meneliti berbagai pengembangan perangkat lunak untuk melakukan prakiraan dan menyimpulkan bahwa model prakiraan perlu dirancangsesuai dengan jenis data dan kebutuhan industri. Prakiraan dengan menggunakan data time series yang lebih panjang menghasilkan prakiraan yang lebih akurat. Kamaruzzaman dan Sarker (2003), Zhang (2003) melakukan penelitian prakiraan dengan metode jaringan syaraf tiruan. Hasil penelitian menunjukkan jaringan syaraf tiruan dengan metode pembobotan standard backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi. Penerapan konsep perencanaan dan pengendalian produksi dengan pendekatan Manufacturing Resources Planning,
dari
berbagai penulusuran
37
penelitian pada umumnya digunakan untuk industri manufaktur. Pengembangan MRP dengan menerapkan kecerdasan buatan dilakukan oleh Noori et al. (2008). Wacker dan Sheu (2006) mengembangkan ukuran kinerja sistem perencanaan produksi dalam lingkungan manufaktur diantaranya manufacturing lead time pengiriman tepat waktu dan rata-rata keterlambatan. Penerapan fuzzy logic dalam menggambarkan prilaku sistem digunakan dalam penelitian model dinamika antara konsumen, produsen dan pekerja (Chang et.al, 2006). Unahabhokha et al. (2007) menggunakan pendekatan fuzzy dalam mengembangkan sistem pakar untuk memprediksi kinerja operasional delivery lead time. Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan metode fuzzy untuk membantu pengambilan keputusan perencanaan produksi
dalam sistem
manajemen ahli. Penerapan pendekatan manajemen rantai pasok dalam agroindustri terus berkembang, dengan lingkup kajian yang bevariasi dan ragam produk agroindustri yang berbeda. Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, belum ditemukan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan metode perencanaan produksi terintegrasi pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Jenis kebaruan (novelty) dalam suatu penelitian di bidang teknologi industri pertanian menurut Sukardi (2009) dapat berbentuk penemuan (invention), peningkatan (improvement) dan bantahan (refutation). Mengacu kepada hasil kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu serta jenis kebaruan maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai peningkatan (improvement).
Kebaruan dari
penelitian dapat ditinjau dari aspek berikut : 1. Mengembangkan model perencanaan produksi yang mampu mengintegrasikan dinamika aktifitas rantai pasokan bahan baku
pada sisi hulu, kemampuan
produksi pada unit pengolah dan dinamika permintaan di sisi hilir.
2. Mengembangkan metode prakiraan permintaan, prakiraan harga dan prakiraan pasokan bahan baku dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang digabungkan dengan metode fuzzy inference system sehingga memungkinkan melakukan penyesuaian rencana produksi dalam periode waktu yang lebih singkat.
38
3. Menghasilkan sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi karet spesifikasi teknis yang dilengkapi dengan sistem pengukuran kinerja untuk mengukur tingkat kesesuaian rencana dengan realisasi produksi.